Konten dari Pengguna

Pungli: Tiket Masuk ke Kemunduran Pariwisata Daerah

Fitri Nova Situmorang
A college student at PKN STAN
4 Februari 2025 9:52 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitri Nova Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pungli merebak?
Ilustrasi: Retribusi Tiket Masuk Tempat Wisata (sumber: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Retribusi Tiket Masuk Tempat Wisata (sumber: Pexels)
ADVERTISEMENT
Sektor pariwisata Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan dan diproyeksikan menjadi pilar utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dari 3,6% pada tahun 2022 menjadi 3,8% pada tahun 2023, dengan target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2025 berkisar antara 14,6 hingga 16 juta orang. Tren pariwisata ke depan juga didorong oleh minat wisatawan terhadap cultural immersion, health and wellness tourism, serta eco-tourism. Selain itu, berbagai strategi telah disiapkan untuk menarik pasar potensial dari Asia Timur, Asia Tenggara, dan Oseania (Portal Informasi Indonesia, 2025). Namun, agar sektor ini dapat mencapai potensinya secara maksimal, permasalahan fundamental seperti pungutan liar (pungli) yang masih sering terjadi di destinasi wisata perlu segera diatasi. Jika tidak, target peningkatan jumlah wisatawan dan pertumbuhan industri pariwisata yang lebih inklusif bisa terhambat oleh pengalaman negatif wisatawan akibat praktik pungli di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Pungli dalam sektor pariwisata tidak hanya berdampak buruk bagi wisatawan tetapi juga bagi pemerintah daerah yang kehilangan potensi penerimaan retribusi. Wisatawan yang merasa diperas cenderung kecewa dan enggan kembali, bahkan menyebarkan pengalaman buruk mereka melalui media sosial dan platform ulasan wisata. Seperti halnya praktik pungli di kawasan wisata kuliner Pasar Lama Tangerang yang menjadi faktor penghambat perkembangan destinasi tersebut. Jika terus dibiarkan, wisatawan akan menghindari tempat-tempat yang terkenal dengan pungli dan memilih destinasi lain yang menawarkan transparansi dalam biaya dan retribusi.

Sudut Pandang Keuangan Daerah

Dari perspektif keuangan daerah, pungli menyebabkan kebocoran pendapatan yang seharusnya dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur dan fasilitas wisata. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mengamanatkan pengelolaan retribusi yang transparan dan akuntabel guna meningkatkan layanan publik. Namun, praktik pungli yang masih terjadi menunjukkan lemahnya pengawasan dan sistem pemungutan retribusi di berbagai daerah. Jika tidak segera ditangani, kebocoran ini akan terus menghambat optimalisasi pendapatan daerah serta berdampak pada keberlanjutan sektor pariwisata.
ADVERTISEMENT
Pungli juga menjadi penghambat utama investasi di sektor pariwisata. Investor cenderung menghindari daerah dengan reputasi buruk terkait pungutan liar karena risiko gangguan terhadap operasional bisnis. Jika wisatawan enggan berkunjung akibat pungli, maka destinasi tersebut akan kehilangan daya tarik, menyebabkan penurunan investasi dan tertundanya pembangunan infrastruktur serta fasilitas wisata. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi daerah terhambat, menciptakan stagnasi yang memperburuk daya saing destinasi wisata lokal di tengah persaingan global yang semakin ketat. Jika dibiarkan maka daerah dengan potensi wisata besar akan sulit berkembang secara optimal.
Dalam sektor pariwisata, retribusi daerah memiliki beberapa jenis yang berperan dalam mendukung pembangunan dan pelayanan wisata. Retribusi Jasa Umum dikenakan untuk layanan yang disediakan pemerintah daerah, seperti retribusi kebersihan, penggunaan toilet umum, serta pemeliharaan fasilitas wisata guna meningkatkan kenyamanan pengunjung. Retribusi Jasa Usaha mencakup pemanfaatan sarana yang dikelola pemerintah daerah, seperti penyewaan lapak di kawasan wisata, retribusi parkir kendaraan, serta tiket masuk ke objek wisata yang dikelola secara resmi. Jenis retribusi ini menjadi salah satu sumber utama pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Selain itu, terdapat Retribusi Perizinan Tertentu yang dikenakan kepada pelaku usaha wisata, seperti izin operasional homestay, restoran, dan wahana wisata yang berlokasi di kawasan milik pemerintah daerah. Dengan penerapan retribusi yang efektif, pendapatan daerah dapat dikelola untuk meningkatkan infrastruktur, fasilitas, serta daya tarik wisata secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Setiap jenis retribusi daerah berperan penting dalam mendukung pembangunan dan pelayanan wisata. Namun, jika pungli menggantikan mekanisme retribusi resmi maka pendapatan yang seharusnya masuk ke kas daerah justru hilang ke tangan oknum tidak bertanggung jawab. Akibatnya, anggaran untuk perbaikan infrastruktur wisata dan peningkatan layanan bagi wisatawan menjadi terbatas. Hal ini tidak hanya merugikan pemerintah daerah tetapi juga menghambat pengembangan destinasi wisata. Oleh karena itu, pemberantasan pungli harus menjadi prioritas utama dalam optimalisasi PAD guna mendukung pertumbuhan sektor pariwisata yang berkelanjutan.

