Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Hiruk Pikuk Implementasi Coretax di Indonesia
19 Februari 2025 17:52 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Alya Raihana L tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
"proyek mahal tapi kualitas murahan !"
Belum selesai urusan dengan polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, awal tahun 2025 juga dihebohkan lagi dengan implementasi coretax alias Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP). Salah satu sorotan publik yaitu terkait kontroversi kualitas sekaligus kinerja dari proyek coretax ini yang diberitakan biayanya mencapai Rp1,3 Triliun Rupiah. Berbagai macam sentimen negatif kerap kali menyoroti kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi yang bertanggung jawab atas proyek pembaruan ini.
ADVERTISEMENT
Kabar Kesiapan Implementasi Coretax
Dalam konteks modernisasi sistem administrasi perpajakan, coretax telah dirancang sejak tahun 2018 dengan dipayungi Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 melalui pembangunan sistem informasi yang berbasis Commercial Off-the-Shelf (COTS) disertai dengan pembenahan basis data perpajakan (Pajak.com, 2025). Rencana awal implementasi coretax ini yaitu pada sekitar pertengahan 2024. Namun, sempat sedikit mengalami stagnansi sehingga implementasi baru tercapai di awal tahun 2025 kemarin.
Sangat disayangkan karena pada implementasi awal coretax ini, realitas yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sistem ini belum sepenuhnya siap. Dilansir dari website MUC, pada hari pertama operasionalnya, coretax mengalami berbagai kendala teknis yang signifikan, mulai dari gagal login, sertifikat elektronik yang tidak valid, perbedaan status PKP yang tidak sesuai dengan sistem, hingga permasalahan dalam penerbitan dokumen pajak (MUC Consulting, 2025). Hal tersebut memicu kehebohan dari para wajib pajak khususnya untuk mereka yang masih awam dalam konteks sistem perpajakan berbasiskan digital. Alih-alih coretax ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, coretax justru dianggap menambah kerumitan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Gelombang kehebohan terkait kendala coretax tersebut masih datang berkisaran tiga minggu sejak resmi beroperasi. Kendala yang masih sama dan berkutat pada teknis pembayaran pajak menyebabkan DJP dibanjiri keluhan dari wajib pajak. Dilansir dari website Nasional Kontan yang menyoroti salah satu problematika sejumlah pengusaha terkait pelaporan bahwa mereka gagal mendapatkan konfirmasi pembayaran pajak sehingga berpotensi menghambat aktivitas bisnis mereka. Beberapa perusahaan besar pun mengalami kesulitan dalam penerbitan faktur pajak elektronik yang berdampak pada hubungan mereka dengan klien (Nasional.kontan, 2025).
Kondisi tersebut kemudian mempertanyakan terkait kesiapan coretax secara komprehensif. Namun, hal yang perlu diketahui bahwa jalur implementasi coretax ini telah mengalami proses rancangan, desain sistem serta penyiapan infrastruktur teknologi yang cukup kompleks. Dalam hal ini, DJP menyampaikan permohonan maaf dan berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas sistem serta menyelesaikan masalah yang ada. Lebih lanjut juga menanggapi bahwa dalam konteks implementasi coretax sudah melalui tahapan yang terstruktur. Adapun penerapan sistem baru khususnya yang berskala besar, tentu diperlukan penyesuaian dan perbaikan berkelanjutan untuk memastikan sistem berfungsi optimal dan memenuhi kebutuhan wajib pajak (Reuters, 2025).
ADVERTISEMENT
Urgensi dan Tujuan Coretax
Kebijakan mengenai sistem coretax ini telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Peraturan tersebut menjadi salah satu alat yang mampu mendukung terkait urgensi dari implementasi coretax. Dilansir dari website Tribbun News, bahwa Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa implementasi coretax berpotensi menambah penerimaan negara serta membuka peluang untuk optimalisasi potensi pajak hingga Rp1500 triliun dalam lima tahun ke depan. Lebih lanjut dijelaskan, coretax dapat meningkatkan tax ratio Indonesia sebesar 2 persen poin dari kondisi saat ini dan menutup tax gap sebesar 6,4 persen dari Produk Domestik Bruto (Tribbun News, 2025).
Adapun lebih lengkap, berkenaan dengan tujuan serta fokus dari coretax ini juga dijelaskan pada publikasi Buku Panduan Singkat Coretax oleh DJP yang mencakup hal – hal berikut :
ADVERTISEMENT
Dalam fokus tersebut, pemerintah melihat coretax sebagai salah satu alat strategis untuk memperluas basis pajak melalui sistem pengelolaan data yang lebih baik dan maju. Dikutip dari website The Conversation, pemerintah memiliki harapan besar terhadap coretax sebagai tulang punggung reformasi perpajakan di Indonesia. Sistem ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akurasi dalam pengelolaan administrasi perpajakan. Hal ini akan memungkinkan identifikasi potensi pajak yang selama ini belum tergarap secara optimal (The Conversation, 2025).
