Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Teori Realisme dalam Hubungan Internasional
4 Agustus 2024 9:15 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Luh Eka Puja Aryanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Realisme merupakan suatu teori yang yang paling sering terdengar di kalangan mahasiswa Hubungan Internasional yang dikemukakan oleh Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes. Teori Realisme sangat mendominasi saat perang dingin terjadi, yang mana menjelaskan mengenai perang dan aliansi yang terjadi saat itu. Realisme selalu berpendapat berdasarkan pandangan yang sebenarnya, bukan pada apa yang seharusnya. Mereka juga berpendapat jika prinsip moral tidak bisa diterapkan dalam memahami perilaku politik. Meskipun begitu realisme bukanlah teori yang tunggal. Realisme dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu realisme klasik dan neo-realisme .
ADVERTISEMENT
Realisme klasik dikemukakan oleh Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan Morgenthau. Hans J. Morgenthau meyakini jika negara memiliki sifat yang sama dengan manusia (human nature) yang memiliki sifat egois untuk mendominasi sesuatu dari lainnya, karena keinginan untuk mendominasi inilah yang membuat mereka melakukan perang. Kemudian Thucydides mengatakan jika perang merupakan sebuah langkah yang cukup ampuh untuk stabilitas, karena negara tidak opsi lain selain melakukan pemerintahan yang anarki. Hobbes menciptakan tiga asumsi mengenai realisme klasik, yaitu :
1. Men are equal, yang artinya tiap manusia itu setara, antara laki-laki dan perempuan itu sama.
2. They interact in anarchy, karena tidak adanya pemerintahan tertinggi sehingga tidak ada yang menjamin keamanan mereka dalam situasi perang.
ADVERTISEMENT
3. They are driven by competition, diffidence and glory, menurut realis perang merupakan solusi untuk menyeleksaikan konflik yang terjadi antar negara. Menurut mereka politik internasional itu adalah power politics, yang dianggap sebagai sebuah tempat untuk saling bersaing, konflik, dan perang untuk mempertahankan kepentingan masing-masing negara.
Sedangkan Neo-realisme yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz tidak melihat sifat dasar manusia seperti yang dikemukakan oleh Hobbes, namun Neo-realis lebih fokus melihat pada akibat dari sistem internasional dan fokus dengan peningkatan kerjasama dan kesetaraan. Menurut Waltz international system itu terdiri dari beberapa negara besar yang sama-sama berusaha untuk bertahan. karena dunia ini anarki , jadi mereka harus berusaha sendiri untuk mempertahankan negaranya. Waltz juga berpendapat karena hal inilah negara yang memiliki less power saling bersekutu untuk mengimbangi dan melawan negara-negara great power, bukannya malah bergabung dengan negara high power. Neo-realis beranggapan jika sistem internasional itu anarki maka akan memberikan pengaruh kepada perilaku suatu negara.
ADVERTISEMENT
Adapun perbedaan antara reealisme dengan Neo-realisme, yaitu menurut realis politik internasional merupakan aksi negara dalam sistem, sedangkan menurut neo-realis pengaruh dari struktur itu harus dipertimbangkan.
Power menurut realis merupakan tujuan akhir, sedangkan neo-realis menganggap power adalah kemampuan gabungan antara negara, power juga memberikan tempat untuk sebuah negara dalam sistem internasional.
Menurut realis anarki merupakan suatu kondisi sistem, sedangkan no-realis anarki itu yang membentuk sistem.
Dapat disimpulkan jika teori Neo-realisme itu ada untuk menyempurnakan teori sebelumnya. Maka dari itu, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat, namun masih ada kesamaan jika negara memerlukan power. Baik realis ataupun neo-realis itu sama-sama berbicara mengenai power.
Perbedaannya terletak di bagaimana caranya memperoleh power tersebut. Dalam realis power diperoleh dari negara sehingga kepemilikannya itu mutlak, sedangkan neo-realis power itu bisa dibagi antar negara yang less power dan negara yang great power.
ADVERTISEMENT