Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Daging Tanpa Peternakan: Inovasi Masa Depan atau Hanya Sekadar Tren?
26 Maret 2025 8:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Farhan Hidayatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bayangkan kalau di masa depan kita bisa menikmati burger daging sapi tanpa harus beternak satu ekor sapi pun. Sounds futuristic, right? Tetapi, ini bukan sekadar narasi spekulatif atau cerita fiksi belaka. Daging sintetis atau dikenal juga sebagai lab-grown meat sudah mulai diproduksi dan bahkan dijual di beberapa negara. Pertanyaannya, apakah inovasi ini benar-benar bisa menggantikan peternakan konvensional? Atau justru akan menimbulkan tantangan baru?
ADVERTISEMENT
Apa Itu Daging Sintetis?
Daging sintetis adalah daging yang dikembangkan di laboratorium dari sel hewan yang dikultur secara khusus. Prosesnya dimulai dengan mengambil sampel sel dari hewan hidup, lalu sel tersebut dikembangkan menggunakan teknologi canggih hingga membentuk jaringan otot yang mirip dengan daging asli. Dengan kata lain, ini adalah daging sungguhan, tetapi tanpa perlu menyembelih hewan!
Teknologi ini hadir dengan berbagai janji menarik: mengurangi dampak lingkungan, menghilangkan kekejaman terhadap hewan, dan menciptakan sumber protein yang lebih efisien. Tapi apakah semuanya semudah itu?
Peternakan Konvensional: Bertahan atau Tergantikan?
Peternakan sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia selama ribuan tahun. Industri ini bukan hanya soal produksi daging, tetapi juga menjadi bagian dari ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan banyak masyarakat di seluruh dunia. Namun, peternakan juga kerap dikritik karena emisi gas rumah kaca, deforestasi, serta konsumsi air dan pakan yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Dengan munculnya daging sintetis, banyak yang bertanya-tanya: akankah peternakan konvensional tetap bertahan, atau ini awal dari era baru tanpa peternakan?
Tantangan Besar Daging Sintetis
Meski menjanjikan, ada beberapa tantangan besar yang dihadapi daging sintetis:
1. Harga yang Masih Mahal
Produksi daging sintetis masih membutuhkan teknologi tinggi dan proses laboratorium yang kompleks. Akibatnya, harga daging sintetis saat ini jauh lebih mahal dibandingkan daging konvensional, sehingga sulit untuk bersaing di pasar.
2. Penerimaan Masyarakat
Kehadiran daging sintetis masih tergolong baru dan belum banyak dikenal masyarakat luas. Banyak orang ragu terhadap keamanan dan status kehalalannya, terutama di negara dengan populasi Muslim yang besar. Sehingga, masyarakat cenderung lebih memilih daging konvensional yang jelas asal-usulnya.
3. Dampak Sosial dan Ekonomi
Peternakan konvensional bukan hanya tentang produksi daging, tetapi juga menyangkut mata pencaharian jutaan peternak di seluruh dunia. Di Indonesia, misalnya, peternakan berperan penting dalam perekonomian masyarakat dan tradisi budaya. Ada banyak aspek yang tidak bisa digantikan oleh daging sintetis, seperti:
ADVERTISEMENT
• Kegiatan keagamaan dalam Islam, seperti penyembelihan hewan kurban saat Idul Adha dan akikah bagi bayi yang baru lahir, memiliki nilai spiritual yang mendalam. Daging sintetis tidak dapat menggantikan peran ini.
• Tradisi budaya seperti Karapan Sapi di Madura atau Rambu Solo’ di Toraja yang melibatkan penggunaan hewan ternak, seperti sapi dan kerbau.
Akankah Daging Sintetis Menggantikan Peternakan?
Sejauh ini, daging sintetis masih dalam tahap pengembangan dan belum bisa menggantikan peternakan secara penuh. Tantangan utama seperti harga, penerimaan masyarakat, dan dampak sosial masih menjadi penghambat utama.
Namun, bukan berarti daging sintetis tidak memiliki peran di masa depan. Justru, kolaborasi antara teknologi dan peternakan konvensional bisa menjadi solusi yang lebih berkelanjutan. Daging sintetis dapat dikembangkan untuk kebutuhan spesifik, seperti penyediaan daging dengan kandungan nutrisi tertentu atau sebagai alternatif protein hewani bagi wilayah dengan keterbatasan sumber daya seperti pakan dan lahan peternakan tanpa sepenuhnya menggantikan sektor peternakan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, industri peternakan juga dapat beradaptasi dengan menerapkan praktik yang lebih ramah lingkungan, seperti peternakan berbasis agroekologi atau peternakan organik, yang tidak hanya menekan dampak negatif terhadap lingkungan tetapi juga mengedepankan kesejahteraan hewan. Dengan demikian, kedua inovasi ini tidak harus saling menggantikan, melainkan dapat berjalan berdampingan untuk memenuhi kebutuhan pangan global secara berkelanjutan.
Kesimpulan: Pilihan di Tangan Kita
Daging sintetis memang menawarkan alternatif menarik untuk masa depan, tetapi tidak serta-merta bisa menggantikan peternakan konvensional, keduanya dapat berjalan berdampingan, saling melengkapi satu sama lain.
Bagaimana menurutmu? Apakah daging sintetis layak menjadi makanan masa depan, atau kamu masih lebih percaya pada peternakan konvensional? Yuk, share pendapatmu di kolom komentar!
ADVERTISEMENT
Muhammad Farhan Hidayatullah,
Mahasiswa Program Studi Peternakan Unhas