Konten dari Pengguna

Sengketa Tanah Adat Batak dengan Pabrik Indorayon

Nasywa Sajidah Adawiyah
Mahasiswi UINSA Prodi Hukum Ekonomi Syariah
13 Oktober 2024 11:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nasywa Sajidah Adawiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suntingan Gambar Oleh Nasywa Sajidah: Sengketa Tanah Adat Batak dengan Pabrik
zoom-in-whitePerbesar
Suntingan Gambar Oleh Nasywa Sajidah: Sengketa Tanah Adat Batak dengan Pabrik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kehidupan masyarakat adat di Indonesia semakin sulit. Mereka dipaksa meninggalkan tanah leluhur mereka karena tidak punya bukti resmi kepemilikan tanah. Banyak masyarakat adat yang mengalami perampasan tanah disertai ancaman, kekerasan, dan bahkan dituduh melakukan kejahatan. Perusahaan Toba Pulp Lestari (dulu namanya PT Inti Indorayon Utama) adalah perusahaan Indonesia yang mendapat izin resmi dari pemerintah untuk membangun pabrik yang memproduksi pulp dan rayon di Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Terdapat sengketa tanah antara masyarakat adat dengan PT Toba Pulp Lestari, di mana kehadiran perusahaan tersebut dinilai merugikan masyarakat adat. Kendala utama dalam upaya masyarakat adat untuk menghentikan aktivitas perusahaan adalah kurangnya bukti kepemilikan tanah yang kuat secara hukum, mengingat lahan yang mereka tempati belum terdaftar. Dalam rangka penyelesaian masalah hak ulayat, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Agraria nomor 5 tahun 1999 yang merupakan tonggak penting dalam upaya melindungi hak-hak masyarakat adat. Akan tetapi, implementasi peraturan ini secara efektif dan adil masih memerlukan berbagai upaya lebih lanjut dari seluruh pemangku kepentingan.
Hukum Adat
Kurangnya definisi yang jelas tentang masyarakat hukum adat menyebabkan ketidakpastian dalam penegakan hak-hak mereka. Akibatnya, banyak masyarakat adat, termasuk masyarakat adat Batak, merasa hak-hak dasarnya,
ADVERTISEMENT
Orang-orang berbeda pendapat tentang hak ulayat. Ada yang ragu apakah hak ulayat itu memang benar-benar ada sejak dulu. Ada juga yang khawatir kalau hak ulayat bisa menghambat pembangunan karena banyak orang membutuhkan tanah. Untuk mengatasi masalah ini, dibuatlah aturan yang jelas tentang hak ulayat. Aturan ini menegaskan bahwa hak ulayat harus sesuai dengan kepentingan negara dan tidak boleh melanggar hukum yang lebih tinggi. Selain itu, aturan ini juga memastikan bahwa hak ulayat hanya diberikan kepada masyarakat adat yang memang benar-benar memiliki hak tersebut (Tobing, 2022).
Bentuk Perlawanan Masyarakat Batak
Pertengkaran antara warga desa Sugapa dan perusahaan Indorayon dimulai pada tahun 1988. Perusahaan ini ingin mengambil tanah milik warga untuk dijadikan kebun. Padahal, tanah itu sudah menjadi milik warga sejak dulu. Karena tidak setuju, beberapa ibu-ibu dari desa itu melakukan protes. Mereka marah karena kepala desa dan camat malah membantu perusahaan mengambil tanah mereka. Ternyata, beberapa orang yang tinggal di desa itu dan merupakan keluarga dari raja yang dulu punya tanah itu, merasa marah karena tanah mereka dijual tanpa persetujuan mereka. Mereka yakin ada banyak kebohongan dalam penjualan tanah itu, seperti tanda tangan palsu dan melibatkan orang yang tidak berhak.
ADVERTISEMENT
Perlawanan warga terhadap perusahaan Indorayon semakin kuat. Banyak orang dari berbagai tempat ikut membantu. Akhirnya, sebuah organisasi besar bernama Walhi memutuskan untuk membantu warga desa menggugat perusahaan Indorayon ke pengadilan. Perusahaan Indorayon sebenarnya ingin mulai beroperasi lagi. Tapi, karena banyak orang yang terus-terusan menolak, rencana mereka tertunda cukup lama. Selama masa penundaan ini, mereka berusaha memperbaiki citra dengan mengatakan bahwa mereka akan menjadi perusahaan yang lebih baik, yang peduli lingkungan dan masyarakat sekitar. Mereka bilang akan lebih ramah lingkungan dan peduli pada masyarakat.
PT TPL telah menimbulkan banyak masalah di Toba. Selain merusak lingkungan, perusahaan ini juga sering berkonflik dengan masyarakat. Beberapa contohnya adalah penebangan pohon pinus secara ilegal, kebocoran limbah beracun, dan ledakan pabrik yang menyebabkan kerusakan besar. Akibatnya, masyarakat sering melakukan protes dan bahkan merusak fasilitas pabrik.
ADVERTISEMENT
Sejak perusahaan Indorayon berdiri, masyarakat kesulitan untuk memanfaatkan sumber daya alam seperti biasa. Ini karena lingkungan sudah rusak. Tidak hanya itu, kehidupan sehari-hari masyarakat juga terganggu, termasuk hubungan sosial mereka. Pada saat itu terjadi penghadangan terhadap truk-truk indorayon lalu mengakibatkan terjadinya peristiwa berdarah pada tanggal 21 Juni 2000. Seorang pelajar bernama Hermanto Sitorus tewas dan banyak warga lainnya yang ditangkap. Perusahaan TPL membantah terlibat. Padahal, warga sudah sejak Maret 2000 menolak perusahaan ini. Perusahaan TPL sudah siap beroperasi, tapi karena penolakan warga, rencana mereka gagal.
Penyelesaian Konflik
Untuk menghentikan tindakan ilegal perusahaan TPL, kita perlu bukti kuat kepemilikan tanah. Bukti ini penting untuk menggugat perusahaan ke pengadilan. Kita harus membuktikan bahwa sebagian besar lahan yang digunakan TPL sebenarnya adalah hutan lindung dan tidak boleh digunakan untuk industri. Sayangnya, undang-undang yang baru justru membuat pelanggaran TPL menjadi legal. Undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang mengatur tentang pengelolaan hutan dan perizinan penggunaan lahan. Perubahan dalam undang-undang ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kasus TPL, sehingga upaya untuk menghentikan tindakan ilegal perusahaan tersebut menjadi lebih sulit.
ADVERTISEMENT
Meskipun menghadapi perlawanan sengit dari masyarakat, perusahaan Indorayon masih bisa bertahan. Perusahaan ini terpaksa membuat beberapa perubahan, seperti ganti nama dan mengurangi kegiatan produksi. Namun, karena didukung kuat oleh pemerintah, Indorayon tetap beroperasi. Hubungan yang erat antara pemerintah dan perusahaan ini membuat Indorayon sulit untuk ditutup, meskipun masyarakat terus melakukan protes.
Namun, kita tidak boleh menyerah. Dengan bersatu dan memperkuat solidaritas, kita dapat melawan ketidakadilan ini dan membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Perjuangan kita tidak hanya berhenti pada ranah hukum, tetapi juga perlu melibatkan kampanye publik yang masif untuk menyadarkan masyarakat luas tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, memperkuat perlindungan terhadap hutan serta hak-hak masyarakat, dan menghentikan eksploitasi sumber daya alam (Silaen, 2005).
ADVERTISEMENT