Keserakahan yang Membawa Malapetaka

James Hanjaya Poei
Murid SMAK Santo Paulus Jember
Konten dari Pengguna
28 Desember 2022 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari James Hanjaya Poei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Keserakahan. Sumber foto : https://www.istockphoto.com/id/vektor/tamak-gm1389879025-447024355?phrase=Keserakahan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keserakahan. Sumber foto : https://www.istockphoto.com/id/vektor/tamak-gm1389879025-447024355?phrase=Keserakahan
ADVERTISEMENT
Kesepian menetap menyelimuti kehidupan sosok pemuda bernama Dito. Kehidupannya berubah menjadi kesepian atas sikapnya yang sewenang-wenang terhadap orang lain. Dulu ia dikenal sebagai sosok yang ramah dan hormat kepada orang yang lebih tua. Hingga banyak leluhur disana berbangga memiliki sosok pemuda seperti Dito di desanya. Tetapi hal tersebut berubah dalam sekejap mata.
ADVERTISEMENT
Suatu ketika angin berhembus kencang dari arah barat, terlihat sosok Kakek berbaju putih dan berjenggot yang sedang menghampiri dirinya.
“Untuk apa duduk disini nak?” ucap Kakek tersebut.
Dito hanya melirik tanpa menjawab Kakek tersebut.
“Tak masalah kau diam, aku tahu semua apa yang engkau alami” kata Kakek tersebut.
“Bagaimana bisa?” jawab Dito dengan penuh kekesalan.
“Engkau mengingatkanku terhadap kejadian 30 tahun yang lalu, tepat di tanah ini.” ujar Kakek.
Perkataan Kakek membuat Dito penasaran tentang siapa Kakek tersebut dan apa yang sebenarnya terjadi di desa ini. Akhirnya sang Kakek menceritakan kehidupannya 30 tahun yang lalu dengan suara yang berat.
“Hidupku dimulai dari sebuah tanah yang ditemani sebuah cangkul. Sudah bertahun-tahun warisan tanah ini diberikan orang tuaku. Hidup sebatang kara dan bekerja hanya untuk keberlangsungan hidup sudah menjadi kebiasaanku.”
ADVERTISEMENT
Hingga di suatu ketika, petani tersebut merasakan hal yang aneh pada sawahnya. Tanah yang biasa dibuat untuk bajak sawah tiba-tiba menjadi keras. Karena keheranan ia langsung mencangkul tanah itu. Ternyata di dalam tanah tersebut ditemukan sebuah guci besar yang mengkilau. Dibawalah guci tersebut ke rumahnya. Karena elok guci tersebut digunakan untuk menyimpan bajunya. Keesokan harinya, ia terkejut karena bajunya yang ia simpan di guci tersebut menjadi banyak. Ia merasa senang memiliki baju yang banyak karena selama ini hanya punya beberapa baju.
Petani itupun iseng untuk menyimpan hasil panen padinya di dalam guci tersebut. Akhirnya padi tersebut menjadi banyak, petani kegirangan. Hal itu membuat tetangganya keheranan dan menganggap petani tersebut sudah hidup seperti berkecukupan. Petani tersebut kembali melakukan tingkah iseng, ia mencoba memasukkan satu ekor ayam di dalam guci tersebut. Sampai suatu ketika ayam itu menjadi banyak dan memenuhi rumahnya. Karena ayam itu sangat berisik dan mulai menginjak perabotan dalam rumahnya. Petani akhirnya keluar dari rumah sambil dikejar banyak ayam.
ADVERTISEMENT
Hari berganti hari, tetangga di sekitarnya heran karena sudah lama sekali tak melihat petani mengurusi sawahnya. Ia sibuk di dalam rumah mengurusi guci yang yang ia temukan. Dengan iseng petani tersebut memasukkan seekor ayam peliharaannya yang membuat rumahnya dipenuhi ayam dan berisik. Kekacauan memenuhi rumahnya, banyak perabotan yang diinjak oleh ayam dan banyak kotoran ayam memenuhi rumah sang petani. Hal itu membuat petani merasa sesak dan bergegas keluar dari rumah. Begitupun juga dengan ayam yang memenuhi rumahnya juga turut keluar. Kejadian itu dilihat oleh penjaga istana yang sedang berkeliling mengawasi penduduk, dengan cepat dilaporkannya kepada raja.
Sesampainya di istana, “Lapor Paduka Raja” salam dari sang penjaga istana.
Ia melaporkan dan menceritakan keseluruhan kejadian atas hal yang dilihatnya. Raja penasaran dan bertanya-tanya terhadap kejadian itu.
ADVERTISEMENT
“Kalau begitu, bawa petani tersebut ke hadapanku dan pastikan bahwa ini bukan halusinasi kamu saja!” ucap raja.
Penjaga istana itu menerima tugas dan pergi untuk melaksanakannya.
Keesokan harinya datanglah petani tersebut dengan tangan bergemetaran membawa guci yang ditemukan di sawah ke hadapan sang raja. Petani tersebut menjelaskan hal yang terjadi membuat sang raja tergiur untuk mencobanya.
“Berikan kepadaku guci itu!” ucap raja.
“Siap Paduka Raja” jawab dari penjaga istana.
“Bawakan kepadaku berlian yang berkilau.” kata raja dengan penuh wibawa.
Suasana istana menjadi tegang.
“Ini Paduka, barang yang diminta.” kata penjaga istana.
Tanpa berpikir panjang, raja tersebut memasukkan segenggam berlian ke dalam guci tersebut. Beberapa menit waktu berjalan, tampaklah sebuah berlian menjadi banyak yang membuat guci tersebut penuh. Tertawa terbahak-bahak dari sang raja membuat seisi istana terdiam. Ketika hendak mengambil berlian tanpa sengaja sang raja memasukkan tubuhnya ke dalam guci yang membuat sang raja menjadi banyak. Petani dan penjaga bingung melihat rajanya menjadi banyak. Di dalam istana, sesama raja saling berebut dan bertengkar untuk memerintah di istana bahkan juga berebut untuk duduk di singgasana. Hal itu membuat pertengkaran yang memicu perkelahian. raja-raja saling membunuh satu sama lain demi kekuasaan di istana hingga tak tersisa satupun raja.
ADVERTISEMENT
Tindakan cepat dilakukan oleh petani tersebut, ia langsung mengangkat guci tersebut lalu dibantingnya ke lantai hingga guci itu pecah. Prajurit merasa takut atas hal yang terjadi di hadapan mata kepalanya sendiri. Petani itu menyesal atas hal yang ditemukan di sawah miliknya. Akhirnya seisi kerajaan sangat sedih karena sang raja sudah tiada.
Suara guntur berbunyi meledak-ledak, membuat Dito terkejut dan sadar atas perlakuannya selama ini setelah mendengarkan cerita dari Kakek.
“Tak bisa kuceritakan lebih dalam lagi kejadian yang ada di tanah ini” kata Kakek dengan menatap langit yang gelap.
Dito berbicara “Tidak kusangka ada sosok yang bisa menyadarkanku atas hidupku ini.”
Kakek tersebut hanya tersenyum dan secara tiba-tiba menghilang dari samping Dito. Cerita sang Kakek membuatnya sadar atas yang ia lakukan. Dito pun bangkit berdiri menengadah ke langit sambil mengelus dadanya.
ADVERTISEMENT