Mengatasi Pungli

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dan platform Siberpungli, yang memungkinkan masyarakat melaporkan kasus pungli secara langsung. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan menindak oknum yang terlibat dalam praktik pungli. Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, pungli masih tetap terjadi di banyak destinasi wisata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya pengawasan yang berkelanjutan, lemahnya penegakan hukum, serta rendahnya kesadaran wisatawan dan pelaku usaha terkait hak dan kewajibannya dalam sistem retribusi daerah. Selain itu, di beberapa daerah, pungli justru dilakukan secara sistemik oleh oknum yang memanfaatkan kelemahan regulasi dan kurangnya digitalisasi dalam sistem retribusi.
Ilustrasi: Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Jawa Timur (sumber: Wikimedia Commons)
Oleh karena itu, selain memperkuat pengawasan, perlu dilakukan digitalisasi sistem pembayaran retribusi, yaitu menerapkan sistem tiket wisata digital yang memastikan transaksi lebih transparan dan membatasi intervensi pihak ketiga. Beberapa destinasi wisata di Indonesia telah menerapkan sistem ini dengan hasil yang cukup positif. Misalnya, Taman Wisata Alam Kawah Ijen di Jawa Timur telah menerapkan pembayaran tiket nontunai menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Langkah ini tidak hanya memudahkan wisatawan dalam proses pembayaran, tetapi juga memastikan bahwa pencatatan transaksi yang baik dan langsung masuk ke kas negara sehingga mengurangi risiko pungli (Ringtimes, 2025). Begitu juga Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta yang telah mengadopsi sistem e-ticketing untuk mengelola kunjungan wisatawan. Inovasi ini membantu dalam pencatatan data pengunjung secara lebih akurat dan mencegah potensi kebocoran PAD di tingkat desa (Desa Nglanggeran, 2017).
ADVERTISEMENT
Namun, implementasi sistem ini masih terbatas di daerah-daerah yang memiliki infrastruktur teknologi yang memadai. Destinasi wisata di daerah terpencil masih menghadapi tantangan dalam menerapkan sistem tiket digital akibat keterbatasan jaringan internet dan rendahnya literasi digital di kalangan pengelola wisata. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memastikan bahwa sistem ini tidak hanya tersedia di destinasi wisata utama, tetapi juga di daerah-daerah terpencil dengan membangun infrastruktur jaringan internet dan meningkatkan literasi digital bagi pengelola wisata. Dengan adanya keterlibatan aktif dari pemerintah pusat dan daerah dalam penyediaan infrastruktur serta edukasi digital, sistem retribusi berbasis digital dapat diterapkan lebih luas dan mencegah kebocoran pendapatan.
Pungli menjadi ancaman serius bagi optimalisasi retribusi daerah di sektor pariwisata. Dampaknya tidak hanya menurunkan jumlah wisatawan tetapi juga melemahkan sistem retribusi yang seharusnya menjadi sumber utama dalam pembangunan infrastruktur wisata. Ketika pungli merajalela, pendapatan daerah berkurang dan layanan wisata tidak dapat berkembang sesuai harapan. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, termasuk Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK), implementasinya masih belum merata dan perlu diperluas ke lebih banyak daerah.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal ini, pemberantasan pungli harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan destinasi wisata. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah menerapkan sistem pembayaran digital secara luas untuk mencegah kebocoran retribusi. Selain itu, pengawasan terhadap pengelolaan retribusi harus diperketat dengan regulasi yang lebih ketat dan tindakan tegas terhadap pelaku pungli.
Di samping itu, meningkatkan kesadaran masyarakat dan wisatawan tentang pentingnya membayar retribusi resmi akan memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pariwisata. Dengan pengelolaan yang lebih baik, sektor pariwisata dapat berkembang secara berkelanjutan, meningkatkan kepercayaan wisatawan, serta memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Jika retribusi dikelola dengan optimal, maka pembangunan infrastruktur wisata akan lebih berkelanjutan dan mampu menciptakan destinasi wisata yang aman, nyaman, serta lebih menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
ADVERTISEMENT

Referensi

Desa Nglanggeran. (2017). Inovasi Desa Wisata Nglanggeran Melalui Penerapan E-Ticketing. Diakses dari https://desanglanggeran.gunungkidulkab.go.id/first/artikel/392-Inovasi-Desa-Wisata-Nglanggeran-Melalui-Penerapan-E-TICKETING
Portal Informasi Indonesia. (2025). Meneropong Tren Pariwisata 2025. Diakses dari https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8899/meneropong-tren-pariwisata-2025?lang=1
Ringtimes. (2024). Transformasi Digital di Kawah Ijen, Wisatawan Kini Bisa Bayar Tiket Masuk dengan QRIS, Praktis dan Transparan. Diakses dari https://www.ringtimes.id/indonesia/74920543/transformasi-digital-di-kawah-ijen-wisatawan-kini-bisa-bayar-tiket-masuk-dengan-qris-praktis-dan-transparan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah