Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melawan Pernikahan Anak di India: Menegakkan Hak Asasi Manusia untuk Masa Depan
7 Juni 2024 17:49 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Luh Eka Puja Aryanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hak Asasi manusia (HAM) umumnya dipahami sebagai hak hak yang melekat pada diri manusia. Konsep HAM membenarkan manusia untuk menikmati hak asasinya tanpa membedakan ras, agama, jenis kelamin, warna kulit, Bahasa, dan aspek lainnya. pada tahun 1984, HAM telah dikodifikasikan secara internasional, regional, dan sistem hukum nasional. Hukum Hak Asasi Manusia mewajibkan negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari tulisan Syofyan dan Didi dalam perkembangannya hak asasi manusia, khususnya hak untuk ibu dan perempuan merupakan bagian yang sangat melekat dari HAM, begitu juga dengan anak. Hak-hak untuk anak dituangkan dalam Konvensi Hak Anak pada tahun 1989 setelah CEDAW dan mulai berlaku pada tahun 1990. Konvensi Hak Anak Menjabarkan hak asasi anak di seluruh dunia seperti, hak untuk bertahan hidup, hak untuk mengembangkan diri secara maksimal, hak untuk mendapatkan perlindungan dari pelecehan atau bahaya, serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan keluarga, budaya, dan sosial. 4 prinsip inti dari Konvensi Hak Anak ini adalah: non-discrimination, the best interests of the child, the right to life survival and development, dan respect for the views of the child. Saat ini telah banyak negara yang ikut menerapkan Konvensi Hak Anak.
ADVERTISEMENT
India adalah salah satu negara yang ikut serta menerapkan perjanjian internasional terkait HAM, seperti CEDAW, CRC, serta perjanjian internasional lainnya. India juga mempunyai kerangka hukum nasional untuk menangani HAM, khususnya pernikahan anak. Meski demikian, India masih tercatat sebagai negara dengan jumlah pernikahan anak tertinggi di dunia dengan lebih dari 40% pernikahan anak terjadi di India (Preventing Child Marriage in India through Education and Community Mobilization, 2023). Kasus pernikahan anak di India disebabkan oleh berbagai faktor.
Dilansir dari United Nations Population Fund (UNPFA), salah satu penyebab terjadinya pernikahan anak di India Akibat dari kemiskinan yang mengakar serta tradisi yang telah berlangsung lama di India. Lebih dari 40% pernikahan anak terjadi di India. Meskipun angka pernikahan tersebut sempat turun pada tahun 2009 menjadi 46%, namun di beberapa negara bagian persentase pernikahan dini di India masih melebihi angka 50% ditemukan di Bihar, Jharkhand, dan Andhra Pradesh. Kasus pernikahan dini ini lebih sering terjadi di daerah pedesaan India.
ADVERTISEMENT
Pemerintah India telah berupaya untuk mengekang praktik tersebut dalam beberapa tahun terakhir dengan meningkatkan usia menikah bagi anak perempuan, dan dengan melakukan uji coba intervensi inovatif di komunitas berisiko tinggi yang tentunya telah membantu menurunkan angka pernikahan anak. Meskipun demikian, praktik ini terus berlanjut, didorong oleh tradisi dan diperburuk oleh kemiskinan. Keluarga di India melihat jika anak perempuan sebagai beban ekonomi yang hanya akan berakhir ketika ia menikah, yang mana jika “mahar pengantin” atau maharnya akan semakin mahal jika ia semakin tua dan berpendidikan lebih tinggi. Faktor ekonomi lainnya, seperti biaya menyelenggarakan upacara perkawinan, juga dapat menyebabkan terhadap pernikahan dini pada anak perempuan. Di Rajasthan, tidak jarang beberapa anak perempuan dalam satu keluarga dinikahkan dalam satu upacara untuk menghemat biaya.
ADVERTISEMENT
Ketika anak perempuan telah mencapai usia remaja, ketika tanda-tanda pubertas pertama kali muncul dan penundaan pernikahan dapat menjadi hal yang memalukan bagi keluarga karena kesucian mungkin terancam. Di beberapa daerah, terdapat tradisi yang memperbolehkan keluarga untuk menikahkan anak perempuannya yang baru lahir, sehingga meskipun anak perempuan tersebut tinggal bersama orang tuanya hingga pubertas, nasibnya sudah ditentukan saat masih bayi. Hal inilah yang membuat pernikahan anak masih saja terjadi di India.
Hal ini kemudian membuat terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, peningkatan risiko kematian ibu dan anak akibat dari pernikahan dini karena belum siapnya tubuh dan mental perempuan yang melakukan pernikahan dini untuk memiliki anak. Berdasarkan data UNICEF mengenai pernikahan anak di India, anak perempuan yang berusia antara 15-19 tahun kemungkinan besar untuk meninggal karena alasan kehamilan dibandingkan perempuan yang berusia 20-24 tahun. Dikutip dari United Nations Populations Fund (UNPFA), angka kematian neonatal (bayi masa sejak lahir hingga 4 minggu (28 hari) setelah kelahiran), bayi, dan anak jauh lebih tinggi pada anak perempuan muda di India. Anak perempuan berusia antara 15-19 tahun lebih mungkin (66,6%) mengalami komplikasi persalinan dibandingkan dengan perempuan berusia 30-34 tahun (59,7%). Risiko tertular HIV/AIDS dan infeksi menular seksual lainnya lebih tinggi di kalangan remaja perempuan karena suami mereka yang berusia lebih tua lebih besar kemungkinannya terkena infeksi karena kemungkinan besar mereka melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan berganti-ganti pasangan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, angka putus sekolah anak perempuan berkaitan erat dengan angka pernikahan anak. Hal ini membuat keterbelakangan pembangunan dan ketimpangan ekonomi di wilayah-wilayah miskin di India. Hanya 49% anak perempuan pada tahun 2007-2010 yang bersekolah di sekolah menengah. Anak perempuan dan perempuan di Rajasthan melaporkan bahwa pendidikan bagi pengantin anak bergantung pada keinginan mertua mereka. Anak perempuan menikah yang tidak berpendidikan tumbuh tanpa keterampilan yang diperlukan untuk memasuki pasar tenaga kerja, sehingga membatasi kemajuan ekonomi individu dan keluarga mereka. Hal ini menghambat kemajuan dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium dalam pengentasan kemiskinan dan kesetaraan gender.
