Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Peran UNCLOS dalam Penyelesaian Konflik Teritorial Sengketa Laut China Selatan
6 Januari 2025 18:29 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Ahmad Rizky Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hukum laut internasional merupakan peranan yang sangat penting dalam mengatur hak dan kewajiban negara-negara di perairan internasional. Adanya hukum ini, kita bisa menjamin bahwa setiap negara memiliki hak untuk berlayar secara bebas, mengeksplorasi sumber daya, dan menjalin hubungan dengan negara lain di lautan. Hukum laut juga membantu mencegah konflik antarnegara, menjaga keamanan maritim, dan melindungi lingkungan laut, sehingga menciptakan tatanan yang lebih stabil di tingkat global.
ADVERTISEMENT
Salah satu instrumen utama dalam hukum laut internasional adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut/United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang diadopsi pada tahun 1982. UNCLOS menetapkan kerangka hukum yang menyeluruh untuk semua aktivitas yang berkaitan dengan lautan, termasuk batas maritim, hak atas sumber daya, serta perlindungan lingkungan laut. Konvensi ini sangat relevan di era sekarang, karena semakin banyak negara terlibat dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut, dan konflik mengenai batas wilayah semakin sering terjadi. Salah satu contoh nyata dari sengketa yang melibatkan hukum laut internasional adalah sengketa di Laut China Selatan. Daerah ini merupakan perairan yang kaya sumber daya alam dan memiliki rute pelayaran penting.
Apa itu UNCLOS?
UNCLOS adalah hasil dari proses panjang yang dimulai sejak awal abad ke-20, saat kebutuhan untuk mengatur penggunaan laut kian meningkat seiring dengan berkembangnya perdagangan maritim dan eksplorasi sumber daya laut. UNCLOS sendiri merupakan hasil dari konferensi-konferensi PBB tentang hukum laut yang berlangsung dari tahun 1973 hingga 1982. UNCLOS memiliki 320 artikel dan 9 lampiran, yang dianggap sebagai salah satu kodifikasi hukum internasional yang paling komprehensif. UNCLOS sering disebut sebagai "konstitusi samudra".
ADVERTISEMENT
Prinsip utama UNCLOS adalah mengatur hak dan kewajiban negara-negara atas wilayah laut mereka terutama Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yang memberikan hak eksklusif kepada negara pantai untuk mengeksploitasi sumber daya laut hingga 200 mil laut dari garis pantai mereka. Selain itu, UNCLOS menetapkan hak negara atas landas kontinen, yang memungkinkan eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya bawah laut di luar ZEE jika landas kontinen negara tersebut memanjang lebih jauh.
UNCLOS menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa untuk mengatasi konflik yang timbul antara negara-negara mengenai interpretasi dan penerapan konvensi. Mekanisme utamanya adalah arbitrase internasional, di mana negara-negara dapat membawa sengketa mereka ke Pengadilan Arbitrase Permanen/ Permanent Court of Arbitration (PCA) yang disepakati. UNCLOS juga mendukung penyelesaian melalui Mahkamah Internasional untuk Hukum Laut/ International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS), yang didirikan khusus untuk menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan hukum laut. Prosedur ini bertujuan untuk memastikan bahwa sengketa diselesaikan secara damai dan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Sengketa Laut China Selatan: Latar Belakang dan Kepentingan Strategis
Laut China Selatan merupakan kawasan yang memiliki area kompleksitas geografis dan politik yang tinggi. Secara geografis, wilayah ini terletak di antara beberapa negara, termasuk China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Kawasan ini memiliki banyak pulau, atol, dan terumbu karang, yang menjadi sumber konflik antara negara-negara yang mengklaim hak tersebut. Secara politik, Laut China Selatan sering menjadi arena ketegangan yang melibatkan kedaulatan, dengan klaim yang tumpang tindih yang melibatkan berbagai negara.
Laut China Selatan memiliki dua aspek penting: strategis dan ekonomis. Dari segi strategis, kawasan ini merupakan jalur perdagangan penting yang menghubungkan antara Asia Timur dengan Samudera Pasifik dan daerah lain. Sekitar 30% perdagangan dunia melewati laut ini, yang mencakup lebih dari $5 triliun barang setiap tahunnya. Laut China Selatan kaya akan sumber daya alam, termasuk cadangan minyak dan gas. Estimasi menunjukkan bahwa terdapat sekitar 11 milliar barel minyak dan 190 triliun kaki kubik gas alam yang mungkin terdapat di bawah dasar laut. Sumber daya ini sangat strategis baik untuk konsumsi energi maupun untuk pengembangan ekonomi negara-negara di sekitarnya. Kedua aspek ini menjadikan Laut China Selatan sebagai kawasan yang sangat penting secara geopolitik dan ekonomis, di mana negara-negara yang terlibat terus berusaha untuk memperkuat klaim mereka sambil berupaya menjaga kepentingan nasional masing-masing.
