Tuban dalam Sejarah Maritim Nusantara

Da Imatun Nurfahmi
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
Konten dari Pengguna
10 November 2023 15:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Da Imatun Nurfahmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak abad ke-11, Tuban dikenal sebagai kota pelabuhan. Data prasasti abad ke-11 yang dikeluarkan pada masa Airlangga memberikan informasi bahwa kerajaan Airlangga memiliki dua pelabuhan yang digunakan untuk fungsi komersial yang berbeda. Pelabuhan pertama dikenal dengan nama Hujung Galuh yang diperkirakan terletak di sekitar Mojokerto. Pelabuhan ini digunakan untuk keperluan perdagangan regional yaitu sebagai pusat perdagangan antar pulau, sedangkan pelabuhan kedua bernama Kambang putih digunakan sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional. Pelabuhan Kambang putih terletak di kawasan Tuban.
ADVERTISEMENT
Sebagai kota pelabuhan yang telah berkembang sejak abad ke-11, Tuban dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Arab, Persia, India, Cina, dan bangsa-bangsa lain di sekitar kepulauan Nusantara. Seperti biasanya, para pedagang yang datang dari atau pergi ke Maluku atau tempat-tempat lain, mereka singgah dulu di Tuban untuk beberapa waktu menunggu angin baik, namun ada pula di antara mereka yang kemudian menetap. Berita Belanda mengungkapkan bahwa kebanyakan orang Cina yang menetap di Tuban giat dalam penyelundupan opium.
Potret Tuban dari tangkapan udara tahun 1947. Sumber : KITLV
Pada tahun 1292 M, tentara Tiongkok dan Mongol menyerang Jawa Timur dan kabarnya mendarat di Tuban. Dulunya Tuban juga menjadi pintu gerbang sungai-sungai besar di Jawa Timur seperti sungai Bengawan Solo dan Brantas. Menurut Tomé Pires, Tuban pada awal abad ke-16 merupakan pusat pemerintahan raja, namun perdagangan dan pelayarannya kurang berkembang dibandingkan Gresik.
ADVERTISEMENT
Awalnya perdagangan luar negeri orang Jawa diselenggarakan oleh kota Tuban. Namun muncul kota lain seperti Gresik, Jepara, Surabaya dan lain-lain. Tuban sudah menjadi pelabuhan yang terkenal sejak abad ke-11, namun mulai akhir abad ke-15 nampak kecenderungan bahwa sifat aristokrat mulai mendominasi. Kota-kota seperti Gresik dan Demak mulai menyaingi Tuban dalam sifat komersialnya. Meskipun sampai abad ke-16 Tuban masih mengungguli Gresik, namun menjelang akhir abad ke-16 mulai turun pamornya dan Gresik kemudian menggantikan posisinya.
Penduduk setempat memperdagangkan barang-barang seperti lada, bermacam-macam jenis burung, tulang penyu, cula badak, gading, mutiara, kayu cendana, rempah-rempah, kapur barus, safron, dan sulfur. Pada masa Majapahit barang dagangan lokal yang paling utama adalah beras. Sedangkan barang impor yang paling disukai adalah porselen pola-biru dari Cina, gading, kain sutera bersulam emas, dan manik-manik. Barang-barang komoditi lainnya yang juga diperjual belikan meliputi barang-barang yang terbuat dari tembaga, emas, perak, berbagai macam piring dari emas dan perak, kain damas, dan barang-barang pecah-belah dari porselen.
Kapal tjoenias di depan pelabuhan Tuban tahun 1911. Sumber : KITLV
Pada tahun 1527, saat Majapahit direbut oleh kaum muslimin, Tuban agaknya telah direbut oleh Sultan Demak. Namun Babad Tuban tidak menyebutkan perihal ini. Selama berabad-abad, kota-kota maritim di pantai utara Jawa, termasuk Tuban, memainkan peranan penting. Kota Tuban dianggap sebagai pelabuhan terbesar di Pulau Jawa. Selain itu, terdapat tanda-tanda bahwa aktivitas perdagangan maritim telah terjadi di Tuban pada abad ke-11. Kota ini telah lama menjadi pelabuhan terpenting di Jawa. Pada abad ke-12, kapal dagang Jawa, termasuk kapal dari Tuban dan Sumatra, tiba di negara Annam.
ADVERTISEMENT
Dalam hubungannya dengan Majapahit, kota Tuban hingga Surabaya menjadi pusat armada angkatan laut Majapahit untuk menaklukkan pelabuhan-pelabuhan besar lainnya di Nusantara. Hal ini termasuk pusat Muslim di Pasai yang telah mantap, di mana banyak orang Muslim berbakat dibawa pulang pada tahun 1360-an, untuk menambah unsur Melayu pada minoritas Muslim di Jawa. Jiwa ekspansionisme Tuban tidak lepas dari kebijakan yang diterapkan oleh Majapahit sebagai pelindung daerah itu.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda Tuban berada di Karesidenan Rembang. Menurut sumber data pemerintah Hindia Belanda yang ada diperoleh keterangan bahwa wilayah Tuban atau regentschap Tuban mempunyai potensi-potensi alam yang menunjang perdagangan. Pertama-tama, di daerah tepi pantai terdapat sumber-sumber air jernih yang dibutuhkan kapal-kapal untuk perbekalan air minum dalam pelayaran. Kemudian di wilayah belakang (hinterlands) terbentang hutan-hutan jati. Komoditi lain yakni indigo atau tarum (nila) serta beras.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Manus, M. P. B., Sedyawati, E., & Rahardjo, S. (1997). Tuban: kota pelabuhan di jalan sutra.
Widjaja, Sjarief; Kadarusman, (edt), 2019. Sejarah dan Politik Maritim Indonesia. AMAFRAD PRESS Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan; Jakarta.