Untuk menangani hal tersebut, terdapat rekomendasi yang dikutip dari Laporan UNPFA dengan International Center for Research on Women (ICRW), AFPPD dan Australian AID sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Memperkuat sistem pencatatan vital: Mengusulkan dan mendukung UU yang meningkatkan kualitas kelahiran dan sistem pencatatan pernikahan di India diperlukan. Pencatatan kelahiran di negara ini berada pada angka yang rendah yaitu 41%. Mencegah pernikahan dini menjadi hampir mustahil jika usia anak perempuan pada saat menikah tidak dapat dibuktikan.
Memperkuat mekanisme penegak hukum: Investasi tambahan pemerintah dalam membangun kapasitas penegakan hukum di komunitas, distrik, dan negara bagian yang rentan sangatlah penting saat ini. Misalnya, petugas kepolisian, pejabat kehakiman, dan perwakilan pemerintah daerah di daerah yang tingkat pernikahan anak-anaknya tinggi.
Berinvestasi dalam pendidikan untuk anak perempuan: Menjangkau lebih banyak anak perempuan di India melalui layanan pendidikan merupakan tindakan penting dalam strategi nasional untuk membantu mengurangi angka pernikahan anak. Hal ini penting untuk mengatasi transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah, karena angka putus sekolah di kedua sekolah tersebut sangat tinggi. Mewajibkan sekolah menengah bagi semua anak juga akan membantu mencegah angka putus sekolah sebagai akibat dari pernikahan anak. Pejabat pendidikan dapat membantu memfasilitasi akses terhadap pendidikan bagi anak perempuan melalui kampanye kesadaran, program beasiswa, melengkapi sekolah dengan toilet yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dan memberikan pelatihan bagi guru dan staf sekolah tentang cara memastikan lingkungan yang aman bagi semua siswa.
ADVERTISEMENT
Life skills educations dan pemerdayaan untuk anak perempuan: Program yang memberikan pendidikan mengenai life skills bagi anak perempuan di masa remajanya telah dievaluasi dan terbukti mempunyai dampak positif yang signifikan di India. Organisasi-organisasi pembangunan besar telah mempelopori sebagian dari pekerjaan ini. Intervensi ini dapat ditingkatkan skalanya dan dilaksanakan oleh pemerintah India melalui kemitraan dengan organisasi non-pemerintah. Selain itu, dengan menyadari bahwa kesulitan ekonomi terkait dengan kurangnya pendidikan akibat dari pernikahan paksa, sehingga sangat disarankan agar pembuat kebijakan mendukung intervensi yang lebih komprehensif untuk pemberdayaan ekonomi anak perempuan.
Membuat kampanye peningkatan kesadaran: Pendidikan publik yang komprehensif dan kampanye media massa mengenai dampak buruk perkawinan anak dan undang-undang yang mengatur praktik tersebut harus diterapkan di wilayah-wilayah yang berisiko tinggi. Secara khusus, upaya penjangkauan dan sosialisasi harus dilakukan dengan para pemimpin agama karena mereka sangat dihormati dan dapat memainkan peran yang cukup kuat dalam mencegah pernikahan anak. Mereka tahu cara berkomunikasi secara efektif dengan orang tua dan pendapat mereka sangat dijunjung tinggi. Selain itu, para pemimpin agama memimpin banyak upacara pernikahan. Dengan mengubah keyakinan mereka mengenai perkawinan anak dan pembayaran mahar, maka akan lebih mudah untuk mengubah perilaku masyarakat.
ADVERTISEMENT
Diharapkan dari adanya rekomendasi ini dapat menurunkan angka pernikahan anak di India.
Sumber
Child Marriage in Southern Asia – Policy Options for Action - Afghanistan. (2012, October 11). ReliefWeb. https://reliefweb.int/report/afghanistan/child-marriage-southern-asia-%E2%80%93-policy-options-action
Preventing child marriage in India through education and community mobilization. (2023, August 21). UN Women – United Nations Trust Fund to End Violence against Women. https://untf.unwomen.org/en/stories/news/2023/08/preventing-child-marriage-in-india-through-education-and-community-mobilization
Yunita Syofyan, & Didi Nazmi. (2023, January 3). STUDI PERBANDINGAN PERKAWINAN ANAK DALAM HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN INDIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK... ResearchGate; LPPM Universitas EKASAKTI. https://www.researchgate.net/publication/368356108_STUDI_PERBANDINGAN_PERKAWINAN_ANAK_DALAM_HUKUM_ADAT_DI_INDONESIA_DAN_INDIA_DITINJAU_DARI_PERSPEKTIF_HAK_ASASI_MANUSIA