Konten dari Pengguna

Partai Keadilan Sejahtera Yang Tidak Sejahtera di Pilkada

Fatih Al Khodhi'
Pekerja Teks Komersil & Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
10 Desember 2024 17:16 WIB
·
waktu baca 7 menit
Tulisan dari Fatih Al Khodhi' tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu saat menyampaikan pidato pada Rakernas PKS, Sabtu (25/2/2023). Sumber: Humas Fraksi PKS.
zoom-in-whitePerbesar
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu saat menyampaikan pidato pada Rakernas PKS, Sabtu (25/2/2023). Sumber: Humas Fraksi PKS.
ADVERTISEMENT
Rabu malam (27/11), kira-kira selepas waktu Isya, saya melepas penat setelah seharian memantau hasil quick count Pilkada 2024. Maklum, tahun ini, untuk yang pertama kalinya saya mendapatkan seorang klien yang bertarung di Pilkada 2024. Agaknya, istirahat saya pada malam itu cukup menyenangkan karena klien tersebut memenangkan Pilkada di daerahnya, walaupun dengan selisih suara yang sangat tipis dari rivalnya.
ADVERTISEMENT
Sembari bertukar pesan dengan para kolega, gawai saya memunculkan notifikasi pesan dari sebuah grup, nama grup tersebut sangat asing bagi saya, maklum, room chat WhatsApp saya acapkali dipenuhi oleh percakapan dari grup rekan kerja hingga teman semasa kuliah. Dari grup tersebut, muncul sebuah pesan dari seorang guru saya pada masa SMA, ia memberitakan tentang kekalahan kandidat yang diusung PKS di Pilkada 2024 sembari memberi motivasi kepada kami, bunyi pesannya kira-kira seperti ini
"Allah Ta'ala memiliki caranya sendiri untuk tetap merawat kontribusi siyasah dan dakwah di bumi Pertiwi. Tetap tersenyum duhai ikhwah, tetap tegap duhai jundi-jundi dakwah. Demi Allah, segala yang kita perjuangkan tidak akan sia-sia di hadapan Allah"
Saya merenung sejenak, pesan ini cukup menyayat hati bagi saya yang 12 tahun dididik di lingkungan Tarbiyah (kurikulum/gaya pendidikan yang acap digunakan oleh kader PKS, terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin di Mesir). Bagaimana tidak, Partai Keadilan Sejahtera kehilangan taringnya di berbagai daerah pada Pilkada 2024. Saya coba merangkum kekalahan PKS di beberapa 'wilayah kunci' pada Pilkada tahun ini, yang rasa-rasanya, cukup menyakitkan bagi mereka yang sering menyebut dirinya sebagai "Putra-putri kandung dakwah".
ADVERTISEMENT
Kekalahan PKS di Pilkada 2024
Di kota Depok, setelah 2 dekade menguasai daerah tersebut, Imam Budi Hartono, kandidat yang diusung PKS ditaklukkan oleh Supian Suri, bekas Sekretaris Daerah Kota Depok yang kini menjadi kader partai Gerindra. Dari berbagai kekalahan PKS di Pilkada tahun ini, agaknya, kekalahan di kota Depok yang paling menusuk hati. Bagaimana tidak, Depok merupakan daerah yang menjadi sarang dakwah kader-kader PKS. Di wilayah ini, mereka secara masif dan terstruktur merawat dan menjaga pergerakan dakwah partai. Jajaran kader hingga simpatisannya tersebar luas hingga ke wilayah ranting, perolehan kursi Legislatif PKS di Depok juga terbilang sangat 'wah', dari 50 kursi anggota DPRD kota Depok, 13 diantaranya diperoleh oleh PKS.
