Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerita Pendek Dulu
28 Oktober 2022 17:54 WIB
Tulisan dari Muhammad Yaasiin Fadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dulu, aku masih ingat sekali, selesai kelas mata kuliah Teori Sastra waktu itu, kita berjalan di lorong kampus membicarakan hal yang tidak jelas dan aku suka meledekmu sampai-sampai membuatmu jengkel denganku.
ADVERTISEMENT
"Eh, kok pakai masker muluk sih, kagak dibuka-buka," kataku meledek. "Emang kenapa? Masalah buat loh," jawabmu jengkel.
"Kalau dibuka pasti bau."
‘"Sok tau, sembarangan aja kamu Yas kalo ngomong," sambil tertawa dan memukul. "Eh Yas, ikut aku yuk"
"Ke mana?"
"Ke Pulau Tidung."
"Sama siapa saja?"
"Sama teman-teman gibah ku itu, si Yanti, Yuli, dan Yatin."
"Cewek semua, kagak ah, kamu saja yang pergi, mereka juga kagak bawa cowok nya. Masa iya aku cowok sendiri."
"Ya sudah kalau memang tidak mau ikut, sahabat cantikmu ini mau pulang dulu."
"Aku antar kamu pulang ya," kataku. "Kagak usah, kamu sudah ditunggui sama teman-teman kamu."
"Tidak apa, aku bisa antar kamu pulang dulu, nanti menyusul mereka."
ADVERTISEMENT
"Kagak usah Yas aku bisa sendiri kok, sudah tenang aja, aku bisa pulang sendiri."
Seandainya aku tahu, setelah ini aku tidak bisa melihat matamu yang indah itu lagi, setelah ini aku tidak bisa melihatmu lagi. Kau bagaikan nyanyian bagiku Sal.
Dulu, andai saja aku menerima ajakanmu itu, mungkin kamu masih ada sampai sekarang. Dulu, seharusnya aku selalu ada menemani kamu dan menjagamu. Sampai saat ini, aku selalu merasa bersalah ketika mengingat siaran berita di televisi bahwa ada perempuan berumur 19 tahun yang tenggelam saat bermain di pinggir Pulau Tidung. Sejak saat itu aku selalu bertanya-tanya, bagaimana kamu bisa tenggelam? Padahal kamu adalah orang yang sangat mahir berenang. Setiap mengingat itu perasaanku selalu menjadi tidak karuan dan sesak napas.
ADVERTISEMENT
Dulu, di setiap malam Minggu aku dan kamu datang ke kafe dekat rumah kamu hanya untuk mengisi waktu kita dengan obrolan yang tidak jelas arahnya ke mana, namun dengan itu rasa hati dan harapan bisa tumbuh menjadi ikatan yang kuat. Sejak kamu pergi, aku menjadi semakin sering ke tempat favorit kamu. Iya, hampir setiap hari aku datang ke kafe itu, hanya memesan secangkir kopi, lalu duduk di pojok samping jendela, seperti itulah kamu dulu, kamu hanya mau duduk di samping jendela paling pojok.
Katamu dulu, "Aku yang duduk disitu ya, kagak ada yang boleh duduk di situ selain aku, titik kagak pakai koma." Aku selalu menjawab "Iya iya, galak amat, awas nanti cepat tua loh."
ADVERTISEMENT
"Biarkan saja."
"Nanti kamu jadi perawan tua," kataku sambil tertawa lepas.
Di sana aku hanya duduk sambil melihat foto-foto kita waktu itu di sini. Foto itu tidak ada yang aku hapus satu pun dalam galeri hp ku, semuanya aku simpan, bahkan ada yang aku cuci dan dipajang di kamarku.
Aku rindu kamu Sal, satu-satunya cara untuk mengisi kerinduan ini hanya dengan datang ke tempat ini. Selepas dari kafe, aku pergi ke tempat pamanku, dia seorang penjual burung hias, yang harganya bisa membeli satu sepeda motor Honda keluaran terbaru. Di pintu masuk rumahnya ada seekor burung Beo yang suka bilang "Assalamualaikum-Assalamualaikum" warnanya yang cantik membuat mata orang yang ingin masuk selalu tertarik dengan bulunya yang berarna merah bercampur biru itu. Aku datang kesana berniat untuk membeli satu ekor burung Lovebird Biola Blue, burung ini sangat menarik perhatian, memiliki bulu yang bagus dengan paduan warna biru yang membuatnya semakin terlihat cantik. Harganya 40 juta.
ADVERTISEMENT
Di saat tawar-menawar, pamanku berkata, "Kamu tau enggak, kenapa kalau orang menikah biasanya menggunakan simbol burung merpati?" Aku hanya menggeleng kepala saja. "Burung merpati itu lambang dari keharmonisan dan kesetiaan, mereka biasanya hanya memiliki satu kekasih dalam seumur hidup. "Melanjutkannya lagi. "Kamu tau enggak alasan burung itu dibebaskan?"
"Karena melambangkan kebebasan?" Aku menjawab ragu.
"Jadi, intinya apa?" Tanya paman lagi. "Intinya adalah kamu harus menjadi orang yang setia dan juga kamu harus menjadi orang yang bebas."
"Maksudnya setia dan bebas itu bagaimana?" Tanyaku.
"Kamu ini masa kagak mengerti, ketika kamu memiliki kekasih, jadilah yang paling setia, lalu ketika kamu ditinggalkan, jadilah kamu seperti orang yang bebas, tidak berdiam diri seperti orang yang mati." Kata paman menjelaskan.
ADVERTISEMENT
Dulu, aku jadi ingat perkataan paman mirip dengan perkataanmu dulu, waktu itu kamu pernah bilang. "Yas, kalau kamu mencintai wanita, jadilah seperti burung merpati, selalu mencintai sepanjang waktu, seandainya cintamu itu tidak terwujud, jadilah orang yang bebas."
"Maksudnya bebas bagaimana Sal?" Tanyaku bingung.
"Iya, menjadi orang bebas, tidak terikat dengan masa yang sudah lewat, dan terus berjalan di atas bumi ini dengan gagah." Katamu sambil menatap serius.
Setelah setuju dengan kesepakatan harga, aku pun keluar dari rumah paman, diiringi suara salam dari burung Beo.
Aku keluar dengan perasaan yang benar-benar lega, aku berjalan seperti orang yang gagah di atas bumi, dan aku merasa seperti orang yang paling bebas di dunia. Seperti seekor burung yang dilepas dari kandangnya.
ADVERTISEMENT