Konten dari Pengguna

Manifestasi Cukai MBDK : Akankah Masih dalam Jebakan Stagnasi?

Alya Raihana L
Politeknik Keuangan Negara STAN
15 Januari 2025 8:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alya Raihana L tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi AI
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi AI
ADVERTISEMENT
Kita mengenal rokok, alkohol, dan narkoba sebagai barang yang berbahaya. Mulai dari efek ketagihan, kecanduan sampai dengan resiko kematian. Hal tersebut membuat ketiga barang tersebut diatur peredarannya bahkan dilarang untuk jenis narkoba oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Namun, terdapat satu hal lagi yang sebenarnya juga mampu menyusul bahaya dari ketiga barang tersebut. Uniknya, barang ini masih terselamatkan dari aturan peredaran sehingga pada realisasinya barang ini masih beredar secara bebas, luas, bahkan pemakaiannya pun sangat lumrah di berbagai kalangan. Barang yang dimaksud adalah gula, si manis yang mematikan. Dibalik rasanya yang manis di lidah, terdapat sejuta kepahitan yang mengancam kesehatan para penikmatnya.
ADVERTISEMENT

Gula dan Krisis Kesehatan di Indonesia

Saat ini, gula diyakini telah menjadi bahan makanan yang bertanggung jawab atas meningkatnya tingkat diabetes di Indonesia. Pada tahun 2024, angka pengidap diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta jiwa. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tersebut, secara lebih lanjut menjelaskan terkait jumlah tersebut yang diprediksi akan melonjak mencapai 28,5 juta penduduk pada tahun 2045. Fenomena ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh kegemaran masyarakat Indonesia terhadap makanan serta minuman yang tinggi kadar gula atau serba manis (Indonesia.go.id, 2024). Hal tersebut juga dikatakan oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, dalam acara Diseminasi Riset Dampak Cukai MBDK, bahwa salah satu penyebabnya adalah konsumsi minuman manis di kemasan, yang telah terbukti meningkatkan berbagai risiko penyakit seperti diabetes, hipertensi dan penyakit lainnya (Harbuwono, 2024). Mirisnya lagi, berdasarkan data terakhir lingkup internasional yakni International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2021, Indonesia berada di peringkat kelima dunia dengan kasus diabetes terbanyak di dunia. Hal tersebut tentunya bukanlah suatu hal yang harus dibanggakan, melainkan harus menjadi urgensi yang perlu diperhatikan.
ADVERTISEMENT

Urgensi Kebijakan Fiskal berbasis Kesehatan : Apa Kabar Cukai MBDK?

Suatu hal yang perlu kita ketahui dan sadari bahwa tidak hanya gula, tetapi segalanya yang berlebihan pun pasti berbahaya, bukan? Inilah yang menjadi kunci dari tujuan kebijakan fiskal terkait pengenaan cukai pada minuman berpemanis yang dicanangkan pemerintah Indonesia dalam skema cukai terhadap Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Adapun urgensi ini difokuskan pada minuman berpemanis karena pada faktanya jenis inilah yang memiliki kadar gula yang sangat tinggi. Seperti contoh pada minuman teh kemasan botol yang hanya berukuran 300 ml namun mengandung gula sebanyak 26 gram atau setara dengan 5 sendok teh gula pasir. Padahal, Batas konsumsi gula, garam, dan lemak yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia perorang yaitu hanya 50 gram (4 sendok makan) gula, 2000 miligram natrium/sodium atau 5 gram garam (1 sendok teh), dan untuk lemak hanya 67 gram (5 sendok makan minyak) perharinya. Untuk memudahkan, rumusannya adalah G4 G1 L5. Namun, pengetahuan ini dinilai kurang masif dalam implementasinya bahkan tak jarang masyarakat yang minim pengetahuan atau memilih untuk tidak peduli akan hal ini. Tak lupa pula, didukung dengan peredarannya yang sangat cepat dan luas karena minuman berpemanis sangat mudah didapatkan untuk dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak hingga dewasa, dengan harga yang relatif murah.
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka intervensi pemerintah melalui kebijakan fiskal seperti halnya dalam rangka mengendalikan peredaran sangatlah diperlukan. Kebijakan ini bersifat sebagai langkah ganda, yakni juga mengarah pada konsep peningkatan penerimaan negara yang akan membantu proses pembangunan ekonomi di Indonesia. Namun, implementasi terkait cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang direncanakan akan terealisasi pada tahun 2025 masih akan diprediksikan mengalami stagnasi (Bisnis.com, 2024). Kondisi stagnan tersebut bukan menjadi kali pertama terjadi karena sebenarnya kebijakan ini pun juga sudah cukup lama dicanangkan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (2024) menyatakan bahwa pembahasan mengenai kebijakan ini masih belum menghasilkan keputusan final.
Adapun salah satu alasan utamanya yaitu pertimbangan yang kompleks dari aspek ekonomi masyarakat, dampak pada industri minuman, hingga urgensi kesehatan masyarakat. Pemerintah berhati-hati agar kebijakan ini tidak membebani masyarakat berpenghasilan rendah dan tetap mendukung keberlangsungan industri makanan dan minuman. Lebih lanjut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menyatakan bahwa kebijakan ini tetap menjadi bagian dari rencana ekstensifikasi penerimaan cukai yang tercantum dalam RAPBN 2025. Objek yang direncanakan terkena cukai mencakup berbagai produk, seperti sari buah, kopi, teh, dan minuman berkarbonasi yang mengandung gula atau pemanis buatan.
ADVERTISEMENT

Kecenderungan Stagnasi

Urgensi dan Jalan Tengah

Kebijakan cukai MBDK adalah langkah penting untuk menekan konsumsi gula yang berlebihan, mengurangi risiko penyakit kronis, serta mendukung pembangunan ekonomi melalui peningkatan penerimaan negara. Namun, keberhasilan implementasi kebijakan ini membutuhkan pendekatan yang seimbang. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak membebani masyarakat berpenghasilan rendah dan tetap mendukung keberlanjutan industri.
ADVERTISEMENT
Langkah-langkah seperti edukasi masyarakat tentang risiko konsumsi gula, peningkatan akses ke alternatif minuman sehat, serta insentif bagi pelaku industri untuk memproduksi minuman rendah gula dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan ini. Dengan demikian, kebijakan cukai MBDK tidak hanya menjadi alat fiskal, tetapi juga katalis perubahan gaya hidup sehat di masyarakat.
Manifestasi cukai MBDK menjadi slah satu langkah strategis yang perlu didukung dengan kebijakan komprehensif. Dengan mengatasi tantangan yang ada, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih sehat bagi masyarakatnya sekaligus memperkuat perekonomian negara. Gula memang manis, tetapi dengan pengelolaan yang bijak, ancaman di balik rasa manis itu dapat diminimalkan.
Referensi :