Konten dari Pengguna

Tradisi Ramadhan: Sebelum dan Sesudah Menyambut Bulan Suci Ramadhan (Munggahan)

CIKITA DWI YULIA
Mahasiswa/i Ilmu Komunikasi, Universitas Amikom Purwokerto
7 April 2025 14:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CIKITA DWI YULIA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menu sederhana tapi nikmat, munggahan yang tidak memakai daun pisang sebagai pengganti piring
zoom-in-whitePerbesar
Menu sederhana tapi nikmat, munggahan yang tidak memakai daun pisang sebagai pengganti piring
Menu munggahan yang tidak selalu dengan lalapan
zoom-in-whitePerbesar
Menu munggahan yang tidak selalu dengan lalapan
ADVERTISEMENT
“Munggahan: Tradisi Sunda yang Menyatukan Keluarga di Tengah Modernisasi”
Di tengah ritme hidup modern yang serba cepat dan cenderung individualis, tradisi munggahan tetap menjadi momen sakral bagi banyak keluarga Sunda. Meski kini banyak yang tinggal berjauhan, sibuk dengan pekerjaan, atau bahkan terpisah oleh zona waktu, kehangatan munggahan tetap dicari. Tradisi makan bersama menjelang Ramadhan ini bukan sekadar soal kuliner, tapi tentang kebersamaan yang makin langka di era digital.
ADVERTISEMENT
Munggahan adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda untuk menyambut bulan suci Ramadan. Biasanya, Munggahan dilaksanakan satu atau dua hari sebelum Ramadan. Kata "munggah" sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti "naik" atau "keluar dari kebiasaan sehari-hari". Tradisi ini berfungsi sebagai pengingat akan datangnya bulan puasa, serta sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Dalam pelaksanaannya, masyarakat biasanya berkumpul bersama keluarga dan kerabat, melakukan doa bersama, bermaaf-maafan, serta menikmati hidangan khas seperti nasi liwet dan ayam goreng. Munggahan juga sering menjadi ajang silaturahmi, di mana mereka yang merantau pulang ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga. Tetapi, tidak semua orang Sunda setelah menyambut Bulan Suci Ramdahan melakukan tradisi munggahan.
Di keluarga kami setelah dan sesudah menjalankan Bulan yang suci ini, pasti melakukan makan bersama (munggahan). Kedua tradisi ini menekankan pentingnya hubungan sosial dan spiritual dalam masyarakat Sunda. Munggahan mempersiapkan individu secara mental dan spiritual untuk menjalani ibadah puasa, sedangkan Nganteuran memperkuat ikatan kekeluargaan setelah bulan Ramadan berakhir. Melalui kedua tradisi ini, masyarakat Sunda tidak hanya merayakan aspek keagamaan tetapi juga melestarikan nilai-nilai budaya yang telah ada sejak lama.
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaannya, Munggahan juga sering kali melibatkan kegiatan lain seperti berziarah ke makam keluarga atau orang-orang terdekat. Kegiatan ini dianggap penting untuk menghormati leluhur dan sebagai bentuk pengingat akan kehidupan dan kematian. Selain itu, ada pula tradisi mandi besar di sungai sebagai simbol penyucian diri sebelum memasuki bulan puasa.
Seiring berjalannya waktu, meskipun beberapa aspek dari tradisi Munggahan telah mengalami perubahan, esensi dan makna sakralnya tetap terjaga. Tradisi ini terus dilestarikan oleh generasi muda sebagai bagian dari identitas budaya Sunda dan sebagai cara untuk mengingat nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Munggahan menjadi simbol penting dalam kehidupan masyarakat Sunda, mengingatkan mereka akan pentingnya silaturahmi, rasa syukur, dan persiapan spiritual sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
ADVERTISEMENT
Dengan saya sendiri yang berasal dari Sunda, menulis atau mengungkapkan fakta tradisi sunda dengan sederhana dan singkat. Foto di atas adalah tradisi setelah lebaran, tetapi ini termasuk inti dari cerita tradisi Sunda makan bersama (munggahan).