Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Netizen Twitter: Antara Kebebasan Berpendapat dan Kontroversi
17 Juni 2023 18:51 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mahilla Neriz Azalea tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam era digital seperti saat ini, kebebasan berpendapat semakin mudah dilakukan dan semakin terbuka lebar. Salah satu platform yang memudahkan masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara cepat dan global adalah Twitter. Dari satu sisi, Twitter memberikan dampak positif dalam mendorong masyarakat untuk lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat.
ADVERTISEMENT
Dalam platform ini, netizen dapat berbicara tentang apa pun yang mereka inginkan dan dengan siapa pun yang mereka inginkan. Hal ini memungkinkan netizen untuk memperkuat demokrasi dan memberikan suara kepada rakyat kecil. Namun, dari sisi lain, dampak negatif juga terjadi akibat penggunaan Twitter.
Kontroversi, konflik, dan penyebaran konten kebencian, hoaks, serta pelecehan online menjadi masalah yang kerap terjadi di platform media sosial ini. Meski begitu, keistimewaan Twitter sebagai platform yang memperkuat kebebasan berpendapat menjadi sorotan penting untuk dibahas.
Tak sedikit data menunjukkan bahwa terdapat banyak kontroversi yang muncul akibat penggunaan Twitter. Kontroversi tersebut bisa berupa konflik antarindividu, kelompok, atau bahkan negara. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat di Twitter bukan hanya sekadar perbedaan pendapat, tetapi juga dapat memicu konflik yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Menurut survei Anti-Defamation League pada tahun 2021, Twitter menjadi platform media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan konten kebencian dan ekstremisme. Dalam survei tersebut, ditemukan bahwa sebanyak 64% dari semua konten kebencian yang dilaporkan berasal dari Twitter.
Para ahli mengatakan bahwa hal ini bisa terjadi karena Twitter memiliki batasan-batasan yang lebih longgar terkait dengan konten yang diizinkan dibandingkan platform-platform media sosial lainnya. Maka dari itu, Twitter menjadi platform yang populer bagi kelompok-kelompok ekstremis untuk menyebarkan pandangan mereka. Hal ini memiliki dampak negatif pada keterbukaan dan kualitas diskusi publik.
Selain itu, data dari Pew Research Center (2021) menunjukkan bahwa sekitar 41% pengguna Twitter mengalami pelecehan online. Pelecehan online ini bisa berupa komentar yang tidak sopan, ancaman, atau bahkan pelecehan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh netizen Twitter juga bisa menimbulkan dampak negatif bagi pengguna lainnya.
ADVERTISEMENT
Kontroversi lain yang seringkali terjadi di Twitter adalah adanya penyebaran informasi yang salah atau hoaks. Sebuah studi oleh The University of Sheffield pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Twitter adalah platform media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoaks dan disinformasi. Seperti yang baru-baru ini terjadi, terdapat isu mengenai sebuah akun di Twitter yang membuat thread untuk merayakan Pride Month.
Thread tersebut memicu kontroversi karena oknum menggiring opini publik dengan membawa agama sebagai media promosi agenda mereka. Sebagai informasi, Pride Month merupakan momentum bagi komunitas LGBTQ+ untuk merayakan keberagaman dan kebebasan seksual. Hal ini memicu perdebatan di kalangan netizen yang berbeda pandangan atau yang tidak setuju dengan keberadaan dan kebebasan mereka.
ADVERTISEMENT
Kebebasan berpendapat di Twitter penting karena dapat memperkuat demokrasi dan memberikan suara kepada rakyat kecil. Namun, kebebasan ini juga harus dibatasi agar tidak melanggar hak privasi dan merugikan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan regulasi dari Twitter dan kerja sama dari pengguna untuk memastikan kebebasan berpendapat tetap memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Jika tidak diawasi dengan baik, penggunaan Twitter dapat memicu konflik yang lebih besar.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pengguna Twitter yang menyebar berita hoaks dan menciptakan akun palsu. Selain itu, diperlukan program edukasi dan kampanye sosialisasi yang lebih luas dan intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan Twitter yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Ini dapat mencakup pelatihan mengenai cara menggunakan Twitter dengan baik, memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya, dan melaporkan akun yang mencurigakan. Pengembangan algoritma untuk mendeteksi akun palsu dan penyebar berita hoaks juga dapat membantu mengendalikan penggunaan Twitter yang tidak bertanggung jawab. Pihak Twitter harus bekerja sama dengan para pengguna dan pemerintah untuk mengembangkan regulasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan mencegah terjadinya konflik yang lebih besar di masyarakat.
Namun, solusi tersebut juga harus diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab. Masyarakat harus diingatkan dan dipandu untuk tidak menyebar berita palsu atau melakukan tindakan bully melalui sosial media terkhususnya Twitter. Selain itu, perlu adanya pemahaman bahwa kebebasan berpendapat juga harus diiringi dengan tanggung jawab atas apa yang diucapkan atau ditulis.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, media massa dan lembaga pendidikan memegang peran krusial dalam membentuk pemahaman masyarakat tentang kebebasan berekspresi. Selain memberikan edukasi tentang pentingnya kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab, media massa juga dapat memberikan sudut pandang baru tentang isu-isu yang terkait.
Contohnya, dengan menyajikan laporan jurnalistik yang objektif dan seimbang, media massa dapat membantu masyarakat untuk mengatasi kesalahpahaman dan bias dalam menilai suatu masalah. Di sisi lain, lembaga pendidikan juga berperan penting dalam membentuk etika berpendapat sejak dini bagi generasi muda. Dengan memberikan pemahaman tentang cara berpendapat yang baik dan benar, lembaga pendidikan dapat membantu masyarakat untuk menghindari konflik yang tidak perlu dalam menyampaikan pendapat di media sosial.
Dalam rangka memperkuat demokrasi dan memberikan suara pada rakyat kecil, kebebasan berpendapat di Twitter menjadi hal yang penting. Namun perlu diingat bahwa kebebasan tersebut juga harus dibatasi agar tidak merugikan orang lain dan melanggar hak privasi. Oleh karena itu, perlu ada kerja sama antara pihak Twitter dan pengguna untuk memastikan kebebasan berpendapat tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, masyarakat juga perlu memiliki kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab dan etika berpendapat. Dengan ini, kebebasan berpendapat di Twitter dapat dilakukan tanpa merugikan orang lain.