Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Membandingkan Karier Militer Andika Perkasa dan Prabowo
14 Februari 2018 15:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2017, Indonesia berhasil menempati urutan ke-14 dalam daftar kekuatan tempur dunia. Pemeringkatan itu dilakukan oleh Global Fire Power 2017 pada 103 negara dengan mempertimbangkan lebih dari 50 faktor penentu, seperti faktor geografis dan sumber daya alam.
ADVERTISEMENT
Masih dalam data yang sama, Indonesia disebut memiliki anggaran militer sekitar 6,9 miliar dollar AS, kepemilikan 437.750 tentara aktif, 441 pesawat tempur, 418 tank, 4 kapal selam, serta berbagai alutsista lainnya.
Dengan kekuatan militer sebesar itu, Indonesia pun menjadi kekuatan militer nomor wahid di tingkat Asia Tenggara. Sekaligus mengungguli beberapa negara lain seperti Israel, Australia, Korea Utara, Belanda, bahkan Arab Saudi.
Publik tentu patut berbangga dengan prestasi yang ditorehkan satuan tentara Indonesia. Namun, harus diakui bahwa dari ratusan ribu tentara aktif yang dimiliki, tak banyak yang muncul ke permukaan dan dikenal oleh publik.
Meski demikian, belakangan mencuat nama salah satu tentara yang menjadi perbicangan publik. Ia merupakan Letnan Jenderal Andika Perkasa. Sosoknya mulai dikenali karena karier militernya yang begitu cemerlang. Berkali-kali ia naik jabatan dalam waktu yang cukup singkat, melampaui teman seangkatannya.
ADVERTISEMENT
Letnan Jenderal Andika sendiri mengawali karier militernya sebagai perwira pertama infanteri di jajaran korps baret merah (Kopassus). Karier bergengsi itu ia tempuh selepas menyelesaikan pendidikan Akademi Militer pada 1987.
Jika dilihat, kecemerlangan kariernya di dunia militer itu persis mengingatkan publik pada sosok Prabowo Subianto. Terlebih, baik Andika maupun Prabowo sama-sama dibesarkan dalam semangat juang Kopassus, keduanya pun menduduki posisi-posisi penting di rentang karier kemiliterannya.
Sederet Posisi Penting yang Diduduki Andika Perkasa
Andika Perkasa tercatat sebagai Komandan Peleton Grup 2/Para Komando, Kopassus pada 1987. Delapan tahun setelahnya, ia diangkat menjadi Komandan Tim 3, Sat Gultor 81, Kopassus. Pangkatnya pun dinaikan menjadi Kapten.
Dengan menjadi Komandan Tim 3, Sat Gultor 81, Kopassus, jelas kemampuan Andika berada di atas rata-rata, ia memimpin para tentara pilihan yang memiliki kemampuan luar biasa. Dengan jabatan itu, ia berwenang untuk memimpin jalannya operasi militer yang bersifat rahasia.
ADVERTISEMENT
Andika kemudian kian dipercaya menjabat sebagai Komandan Batalyon (Danyon) 32/Apta Sandhi Prayuda Utama, Grup 3/Sandhi Yudha, Kopassus pada 2002. Tak sembarang orang dapat menduduki posisi tersebut.
Pada awal 2013 ia diangkat menjadi Kolonel. Kemudian pada 8 November 2013, ia kembali diangkat menjadi Kepala Dinas penerangan Angkatan Darat. Pangkatnya pun dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal.
Baru 11 bulan menjabat sebagai Dinas Penerangan Angkatan Darat, tentara kelahiran 21 Desember 1964 ini dipromosikan menjadi Komandan Paspampres pada 2014. Dengan jabatan baru ini, ia juga mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal.
Pada 15 Januari kemarin, menantu Hendropriyono itu dipromosikan menjadi Komandan Kodiklat TNI-AD. Pada jabatan baru ini, pangkatnya sekaligus naik menjadi Letnan Jenderal.
ADVERTISEMENT
Sederet Posisi Penting yang Diduduki Prabowo
Seperti halnya Andika, Prabowo juga mengawali kiprah militer di angkatan darat, khususnya Kopassus. Ia menjadi Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (sekarang bernama Kopassus) pada tahun 1976. Setahun setelahnya, ia diangkat menjadi Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha.
Lepas dari tujuh tahun menjadi Komandan Kompi, Prabowo diamanahkan sebagai Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus, kurang lebih sama dengan posisi yang ditempati Andika. Saat menempati posisi itulah karier militer Prabowo terus melejit.
Terbukti saat Prabowo menempati posisi Komandan Batalyon (Danyon) 32/Apta Sandhi Prayuda Utama, Grup 3/Sandhi Yudha, Kopassus pada 1993. Dalam posisi itu, Prabowo memiliki tugas untuk menjalankan perang rahasia ''Clandestine Operation'', persis dengan jabatan yang diemban oleh Andika.
ADVERTISEMENT
Pada 1995, Prabowo menjabat sebagai Komandan Komando Pasukan Khusus. Setahun setelahnya ia dipromosikan sebagai Komandan Jenderal Kopasus, memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma. Terakhir, ia bertugas sebagai Panglima Kostrad selama dua bulan sampai kejatuhan Presiden Soeharto pada Mei 1998.
Beda dalam Hal Operasi Militer
Harus diakui bahwa Andika dan Prabowo pernah menempati posisi yang sama dan memiliki jejak rekam karier yang cemerlang. Namun, keduanya memiliki pengalaman yang berbeda dalam bertempur.
Andika, sejauh catatan yang dimiliki kumparan (kumparan.com) jarang melakukan operasi tempur. Ia tercatat melaksanakan operasi pada masa awal kariernya di Timor Timur pada 1990, operasi teritorial di Timor Timur pada 1992, serta operasi bakti TNI di Aceh pada 1994. Tak terlalu ada yang istimewa dalam operasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Andika tercatat pernah memimpin operasi penangkapan pimpinan Al-Qaeda, Omar Al-Faruq, pada 5 Juni 2002 di Masjid Jami’ Bogor.
Hal ini jelas berbeda jika disandingkan dengan Prabowo. Harus diakui Prabowo memiliki sederet pengalaman operasi militer yang besar dan kaya. Mulai dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur yang dikomandoi Prabowo, operasi pembebasan sandera Mapenduma,
Dalam operasi di Timor-timur misalnya, Prabowo memimpin misi untuk menangkap Nicolau dos Reis Lobato, wakil ketua Fretilin yang pada saat itu sedang menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Timur pada 1976. Pada akhir tahun 1992, Prabowo bahkan berhasil menangkap Xanana Gusmao.
Sementara pada operasi pembebasan sandera Mapenduma di tahun 1996, Prabowo berhasil berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
ADVERTISEMENT
Dan yang masih menjadi kontroversi hingga saat ini adalah keterlibatan Prabowo dalam operasi mawar. Dalam operasi itu, Prabowo dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab dalam penghilangan sejumlah aktivis pada 1998.
Kasus itu sendiri berbuntut panjang, Prabowo dicopot sebagai Pangkostrad oleh Presiden BJ Habibie. Pencopotan tersebut dilakukan Habibie atas rekomendasi dari Jenderal TNI Wiranto lewat sidang Mahmilub.