Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Membedah Strategi Modernisasi Pajak Daerah: Tantangan dan Solusi
4 Februari 2025 12:30 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Aldi Marwansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan penting bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada dasarnya, pendanaan untuk penyelenggaraan pembangunan daerah didukung dengan adanya
ADVERTISEMENT
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sayangnya, hingga kini peran pajak daerah masih belum dioptimalkan secara maksimal oleh pemerintah daerah (pemda).
Faktanya, pendapatan pajak lokal masih dipandang sebelah mata. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, rasio pajak daerah masih sekitar 1,23—1,32% dari PDB sejak tahun 2020 hingga 2023. Nilai ini masih jauh dari target yang dicanangkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yaitu 3% dari PDB.
Ketergantungan daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun masih terlihat jelas. Hal ini tercermin dari tren kenaikan Transfer ke Daerah (TKD) yang terus meningkat selama tiga tahun terakhir, yakni dari Rp814,72 triliun pada APBN 2023 sampai dengan Rp919,87 triliun pada APBN tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Situasi ini menunjukkan bahwa pemda masih mengandalkan dana dari pusat untuk membiayai program daerah.
Untuk dapat mengurangi ketergantungan tersebut, perlu ada upaya-upaya konkret yang dilakukan oleh pejabat daerah. Salah satunya adalah modernisasi administrasi perpajakan. Namun, sebelum dapat melakukan modernisasi, terdapat hal-hal yang perlu diketahui terlebih dahulu.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan, sebenarnya telah berupaya memperbaiki kondisi ini melalui terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Regulasi tersebut bertujuan untuk memperkuat local taxing power dengan mendorong kemandirian fiskal daerah.
Kemandirian fiskal merupakan pokok penting bagi daerah untuk lebih fleksibel dalam menjalankan program pembangunan daerah, memperkuat infrastruktur, serta meningkatkan pelayanan publik tanpa adanya ketergantungan berlebih pada dana pusat. Namun, implementasi dari kebijakan ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
ADVERTISEMENT
Untuk dapat membangun kemandirian fiskal yang baik, pemda perlu melakukan pembenahan di berbagai aspek dalam menjalankan fungsi pengelolaan pendapatan daerah.
Aspek-aspek tersebut termasuk penerimaan, operasional, dan tata kelola administrasi pajak daerah. Perbaikan aspek-aspek tersebut tercermin dari adanya modernisasi administrasi perpajakan.
Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah yang tepat sebelum melakukan modernisasi administrasi perpajakan daerah, terlebih saat ini masih dalam masa pascapemilu 2024.
Langkah pertama, hal utama yang harus dilakukan adalah penguatan nilai integritas organisasi. Hal ini sangat krusial dilakukan karena modernisasi administrasi perpajakan tidak akan efektif jika tidak didukung oleh tata kelola yang baik.
Tanpa integritas, bagaimana mungkin masyarakat percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan digunakan dengan baik. Sebagai contoh, berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), indeks rata-rata nasional SPI masih di angka 71,5 di tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Angka ini berarti korupsi di Indonesia masih sangat rentan di lingkungan Kementerian/Lembaga termasuk pemda.
Penguatan nilai integritas organisasi berkaitan erat dengan upaya meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak daerah. Hal ini berkaitan dengan salah satu faktor tingkat kepatuhan, yaitu tingkat kepercayaan wajib pajak daerah terhadap lembaga pengelola pajak daerah.
Jika tingkat kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan maka secara signifikan akan memengaruhi rasio penerimaan daerah menuju angka yang ditargetkan sebesar 3% dari PDB.
Langkah kedua, pembenahan dapat dilanjutkan dengan menganalisis kondisi terkini pengelolaan administrasi perpajakan daerah. Analisis tersebut dapat dilakukan melalui suatu kerangka kerja yang disebut Standar Indeks Kinerja Administrasi Pajak Daerah (SIKAP).
Kerangka kerja SIKAP dikembangkan oleh tim Tax Revenue Administration Modernization and Policy Improvement in Local Governments (TRAMPIL) sebagai bentuk kerja sama Asian Development Bank (ADB) dengan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK).
ADVERTISEMENT
SIKAP digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kapasitas administrasi dan pembuatan kebijakan terkait perpajakan daerah di Indonesia. Alat ini disusun berdasarkan tiga perspektif dasar pengelolaan perpajakan daerah, yaitu perspektif penerimaan, perspektif operasional, dan perspektif tata kelola.
Analisis SIKAP pada intinya akan mengevaluasi ketiga perspektif tersebut secara kuantitatif maupun kualitatif.
Penggunaan SIKAP sebagai alat untuk mendiagnosis kondisi terkini kegiatan pengelolaan pendapatan suatu daerah merupakan hal yang krusial untuk dapat mempersiapkan langkah-langkah pembenahan berikutnya.
Dengan menggunakan SIKAP, pemda dapat mengenali lebih dalam terkait pengelolaan perpajakan daerahnya sudah sesuai standar atau belum.
Analisis SIKAP juga bisa menjadi benchmark dalam proses modernisasi administrasi perpajakan daerah dengan cara membandingkan kondisi sebelum dan setelah perbaikan.
Dengan adanya analisis SIKAP, maka pemda dapat melanjutkan ke langkah terakhir dalam rangka upaya pendorongan kemandirian fiskal daerah, yaitu modernisasi administrasi pajak daerah.
ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk modernisasi administrasi pajak adalah dengan cara melakukan digitalisasi sistem administrasi perpajakan. Digitalisasi dapat dilakukan mulai dari tahap pendaftaran wajib pajak daerah maupun pembayaran pajak secara daring.
Sebagai contoh inovasi yang telah diterapkan adalah adanya e-BPHTB yang disediakan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, info PKB yang disediakan oleh Bapenda Jawa Timur, dan e-SPPT yang disediakan oleh Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor. Namun, upaya digitalisasi ini masih belum diadopsi secara merata oleh banyak daerah di Indonesia.
Belum meratanya pengadopsian digitalisasi perpajakan merupakan tantangan yang cukup berat. Hal ini berkaitan erat dengan berbagai faktor yang jika dikerucutkan disebabkan oleh faktor sumber daya manusia (SDM) dan anggaran.
ADVERTISEMENT
Faktor SDM disebabkan belum adanya tenaga yang mumpuni untuk mengelola sistem administrasi berbasis digital sedangkan faktor anggaran terkait dengan belum adanya alokasi anggaran yang cukup untuk mendigitalisasi sistem administrasi perpajakan.
Terkait SDM, badan pengelola perpajakan daerah dapat bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam pelatihan pengelolaan teknologi dan informasi sistem administrasi. Selain pelatihan ke pihak eksternal, perlu juga dilakukan internalisasi secara menyeluruh terkait pengelolaan sistem administrasi tersebut.
Pelatihan internal dapat dilakukan secara berkala dan komprehensif agar tujuan dari digitalisasi dapat tercapai dengan baik.
Untuk faktor anggaran, hal ini berkaitan dengan alokasi anggaran yang cukup untuk membangun sistem digitalisasi itu sendiri, termasuk investasi jangka panjang terkait perangkat keras, perangkat lunak, serta infrastruktur penunjang lainnya.
ADVERTISEMENT
Tanpa adanya anggaran yang memadai, implementasi digitalisasi perpajakan daerah akan sulit berjalan dengan optimal.
Faktor-faktor tersebut bisa dikatakan tantangan. Akan tetapi, hal yang paling utama sebenarnya adalah faktor-faktor tersebut dapat diselesaikan dengan komitmen dari para pejabat daerah.
Modernisasi administrasi perpajakan daerah bisa dikatakan sebagai upaya jangka panjang dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah.
Komitmen dari pejabat daerah akan sangat membantu dalam mempercepat implementasi digitalisasi perpajakan.
Pada akhirnya, untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah, diperlukan upaya-upaya konkret yang harus dilakukan oleh pemangku kepentingan.
Upaya itu tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan peraturan dan sistem yang sudah tersedia saat ini.
Modernisasi perpajakan bukanlah sebuah kemustahilan, tetapi juga bukanlah hal yang dapat dicapai secara instan.
ADVERTISEMENT
Diperlukan perencanaan yang matang, kolaborasi yang efektif, serta evaluasi yang berkelanjutan secara menyeluruh agar pajak daerah benar-benar dapat menjadi pondasi yang kokoh untuk pembangunan yang berkelanjutan.