Konten dari Pengguna

Menimbang Kebijakan Opsen PKB di Kalimantan Timur: Peluang dan Tantangannya

Agung Ramadhan
Praktisi Perpajakan, ASN Kementerian Keuangan
3 Februari 2025 11:10 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang yang sedang berpikir untuk membeli mobil baru (sumber: freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang yang sedang berpikir untuk membeli mobil baru (sumber: freepik)
ADVERTISEMENT
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Provinsi Kalimantan Timur. PKB berkontribusi sebesar 12% hingga 18% dalam 5 tahun terakhir berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Kalimantan Timur. Realisasi penerimaan PKB di Provinsi Kalimantan Timur terus mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), objek PKB terus mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Provinsi Kalimantan Timur dalam 5 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Pemerintah daerah provinsi kini memiliki wewenang untuk berbagi hasil PKB dengan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui skema opsen PKB berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Kebijakan ini menyempurnakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) dengan tujuan untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah, meningkatkan keadilan distribusi pendapatan, dan mendorong optimalisasi penerimaan pajak.
Pemberlakuan opsen PKB di Provinsi Kalimantan Timur sejak 5 Januari 2025 menimbulkan berbagai dinamika bagi pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan masyarakat, terlebih penerapan opsen pajak tersebut diiringi dengan penurunan tarif PKB yang menjadikan Provinsi Kalimantan Timur dengan tarif PKB paling rendah di Indonesia berdasarkan keterangan Akmal Malik, Penjabat Gubernur Kalimantan Timur. Pada satu sisi, kebijakan ini memberikan peluang bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk memperoleh tambahan sumber penerimaan. Pada sisi lain, terdapat tantangan terkait penerimaan PKB bagi pemerintah daerah provinsi dan dampak perubahan kebijakan terhadap masyarakat di Provinsi Kalimantan Timur.
ADVERTISEMENT

PKB Sebelum dan Sesudah Opsen: Apa yang berubah?

Kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebelum diterapkannya opsen di Provinsi Kalimantan Timur diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat dua poin penting dalam kebijakan PKB. Pertama, tarif PKB untuk kepemilikan pertama kendaraan bermotor pribadi ditetapkan sebesar 1,75%, sedangkan untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dikenakan tarif progresif. Kedua, seluruh penerimaan PKB diterima oleh pemerintah daerah provinsi, kemudian akan dialokasikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota melalui dana bagi hasil dengan proporsi 30% dari realisasi penerimaan PKB.
Kebijakan setelah diterapkannya opsen PKB di Provinsi Kalimantan Timur diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam kebijakan ini, tarif PKB untuk kepemilikan pertama kendaraan bermotor pribadi ditetapkan sebesar 0,8% serta dikenakan tarif progresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya. Selain itu, terdapat tambahan tarif opsen PKB sebesar 66% dari pokok PKB, sehingga tarif efektif PKB menjadi 1,328%. Pemerintah daerah provinsi menerima PKB sesuai dengan tarif pokok PKB 0,8%, sementara pemerintah daerah kabupaten/kota berhak atas opsen pajak 66% dari pokok PKB dan langsung memperoleh penerimaan tersebut ke kas daerah tanpa melalui proses dana bagi hasil dari pemerintah daerah provinsi.
ADVERTISEMENT
Sebagai ilustrasi, Bapak AR membeli sebuah mobil pribadi kepemilikan pertama dengan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) sebesar Rp300.000.000. Sebelum diterapkannya kebijakan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), tarif PKB ditetapkan sebesar 1,75% dari NJKB. Dengan demikian, PKB yang harus dibayar oleh Bapak AR adalah Rp5.250.000. Dari jumlah tersebut, pemerintah kota/kabupaten mendapatkan bagian dana bagi hasil sebesar 30% dari PKB, yaitu Rp1.575.000.
Namun, setelah kebijakan opsen PKB diterapkan, tarif PKB berubah menjadi 0,8% dari NJKB, sehingga PKB yang dikenakan hanya sebesar Rp2.400.000. Selain itu, terdapat tambahan opsen PKB sebesar 66% dari PKB, yaitu Rp1.584.000. Akibatnya, total PKB yang harus ditanggung oleh Bapak AR menjadi Rp3.984.000. Dari jumlah tersebut, bagian yang menjadi hak pemerintah kota/kabupaten sesuai dengan ketentuan opsen PKB, yaitu Rp1.584.000.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ilustrasi tersebut, kebijakan setelah opsen PKB akan memberikan tanggungan pajak dengan nominal yang lebih kecil kepada masyarakat dan memberikan alokasi dana kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan nominal yang lebih besar dan lebih transparan dibanding kebijakan sebelum opsen PKB.

