Konten dari Pengguna

Dari Hashtag ke Kebijakan: Disrupsi Digital dalam Transnational Advocacy Network

Ahmad Rizky Ramadhani
Seorang mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. Memiliki ketertarikan kuat pada isu-isu Internasional, ekonomi, sosial, politik, dan teknologi. Dengan latar belakang akademis yang mendalam dan aktif dalam menulis & membuat publikasi.
23 Februari 2025 15:01 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Rizky Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini kita telah memasuki era digitalisasi, advokasi telah mengalami banyak transformasi besar. Jika dalam pendekatan tradisional, kampanye sosial bergantung pada lobi politik serta demonstrasi fisik, kini media sosial telah menjadi alat utama dalam memperjuangkan isu-isu global. Salah satu fenomena yang kita temui saat ini adalah bagaimana hashtag di media sosial dapat berperan dalam membentuk opini publik, menekan institusi, dan bahkan mengubah kebijakan. Inilah yang dikenal sebagai disrupsi digital dalam Transnational Advocacy Network (TAN).
Ilustrasi jaringan advokasi. Source: Shutterstock.Panchenko Vladimir
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jaringan advokasi. Source: Shutterstock.Panchenko Vladimir

Transnational Advocacy Network dan Digitalisasi Advokasi

Transnational Advocacy Network (TAN) adalah jaringan aktor lintas negara yang terdiri dari NGO, akademisi, aktivis, dan organisasi internasional yang bekerja sama untuk memengaruhi kebijakan dan norma global. Konsep TAN diusung oleh Margareth Keck dan Kathryn Sikkink. TAN dapat diartikan sebagai sekumpulan aktor dengan kesamaan nilai, norma, dan diskursus yang saling bertukar informasi dan sumber daya lainnya. Sebelum memasuki era digital, TAN mengandalkan pertemuan diplomatik, petisi fisik, dan media tradisional untuk menyuarakan isu-isu global. Kini, dengan kehadiran platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok, advokasi dapat menjangkau audiens global dalam hitungan detik.
ADVERTISEMENT
Digitalisasi advokasi memungkinkan kampanye menjadi lebih inklusif, partisipatif, dan cepat berkembang. Viralitas sebuah hashtag dapat mendorong masyarakat global untuk bersatu dalam suatu isu dan menciptakan tekanan politik yang signifikan. Proses digitalisasi ini juga memberikan kesempatan bagi individu untuk berkontribusi dalam advokasi, tanpa harus terikat pada struktur formal organisasi. Setiap orang dapat menjadi agen perubahan dengan cara membagikan ide dan informasi melalui platform yang ada. Dalam hal ini, kekuatan kolaborasi online menjadi elemen kunci dalam memperkuat pesan dan menyebarkan informasi secara cepat.

Data dari Pengaruh Dampak Hashtag dalam Advokasi Global

Hashtag tidak hanya sekadar menjadi tren, tetapi juga alat advokasi yang kuat. Beberapa kejadian masa lampau yaitu kampanye hashtag yang berhasil memengaruhi kebijakan global antara lain:
Data diatas telah dikumpulkan dari beberapa sumber seperti artikel, jurnal serta laporan media Internasional dengan teknik kolektif data.
ADVERTISEMENT

Strategi Sukses dalam Kampanye Digital

Agar sebuah kampanye advokasi berbasis media sosial sukses, beberapa strategi berikut perlu diperhatikan:
ADVERTISEMENT

Tantangan dalam Advokasi Digital

Meskipun media sosial menjadi alat yang kuat dalam advokasi, ada beberapa tantangan yang perlu diwaspadai:
ADVERTISEMENT
Disrupsi digital telah mengubah cara pandang Transnational Advocacy Network beroperasi.
Namun, tantangan seperti misinformasi dan sensor tetap menjadi hambatan yang harus diatasi. Dengan strategi yang tepat, advokasi digital dapat terus menjadi senjata ampuh bagi aktivisme di era modern. meskipun dihadapkan pada beragam tantangan di era disrupsi digital ini, kita tidak dapat mengabaikan potensi besar yang dimiliki advokasi digital. Ia dapat bertahan dan membawa perubahan yang nyata, mendorong masyarakat ke arah masa depan yang lebih adil dan inklusif.