ADVERTISEMENT
Implementasi yang dilakukan UNCLOS dalam Sengketa Laut China Selatan
Peran arbitrase internasional, terutama dalam sengketa Laut China Selatan, sangat penting untuk mengetahui dinamika geopolitik serta hubungan antara negara-negara yang terlibat dalam sengketa tersebut. Kasus yang ditangani oleh Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) pada tahun 2016 saat Filipina mengajukan gugatan terhadap China terkait klaimnya di Laut China Selatan. Putusan yang ditetapkan pada tanggal 12 Juli 2016 tersebut menyatakan bahwa China tidak memiliki hak historis atas sebagian besar area yang diklaimnya di Laut China Selatan dan bahwa tindakan China dalam menciptakan pulau-pulau buatan di kawasan tersebut melanggar konvensi hukum laut internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Setelah putusan PCA keluar, respon negara-negara yang terlibat sangat beragam. Filipina, sebagai penggugat, menyambut baik putusan tersebut dan berusaha untuk memanfaatkan hasilnya untuk memperkuat posisinya dalam negosiasi dengan China. Namun, China menolak untuk mengakui putusan tersebut dan menegaskan bahwa mereka tidak akan mematuhi keputusan internasional yang merugikan national interest/kepentingan nasional mereka . Dalam beberapa tahun berikutnya, China terus melakukan aktivitas militernya di daerah yang disengketakan, termasuk membangun infrastruktur dan mengerahkan kapal militer. Negara-negara lain yang juga memiliki klaim di Laut China Selatan, seperti Vietnam, Malaysia, dan Brunei, menunjukkan sikap yang lebih hati-hati, berusaha untuk menjaga hubungan diplomatik dengan China sekaligus mempertahankan hak-hak maritim mereka.
ADVERTISEMENT
Mengenai efektivitas UNCLOS dalam menangani sengketa ini, tantangan yang dialami sangat signifikan. UNCLOS, yang diadopsi pada tahun 1982, menyediakan kerangka hukum untuk pengelolaan wilayah laut dan hak-haknya, tetapi penegakan hukumnya sangat bergantung pada voluntad (kehendak) politik negara-negara anggotanya. Meskipun keputusan PCA menguatkan aspek hukum UNCLOS, tidak ada mekanisme yang kuat untuk memaksa negara mengakui dan melaksanakan keputusan tersebut. China adalah negara dengan kekuatan ekonomi dan militer yang besar, mereka dapat mengabaikan konsekuensi internasional tanpa dampak yang signifikan terhadap kebijakan luar negeri mereka. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun UNCLOS adalah alat penting untuk pengaturan hukum maritim, tantangan penegakan hukum dan aspek geopolitik sering kali menghalangi resolusi sengketa yang adil dan damai.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan menunjukkan bahwa China terus mengembangkan kapabilitas militernya di Laut China Selatan, dengan laporan yang menyebutkan bahwa China memiliki lebih dari 100 kapal yang beroperasi di area tersebut dan telah membangun beberapa pangkalan udara dan fasilitas lainnya di pulau-pulau buatan. sedangkan Filipina dan negara-negara lain di sekitarnya berusaha untuk memperkuat kerjasama militer dengan AS dan negara-negara lain sebagai bagian dari strategi untuk menanggapi agresi China dan melindungi kepentingan maritim mereka.
Tantangan Hukum Internasional dalam Penyelesaian Sengketa
Keterbatasan hukum internasional dalam menghadapi negara-negara yang tidak patuh menjadi perhatian hubungan antarnegara. Salah satunya adalah kurangnya mekanisme penegakan yang efektif, yang dapat membuat negara-negara tersebut mengabaikan ketentuan hukum internasional tanpa konsekuensi yang berarti. Ketika sebuah negara besar atau berpengaruh memilih untuk tidak mematuhi hukum internasional, maka sulit bagi komunitas internasional untuk mengambil tindakan tegas. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan dalam sistem hukum global, di mana negara-negara kecil atau kurang berpengaruh mungkin merasa tertekan untuk mengikuti aturan meskipun ada pelanggaran yang jelas oleh negara-negara besar.
ADVERTISEMENT
Peran kekuatan geopolitik juga sangat berpengaruh dalam implementasi hukum laut, terutama di kawasan-kawasan yang memiliki sengketa territorial seperti Laut China Selatan. Negara-negara dengan kekuatan militer dan ekonomi yang besar sering kali menggunakan posisi mereka untuk memengaruhi kebijakan dan praktik internasional terkait hukum laut. Misalnya klaim-klaim yang saling bertentangan antara China dan negara-negara tetangga telah menciptakan ketegangan yang berdampak pada stabilitas regional dan legitimasi hukum internasional. Implikasi jangka panjang dari sengketa ini tidak hanya mengancam keamanan di kawasan tersebut, tetapi juga bisa menurunkan kepercayaan terhadap sistem hukum laut internasional secara keseluruhan, mendorong negara-negara lain untuk menilai ulang komitmen mereka terhadap hukum yang telah disepakati.
Solusi dan Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelesaian Sengketa yang Terjadi
ADVERTISEMENT
UNCLOS berperan penting dalam mengatur sengketa di Laut China Selatan dengan menyediakan kerangka hukum untuk batasan wilayah, hak navigasi, dan eksploitasi sumber daya. Tetapi, hukum laut internasional menghadapi tantangan seperti penegakan hukum yang lemah dan berbagai kepentingan negara yang saling bertentangan, meskipun juga menawarkan peluang untuk diplomasi dan kerjasama regional. Melihat ke depan, perkembangan hukum laut dapat diarahkan pada penguatan mekanisme penyelesaian sengketa dan peningkatan kesadaran akan keberlanjutan maritim, seiring dengan meningkatnya ketegangan dan kebutuhan untuk menangani isu-isu perubahan iklim.