ADVERTISEMENT
Kendala dan Penyebab Keributan Implementasi Coretax
Lagi dan lagi, bicara tentang problematika. Implementasi coretax menghadapi masalah klasik yang memicu keributan masyarakat khususnya di jagat media sosial. Dalam Konferensi Pers APBN 2024 : Kerja Keras untuk Kemajuan Bangsa, Dirjen Pajak, Suryo Utomo mengungkap masalah klasik dalam implementasi coretax yaitu pada lonjakan aktivitas atau tingginya volume akses secara bersamaan. Dilansir dari website Pajak.com, Dirjen Pajak, Suryo Utomo mengungkapkan bahwa coretax bukan hanya digunakan Wajib Pajak, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan. Dari hari ke hari kami terus memantau dan menyelesaikan permasalahan yang muncul pada waktu interaksi dengan sistem yang kami luncurkan. Kendala utamanya adalah karena volumenya tinggi. Ini barang baru, terus diakses oleh seluruh pihak. Pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tetapi bertransaksi. Dengan akses yang bersamaan, ya memengaruhi kinerja dari coretax (Pajak.com, 2025).
ADVERTISEMENT
Adapun beberapa permasalahan yang menjadi sorotan publik secara detail diungkapkan oleh DJP berdasarkan hasil identifikasinya bahwa setidaknya terdapat 22 kendala sebagai berikut :
Solusi Terkini dan Upaya Perbaikan
Persoalan berkenaan dengan ketidaksiapan coretax ini tentunya dihadapi secara bijak oleh DJP melalui keberlanjutannya dalam melakukan pembaharuan secara bijak dan bertahap. Dalam konteks kendala yang terjadi, DJP pun telah menyampaikan permohonan maaf kepada para wajib pajak serta memberikan ketegasan terkait toleransi yang diberikan atas kendala yang terjadi. Pengalaman eror pada hal-hal yang paling penting dalam perpajakan, keterlambatan pembuatan faktur pajak, pelaporan SPT, serta sinkronisasi data memang menjadi problematika yang sangat ringkih,
ADVERTISEMENT
Dilansir dari website The Conversation bahwasanya telah banyak perusahaan yang mengalami kesulitan operasional yang dapat memengaruhi kepatuhan pajak mereka. Adapun ketidakstabilan sistem tersebut dapat meningkatkan beban kerja dan biaya administratif, memperburuk pengalaman wajib pajak. Hal ini tentu dapat menggoyahkan kepercayaan publik terhadap DJP sebagai penyelenggara layanan perpajakan. Masyarakat yang sudah tidak antusias dalam membayar pajak berisiko bertambah enggan untuk membayar (The Conversation, 2025).
Impelementasi coretax pada akhirnya dapat menjadi sebuah pembelajaran pula bagi pemerintah kedepannya, khususnya dalam konteks digitalisasi. Berkaitan dengan konteks kericuhan implementasi coretax ini, DJP terus melakukan perbaikan pada sistem tersebut. Beberapa diantaranya seperti yang dilansir dari pada website CNBC Indonesia, perbaikan tersebut meliputi :
ADVERTISEMENT
Pembaruan dan Keharusan
Jadi, apakah SIAP sudah benar-benar siap? kuncinya adalah dukungan dan kerja sama. Perlu diketahui bahwasanya pemerintah tentu memiliki strategi jitu yang harus dilakukan untuk menghadapi dinamika yang lebih kompleks khususnya pada perkembangan jaman yang akan terus mengalami perubahan.
Dalam hal ini, modernisasi sistem perpajakan melalui coretax merupakan salah satu langkah penting untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi administrasi perpajakan di Indonesia. Adapun berkenaan dengan implementasi teknologi baru tentunya tidak lepas dari tantangan dan kendala. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara DJP dan wajib pajak untuk menyikapi permasalahan yang muncul dengan bijak. Dalam hal ini, DJP diharapkan dapat responsif dalam menangani keluhan dan melakukan perbaikan sistem secara cepat, sementara wajib pajak diharapkan dapat proaktif dalam melaporkan kendala yang dihadapi serta mengikuti panduan yang diberikan. Tidak lupa juga berkaitan dengan jangka Panjang dari pelaksanaan coretax yang diharapkan dapat mendukung pencapaian target penerimaan negara serta optimalisasi pembangunan nasional. Hal ini harus diperkuat oleh kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan sehingga dapat menjadi pondasi utama dalam transformasi digital layanan publik di bidang perpajakan yang efektif dan efisien.
ADVERTISEMENT