Konten dari Pengguna

Dampak Buruk Fenomena Klientelisme terhadap Agenda Demokrasi Elektoral

Ahmad Rizky Ramadhani
Seorang mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. Memiliki ketertarikan kuat pada isu-isu Internasional, ekonomi, sosial, politik, dan teknologi. Dengan latar belakang akademis yang mendalam dan aktif dalam menulis & membuat publikasi.
31 Desember 2024 7:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Rizky Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang idealnya menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pemilu adalah instrumen utama yang memungkinkan masyarakat memilih pemimpin yang dianggap mampu mewakili kepentingan mereka. Namun, dalam praktiknya, demokrasi sering kali menghadapi tantangan, salah satunya adalah fenomena klientelisme.
ADVERTISEMENT
Klientelisme adalah hubungan transaksional antara politisi dan pemilih, di mana dukungan politik diberikan dengan imbalan bantuan material atau janji tertentu. Praktik ini sering kali muncul dalam masa pemilihan umum, baik dalam skala lokal seperti Pilkada, maupun nasional seperti Pilpres. Misalnya, pemberian serangan fajar berupa uang tunai, sembako, atau janji proyek pembangunan sering menjadi cara politisi untuk menarik simpati pemilih. Fenomena ini tidak hanya menggeser fokus pemilu dari perdebatan kebijakan menjadi transaksi jangka pendek, tetapi juga mencederai semangat demokrasi.
Masyarakat yang masih bergulat dengan ketimpangan ekonomi dan kurangnya pendidikan politik sering kali menjadi sasaran empuk praktik ini. Pilkada dan Pilpres dalam beberapa waktu kemarin menunjukkan pola kampanye yang sarat dengan praktik politik uang dan patronase (dukungan), yang telah menjadi isu besar di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Elektoral. Source: Shutterstock.Fstop Images

Apa itu klientelisme?

Klientelisme merupakan suatu bentuk hubungan politik yang bersifat transaksional, di mana politisi atau kandidat menawarkan manfaat material, seperti uang, barang, atau jasa, kepada pemilih dengan imbalan dukungan politik, seperti suara dalam pemilu. Hubungan ini cenderung bersifat pribadi dan tidak berbasis kebijakan publik atau visi jangka panjang, melainkan lebih pada kepentingan jangka pendek.
Berbeda dengan politik programatik, di mana kandidat menawarkan solusi berbasis kebijakan untuk masalah yang dihadapi masyarakat, klientelisme lebih mengandalkan pendekatan pragmatis: memberi sesuatu yang langsung terlihat atau dirasakan manfaatnya. Hal ini sering kali dilakukan melalui praktik seperti:
ADVERTISEMENT

Mengapa Klientelisme Bisa Terjadi?

Sebuah fenomena ini tidak terlepas dari beberapa faktor yang melekat dalam struktur sistem sosial dan politik di masyarakat:
ADVERTISEMENT

Dampak Klientelisme terhadap Demokrasi dan Masyarakat

- Efek terhadap Demokrasi

ADVERTISEMENT

-Efek terhadap Masyarakat

ADVERTISEMENT
Dalam konteks elektoral, partai politik sebagai organisasi lokal menjadi fungsionaris bagi warga negara yang ingin terjun dalam politik elektoral. Mereka akan dihadapkan pada dorongan partisipasi politik serta membangun komunitas jika diamtara mereka memiliki pemikiran politik yang sama. Secara idealis, adanya partai politik yang seharusnya bergantung sistem kebijakan dan daya tarik untuk menarik pemilih, tetapi fakta dilapangan jika diihat, partai politik menjadi kecendurungan yang memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu sebagai imbalan melalui perolehan suara elektoral. Partai politik klientelis seperti ini akan fokus pada pemberian manfaat kepada masyarakat kelas bawah. Akibatnya akan mempengaruhi kesenjangan sosial di tatanan masyarakat. Negara berkembang terutama, dianggap gagal dalam menyediakan jaringan pengaman sosial karena praktik klientilisme seperti ini akan meluas dan menjadi sebuah habit buruk yang merusak sistem demokrasi negara.
ADVERTISEMENT