Konten dari Pengguna

Implementasi Upah Minimum dan Implikasinya terhadap Kesejahteraan Tenaga Kerja

Muhammad Hafizhan Ghufran
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara
21 Agustus 2021 15:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Hafizhan Ghufran tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Muhammad Hafizhan Ghufran
Perbulan Februari 2021, jumlah angkatan kerja Indonesia sebanyak 138,2 juta orang. Dari jumlah tersebut, 128,45 juta orang bekerja. Sumber: https://pixabay.com/images/id-6322085/
zoom-in-whitePerbesar
Perbulan Februari 2021, jumlah angkatan kerja Indonesia sebanyak 138,2 juta orang. Dari jumlah tersebut, 128,45 juta orang bekerja. Sumber: https://pixabay.com/images/id-6322085/
Kunci penting dari suatu hubungan kerja adalah upah, upah merupakan imbalan yang diberikan oleh penyedia lapangan kerja kepada tenaga kerja dalam suatu hubungan kerja yang tertuang dalam suatu perjanjian kerja. Dengan adanya Penerapan upah yang merata diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, meningkatkan produktivitas, dan mengupayakan pemerataan pendapatan dalam rangka menciptakan kesejahteraan sosial.
ADVERTISEMENT
Upah Minimum merupakan suatu standar minimum yang digunakan oleh para pemberi kerja atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada tenaga kerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya (UU No. 13 Tahun 2003). Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap daerah berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Provinsi.
Upah minimum adalah suatu penerimaan bulanan minimum sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukannya dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan dalam hubungan kerja atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan tenaga kerja termasuk tunjangan, baik tenaga kerja itu sendiri maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981 upah minimum dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun subsektoral, meskipun saat ini baru upah minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah.
ADVERTISEMENT
Di negara kita, Indonesia memiliki karakteristik pasar tenaga kerja yang tidak seimbang di mana jumlah supply lebih tinggi daripada demand, alhasil upah tenaga kerja terutama bagi tenaga kerja yang memiliki pendidikan lebih rendah dan keterampilan seadanya cenderung lebih rendah. Sedangkan bagi tenaga kerja yang memiliki pendidikan lebih tinggi dan keterampilan yang lebih memadai justru cenderung ke arah sebaliknya. Oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa pemerintah kita menerapkan kebijakan upah minimum sebagai jaring pengaman dalam rangka meningkatkan taraf hidup dari golongan penerima upah terendah.
Penerapan kebijakan upah minimum dituangkan dalam seperangkat peraturan yang mengatur upah minimum serta tata cara dan mekanisme dalam menetapkan upah minimum. Sebagai contoh, antara lain, ada Kepmen yang mengatur 6 faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan upah minimum. Keenam faktor tersebut adalah Indeks Harga Konsumen (IHK), 5 kemampuan perkembangan dan kelangsungan perusahaan, upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antardaerah, kondisi pasar kerja dan tingkat perkembangan perekonomian, serta pendapatan per kapita.
ADVERTISEMENT
Peninjauan upah minimum yang dilakukan satu tahun sekali oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang upah minimum, dapat dipandang sebagai salah satu usaha untuk mempertahankan dan menjaga tingkat upah golongan terendah agar tingkat kesejahteraan tenaga kerja yang ada tidak tertekan oleh faktor ekonomi yang lain, seperti kenaikan inflasi, kenaikan harga bahan pokok dan kenaikan biaya pendidikan anak. Sehingga kebutuhan hidup tenaga kerja khususnya yang minimum dapat tetap terjamin.
Jika kita melihat hasil penelitian SMERU, jumlah buruh yang menerima upah di bawah upah minimum sangat tergantung pada besarnya perusahaan serta tingkat teknologi yang digunakan. Pada perusahaan padat modal hanya 20%, pada perusahaan asing hanya 5%, dan pada perusahaan yang berorientasi ekspor 14%.
ADVERTISEMENT
Salah satu hal yang paling memberatkan pemberi kerja adalah tuntutan kenaikan upah dari tenaga kerja lain yang tingkatnya lebih tinggi dari tenaga kerja penerima upah terendah. Tuntutan tersebut bersambung kepada tingkatan-tingkatan tenaga kerja di atasnya agar upah tenaga kerja tersebut tidak tersundul.
