Gian Piero Ventura dan Sebagian Catatan Dosanya

14 November 2017 20:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ventura pada laga melawan Swedia. (Foto: Jonathan Nackstrand/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Ventura pada laga melawan Swedia. (Foto: Jonathan Nackstrand/AFP)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gian Piero Ventura tidak bisa berkata apa-apa melihat tim asuhannya gagal mencetak gol ke gawang Swedia. Jika Gianluigi Buffon memilih menutupi air yang keluar dari matanya, Ventura hanya bisa berjalan gontai menyalami satu per satu pemainnya.
ADVERTISEMENT
Sangat wajar jika Ventura bersikap demikian. Bermain di kandang sendiri, Italia justru gagal mengamankan hasil di partai penting. Belum lagi kenyataan bahwa mereka hanya menghadapi Swedia—yang kualitas pemainnya di bawah Italia.
Atas dasar tersebut, Ventura mau tidak mau harus siap menjadi sosok yang paling disalahkan. Kendati ia enggan menjelaskan masa depannya—apa ia akan memilih mengundurkan diri atau bertahan, ia harus siap untuk menjadi musuh bersama sementara waktu.
Melihat apa yang sudah terjadi, Ventura memang pantas untuk dikritisi. Kendati ia dikenal sebagai guru Antonio Conte, Ventura tak lebih dari seorang pelatih yang hanya berada di kelas medioker.
Menyalahkan Ventura memang semudah menyalahkan pilihan federasi sepak bola Italia ketika menunjuknya. Tanpa melihat rekam jejaknya terlebih dulu, Ventura tiba-tiba diperkenalkan sebagai penerus Conte di kursi pelatih tim nasional.
ADVERTISEMENT
Pemilihan tersebut memang cukup aneh. Oke, Ventura memang banyak pengalaman. Tetapi, lihat juga betapa rasio kemenangannya di level klub selama 10 tahun terakhir, tak pernah mencapai 40%.
Persoalan Ventura sebenarnya telah terlihat ketika ia menerima kenyataan bahwa Italia harus bertarung dengan Spanyol di fase grup. Melihat Spanyol, yang rata-rata kualitas pemainnya tengah di atas Italia, Ventura enggan optimistis.
“Spanyol adalah kesebelasan terbaik di Grup G. Soal bagaimana peluang, saya pikir Spanyol jauh berpeluang. Mereka memiliki pemain dan keuntungan psikologis yang jauh lebih baik daripada kami,” kata Ventura kepada Ansa.
Kritikan untuk Ventura tidak berhenti sampai di sana. Akhir 2016 lalu, ia dihujat banyak pihak yang menginginkan pemanggilan Sebastian Giovinco, pemain Italia yang tengah panas di MLS. Kendati demikian, ia tetap enggan memanggil Giovinco.
ADVERTISEMENT
“Apa yang dilakukan oleh Giovinco adalah kasus yang berbeda. Saya berusaha membantu dia, tetapi kenyataannya adalah ia bermain di kompetisi yang tak terhitung besar. Oleh karena itu, tidak mengejutkan jika dia mencetak banyak gol,” ucap Ventura kepada ESPNFC.
Oke, pilihannya untuk tidak memanggil Giovinco memang masih bisa dibela. Pasalnya, melihat level kompetitif MLS yang jauh lebih rendah dari liga-liga Eropa, performa apik Giovinco di sana tidak bisa dijadikan acuan. Namun, pada kondisi di mana skuatnya membutuhkan dorongan semangat, ia justru mengangkat mental lawan. Hal yang disebut terakhir itulah yang sulit diterima.
Penanganan mental Ventura juga jadi masalah ketika ia dengan tiba-tiba mengeluarkan Graziano Pelle dari skuatnya, Oktober 2016 lalu. Meski Pelle bersikap indisipliner, namun keputusan Ventura untuk langsung memulangkan eks-pemain Southampton tersebut tanpa diskusi dengan orang lain jelas membuat ruang ganti tidak nyaman.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang patut dikritisi dari Ventura adalah soal bagaimana taktiknya dijalankan. Ia memang memiliki pendekatan yang sama dengan Conte kala menangani Italia: reaktif, alih-alih proaktif. Di sini, keduanya mengutamakan pertahanan kokoh dan menonjolkan pragmatisme.
Namun demikian, Ventura berbeda dengan Conte soal misi untuk mencapai hal di atas. Jika Conte berani mengambil risiko dengan memanggil pemain yang memiliki kapabilitias sesuai dengan taktiknya, Ventura berbeda.
Dari sekian pemain yang dipanggil selama masa kepelatihannya di tim nasional, pemilihan Ventura hanya di nama-nama itu saja. Ia jarang memanggil pemain yang konsisten tampil apik, seperti Mario Balotelli dan Jorginho --meski yang disebut belakangan akhirnya betul-betul dipanggil memperkuat Italia.
Kesalahan terbesar Ventura soal aspek taktikal adalah bagaimana ia kerap sembrono ketika memilih taktik, termasuk soal bagaimana ia memilih formasi, memutuskan siapa yang akan bermain, sampai melakukan pergantian.
ADVERTISEMENT
Menurut Outside of the Boot, ada beberapa persoalan taktik yang terlihat dari Italia di bawah kendali Ventura. Di antaranya adalah enggannya Ventura mengubah trio lini tengah Italia, penggunaan wing-back ketika dalam kondisi menyerang, dan penggunaan dua penyerang setipe di lini depan.
Persoalan-persoalan itu memang tidak terlihat lazim dalam beberapa pertandingan. Namun, melihat apa yang terjadi selama dipegang Ventura, masalah tersebut terasa. Hal tersebut belum ditambah pilihan taktik Ventura yang bermasalah.
Contoh pertama soal taktik Ventura yang bermasalah adalah ketika Italia hanya bermain imbang 1-1 dengan Makedonia, 6 Oktober 2017 lalu. Dalam kondisi memburu gol kemenangan, Ventura justru memasukkan Bryan Cristante, seorang gelandang tengah.
Persoalan berikutnya terjadi pada leg I, menghadapi Swedia, pekan lalu. Tampil dalam formasi 3-5-2 dan terus menekan, Ventura bukannya memasukkan pemain yang bisa mengubah keberuntungan, tetapi malah mengubah gaya bermain timnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Hal serupa tampak pada leg II. Ada salah satu footage yang menggambarkan bagaimana Ventura memilih untuk memasukkan Daniele De Rossi ketimbang pemain lain yang bermain sebagai penyerang, atau setidaknya bisa memecahkan kebuntuan.
Dosa Ventura memang tak sedikit. Namun, seperti halnya manusia lainnya, ia tetap orang biasa dan kesalahan sudah sewajarnya ia lakukan.