ADVERTISEMENT
Di Pilgub Jawa Barat, setelah sukses mendorong Ridwan Kamil berkontestasi di Jakarta, PKS dengan kepercayaan diri yang mereka miliki, mengusung presiden partai mereka di Pilgub Jawa Barat. Bukan main, kader yang diturunkan PKS di daerah ini adalah presiden partainya sendiri. Agaknya, hal ini merupakan sebuah anomali, di saat presiden/ketua umum partai yang lain menjabat sebagai Menteri atau sibuk menjadi 'King Maker', ustadz Syaikhu (sapaan akrabnya) rela 'mengecilkan kapasitas politiknya' untuk turun gunung sebagai Calon Gubernur di Pilgub Jawa Barat. Naas, paska kepemimpinan Ahmad Heryawan, agaknya, nama besar PKS di Jawa Barat kini tinggal kenangan. Mereka takluk dengan skor yang cukup telak dari pasangan Dedi Mulyadi - Erwan Setiawan.
Belum cukup di Depok dan Jawa Barat, datang dengan modal sebagai pemenang Legislatif di DPRD Jakarta, PKS kembali dipukul dengan fakta menyakitkan yang terjadi di Ibukota. Melalui berbagai macam drama, PKS yang awalnya mengusung Anies Baswedan - Sohibul Iman berbalik arah untuk merapat ke koalisi besar, Koalisi Indonesia Maju Plus di Pilgub Jakarta. Ridwan Kamil yang awalnya didorong oleh Partai Golkar untuk berkontestasi di Pilgub Jawa Barat, tergoda oleh bisikan para makelar politik untuk bertarung di Jakarta, bersanding dengan Suswono (kader PKS) sebagai wakilnya. Hasilnya? saya tidak sampai hati untuk menulisnya lagi, kawan-kawan pasti sudah tahu sendiri.
ADVERTISEMENT
Sudah jatuh, tertimpa tangga, terinjak kotoran pula. Malang sekali nasib Partai Keadilan Sejahtera di Pilkada. Lantas, apa gerangan yang menjadi faktor kekalahan PKS di 'wilayah kunci' pada Pilkada tahun ini? saya coba merangkumnya dalam 2 poin.
Faktor Kekalahan PKS di Pilkada 2024
Seperti tiki-taka Pep Guardiola yang tak selalu mendatangkan piala. Begitu pula PKS, mereka harus sadar bahwa berpolitik dengan membawa agama tak selalu membuat mereka berjaya. Jangankan berjaya, kesana kemari mengemis suara, simpatisan mereka banyak yang berpaling muka. Rasa-rasanya, PKS harus berbenah dan sadar bahwa beberapa manuver mereka tak seindah manuver Pecco Bagnaia di sirkuit Mandalika.
1. Meninggalkan Anies Baswedan
Sambutan Anies Baswedan di kantor DPP PKS saat ditetapkan sebagai Bakal Calon Presiden dari PKS. Sumber: Humas PKS.
Keputusan PKS yang 'balik badan' dalam mengusung Anies Baswedan merupakan salah satu domino effect yang membuat partai ini sulit bergerak untuk mengkonsolidasikan pemilihnya di beberapa daerah pada Pilkada 2024. Jika kita melihat kembali proses pencalonan kandidat dari PKS pada Pilgub Jakarta, awalnya, partai berlambang oren bak warna jeruk ini mendeklarasikan pasangan Anies Baswedan - Sohibul Iman untuk berkontestasi di Pilgub Jakarta. Di tengah jalan, baik PKS maupun Anies Baswedan dihadapkan oleh kebuntuan, masing-masing dari mereka sulit menemukan kawan koalisi untuk dapat berlayar di Pilgub Jakarta. PKS yang waktu itu merasa Anies tidak mengupayakan mencari kawan koalisi, mulai ancang-ancang untuk meninggalkan Anies Baswedan. Kader-kadernya muncul memenuhi podcast politik di kanal YouTube, bersliweran dari satu channel televisi ke televisi yang lain, mereka sibuk menarasikan bahwa Anies tak memenuhi tenggat waktu yang diberikan oleh PKS. Gayung bersambut, narasi pembentukan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+) mulai merebak ke media massa, terdapat isu akan terbentuk koalisi besar yang akan berlayar di Jakarta. Dan ya, untuk kelanjutan ceritanya, saya rasa kawan-kawan sudah paham semua.
ADVERTISEMENT
Lantas, se-fatal apa keputusan PKS meninggalkan Anies Baswedan sehingga mempengaruhi perolehan suara kandidat mereka di Pilkada?
Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, residu ketegangan politik di Jakarta melebar hingga Depok, para pemilih Anies di Depok enggan memilih kandidat yang dicalonkan PKS dikarenakan mereka sakit hati dengan cara PKS dalam memperlakukan Anies Baswedan pada konstelasi Pilgub Jakarta. Di Jakarta sendiri, berdasarkan data exit poll yang dihimpun oleh SMRC, pemilih PKS pada Pemilu 2024 yang memilih pasangan Ridwan Kamil - Suswono hanya berjumlah 49%. Sementara itu, 46% lainnya memilih untuk mendukung Pramono Anung - Rano Karno. Hal ini juga diakui oleh politisi senior PKS, Mardani Ali Sera, ia mengakui bahwa Anies memiliki efek yang kuat di Pilgub Jakarta dan tim RK - Suswono terlambat mengantisipasi efek dukungan Anies Baswedan ke pasangan Pramono Anung - Rano Karno.
ADVERTISEMENT
2. Positioning Yang Tidak Jelas!
Pada bagian ini, saya akan menjelaskan kesalahan PKS dalam sudut pandang seorang marketer. Dalam mempromosikan sebuah produk, penting bagi seorang marketer untuk memiliki positioning yang jelas dalam mempromosikan produknya. Singkatnya, marketer harus tahu kepada siapa produk tersebut akan dijual, berapa harganya, dan bagaimana kebiasaan/behaviour dari target market yang ingin mereka optimalkan?
Dalam hal ini, PKS tidak memiliki positioning yang jelas. Pemilih PKS dalam dua edisi Pemilu terakhir ini merupakan kumpulan pemilih yang 'jengah' dengan kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Alih-alih merawat para pemilihnya untuk kepentingan Pilkada 2024, PKS memilih merapat ke pemerintahan presiden Prabowo Subianto yang sejak lama dipersepsikan sebagai kelanjutan dari pemerintahan presiden Joko Widodo. Berbagai isu di balik layar menyertai fenomena ini, ada sebuah reportase yang menyatakan PKS dijanjikan 'kursi kabinet' di pemerintahan Prabowo Subianto. Namun, hingga presiden Prabowo mengumumkan daftar Menteri/Wakil Menteri/Utusan Khusus dan berbagai macam aksesoris pemerintahan lainnya, tak satupun ditemukan figur yang memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) PKS yang mengisi posisi-posisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Agaknya, sebagai catatan evaluasi, PKS harus memperjelas positioning mereka dalam konstelasi politik dalam negeri. Agar para target market mereka merasa bahwa dagangan berupa partai politik ini memiliki pendirian yang jelas atas segala sikap politik yang menyertai mereka, baik di legislatif maupun di eksekutif.
Setelah menuai hasil yang tidak begitu memuaskan di Pilkada tahun ini, saya justru penasaran, seberapa jauh PKS belajar dari kegagalan mereka di Pilkada tahun ini? evaluasi seperti apa yang akan mereka pelajari?
Meminjam apa yang dikatakan oleh Habib Aboe Bakar Al-Habsyi (Sekjen PKS) sebelum Pilkada berlangsung, ia berkelakar "Kekuasaan itu indah, kawan-kawan". Jika tulisan ini sampai kepadanya, ingin sekali saya bertanya "Ustadzi, jika kekuasaan seindah yang Antum bayangkan, lantas, sepahit apa rasanya menelan kekalahan?"
ADVERTISEMENT