Peluang Opsen PKB

Pemberlakuan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Provinsi Kalimantan Timur membuka sejumlah peluang bagi pemerintah daerah, khususnya dalam meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah kabupaten/kota. Dengan adanya opsen PKB, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari penerimaan langsung PKB tanpa harus menunggu mekanisme dana bagi hasil dari pemerintah daerah provinsi. Dengan penerimaan langsung, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat segera mengelola anggaran untuk pembangunan daerah dan peningkatan layanan publik. Selain itu, penurunan tarif PKB dengan tarif paling rendah di Indonesia akan mengurangi tanggungan pajak oleh masyarakat sekaligus mendorong masyarakat untuk mendaftarkan kendaraannya di wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Timur. Lebih lanjut, opsen pajak akan mewujudkan sistem distribusi pajak yang lebih adil karena setiap pemerintah daerah kabupaten/kota akan menerima pendapatan sesuai dengan jumlah kendaraan yang selaras dengan tingkat penggunaan infrastruktur layanan publik yang disediakan.
ADVERTISEMENT

Tantangan yang Harus Dihadapi

Selain membuka berbagai peluang, pemberlakuan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Provinsi Kalimantan Timur juga menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah potensi penurunan penerimaan PKB bagi pemerintah daerah provinsi akibat penurunan tarif pajak dan alokasi PKB yang lebih besar kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Hal tersebut dapat berdampak pada kapasitas pendanaan pemerintah daerah provinsi terkait program pembangunan yang bergantung pada realisasi penerimaan PKB. Selain itu, penerapan opsen pajak yang dialokasikan langsung kepada masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota dapat berpotensi meningkatkan kesenjangan antardaerah kabupaten/kota. Daerah perkotaan dengan jumlah kendaraan bermotor yang tinggi akan memperoleh penerimaan opsen pajak yang lebih besar dibandingkan dengan daerah kabupaten dengan jumlah kendaraan bermotor yang rendah. Hal tersebut berdampak pada kesenjangan kemampuan fiskal daerah untuk membangun daerahnya.
ADVERTISEMENT

Bagaimana Pengaruh Opsen PKB Terhadap Penerimaan Daerah?

Berdasarkan data realisasi penerimaan harian dari Sistem Informasi Monitoring Pajak Kendaraan Bermotor (SIMPATOR), pada 1 Februari 2025, penerimaan opsen PKB di Provinsi Kalimantan Timur mencapai Rp554.395.639. Penerimaan opsen PKB tertinggi tercatat di Pemerintah Daerah Kota Balikpapan, dengan pembayaran 572 kendaraan yang menghasilkan nilai opsen PKB sebesar Rp220.107.726. Diikuti oleh Pemerintah Daerah Kota Samarinda yang memperoleh penerimaan opsen PKB senilai Rp163.659.694 untuk 523 kendaraan. Sementara itu, penerimaan opsen PKB terendah tercatat di Kabupaten Mahakam Ulu, dengan hanya 1 kendaraan yang dibayarkan, menghasilkan nilai opsen PKB sebesar Rp65.500. Data tersebut menggambarkan peluang dan tantangan atas penerapan opsen PKB. Meskipun terdapat peluang peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, juga terdapat kesenjangan penerimaan kota-kota besar seperti Samarinda dan Balikpapan dengan penerimaan daerah kabupaten seperti Mahakam Ulu.
ADVERTISEMENT

Rekomendasi: Strategi Optimalisasi Opsen PKB

Untuk memaksimalkan peluang dan menghadapi tantangan penerapan kebijakan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Provinsi Kalimantan Timur, diperlukan beberapa langkah strategis. Pertama, pemerintah perlu meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat untuk memastikan pemahaman masyarakat terkait kebijakan ini, terutama terkait tarif pajak yang lebih rendah meski terdapat opsen pajak. Sosialisasi dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan sosialisasi, publikasi media sosial, dan kerja sama dengan sektor otomotif yang berhubungan langsung dengan kebijakan ini. Kedua, pemerintah perlu menerapkan mekanisme penyeimbang bagi kabupaten/kota dengan penerimaan opsen PKB rendah untuk menghindari terjadinya kesenjangan fiskal antardaerah. Mekanisme penyeimbang dapat dilakukan dalam bentuk insentif dukungan anggaran melalui pemerintah daerah provinsi kepada pemerintah daerah kota/kabupaten. Ketiga, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan penyesuaian tarif PKB secara berkala dengan mempertimbangkan keseimbangan antara tanggungan pajak oleh masyarakat dan kebutuhan penerimaan oleh pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Pemberlakuan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Provinsi Kalimantan Timur membuka peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah. Pada satu sisi, kebijakan ini dapat meningkatkan kemandirian fiskal daerah, mengurangi tanggungan pajak masyarakat, dan mewujudkan distribusi pajak yang lebih adil. Pada sisi lain, kebijakan ini berpotensi menurunkan penerimaan pajak bagi pemerintah daerah provinsi dan meningkatkan kesenjangan antardaerah kabupaten/kota. Oleh karena itu, diperlukan strategi seperti peningkatan sosialisasi kebijakan, mekanisme penyeimbang, dan evaluasi tarif secara berkala untuk memastikan implementasi kebijakan opsen PKB tidak hanya menjadi instrumen peningkatan penerimaan daerah tetapi juga mendorong pemerataan pembangunan serta memperkuat kemandirian fiskal di daerah Provinsi Kalimantan Timur.