Perlu kita ketahui bahwa terjadinya Kenaikan upah minimum dan upah sundulan dengan sendirinya akan menaikkan beban biaya tenaga kerja, yang pada gilirannya akan menaikkan harga produk atau jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu, apabila terjadi kenaikan upah minimum yang dianggap terlalu tinggi bagi pemberi kerja atau perusahaan, upah minimum dijadikan upah standar bagi hampir semua perusahaan, tanpa membedakan besar kecilnya perusahaan tersebut. Adapun dampak dari penetapan upah minimum yang terlalu tinggi dan tidak seimbang menurut penelitian SMERU (tahun 2001) dapat mengakibatkan:
ADVERTISEMENT
Peningkatan upah minimum yang terlalu tinggi pada masa krisis akan memaksakan upah meningkat lebih cepat dari produktivitas pekerja di sektor formal.
Peningkatan upah minimum yang terlalu tinggi akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja (PHK), baik itu karena faktor kemampuan perusahaan berkurang ataupun karena perusahaan lebih memilih untuk menggunakan mesin yang otomatis.
Buruh yang kehilangan pekerjaan akan mengakibatkan angka pengangguran makin tinggi sehingga buruh tersebut akan kehilangan penghasilan serta kehilangan akses terhadap berbagai macam jaminan yang dia dapatkan sebelumnya. Dari hasil penelitian SMERU, secara umum diperkirakan dengan kenaikan upah minimum secara real sebesar 30%, maka akan mengurangi kesempatan kerja sebesar 3,3%.
Dampak kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi juga berpengaruh pada pengurangan tenaga kerja untuk beberapa kelompok/golongan tenaga kerja, seperti bagi buruh wanita dan anak, dan akan terjadi pengurangan kesempatan kerja sebesar 6%.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, penetapan upah minimum baik provinsi maupun kota/kabupaten atau upah minimum sektoral haruslah merata, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak, yaitu pihak tenaga kerja, pihak pemberi kerja maupun pihak pemerintah/masyarakat. Sebenarnya, kepentingan semua pihak tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/ Men/1999 tanggal 12 Januari 1999 tentang Upah Minimum. Yang perlu diatur lebih lanjut adalah peraturan pelaksana dari ketentuan tersebut termasuk indikator-indikator yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan upah minimum.
Selain itu, penegakan hukum terhadap kepatuhan peraturan perundang-undangan yang telah ada juga tidak kalah pentingnya. Sebab dalam menetapkan upah minimum baik UMP maupun UMK, harus memperhatikan kepentingan nasional, daerah, kota/kabupaten, dan kepentingan masyarakat, antara lain tingkat inflasi, upah secara umum di sektor formal, penciptaan kesempatan kerja, pasar kerja antarprovinsi dan antarkota/kabupaten, dan pada kelompok-kelompok/golongan-golongan buruh yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Apabila uraian di atas tidak dibenahi dan dijalankan dengan seoptimal mungkin oleh semua pihak terkait, maka pada setiap periode peningkatan upah minimum baru kita akan selalu melihat adanya masalah dan perselisihan antara pemberi kerja, tenaga kerja, maupun golongan masyarakat tertentu. Oleh karena itu perlu adanya peran pemerintah untuk terus mengontrol secara berkala, agar aturan-aturan yang sudah dibuat tersebut dapat terlaksana dengan baik sehingga kesejahteraan semua tenaga kerja yang ada terjamin.
Daftar Pustaka
SMERU. 2002. Upah Minimum: Sebuah Kajian tentang Dampaknya terhadap Penciptaan Lapangan
Kerja pada masa Krisis. Jakarta: SMERU dan Direktorat Ketenagakerjaan Bapenas.
Rucky S, Ahmad. 2002. Upah Minimum dan Permasalahannya. Jakarta: Makalah Rapat Kerja dan Konsultasi APINDO.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dalam Rangka Penyusunan
ADVERTISEMENT
RUU Tentang sistem Pengupahan Nasional, Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta: 2010.
Simanjuntak, Payaman J. 2002. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit UI.
Soepomo, Imam. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan