Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Pajak Progresif PBB-P2: Solusi Keadilan Fiskal dan Optimalisasi Lahan
2 Februari 2025 14:51 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Fanisya Intan Oktavia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan instrumen fiskal yang berfungsi sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD). Namun, dalam praktiknya, penerapan tarif tetap pada PBB-P2 sering kali dinilai kurang adil, terutama dalam konteks pemanfaatan lahan yang tidak optimal dan ketimpangan kepemilikan properti. Pengenaan tarif progresif menjadi opsi yang layak dipertimbangkan guna mewujudkan keadilan fiskal sekaligus mendorong pemanfaatan lahan yang lebih produktif.
ADVERTISEMENT
Di negara lain, pengenaan tarif progresif terhadap properti telah menjadi instrumen penting dalam upaya peningkatan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk lebih mendorong pemanfaatan lahan secara lebih optimal serta menekan ketimpangan kepemilikan properti.
Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, terutama di daerah perkotaan, telah mendorong peningkatan nilai properti, seperti tanah dan bangunan, yang tidak diiringi dengan pemerataan kepemilikan. Akibatnya, banyak properti yang dikuasai oleh segelintir pemilik modal tanpa pemanfaatan yang maksimal. Sementara itu, masyarakat berpenghasilan rendah semakin kesulitan dalam memperoleh akses terhadap properti dan hunian yang layak.
Bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rumah tangga yang memiliki hunian milik sendiri pada tahun 2023 hanya sebesar 56,67% dan masih berada di bawah rata-rata nasional yang mencapai 84,79%. Kondisi itu juga diperparah oleh praktik spekulasi tanah yang berpotensi menghambat perkembangan daerah dan menciptakan ketidakseimbangan distribusi aset.
ADVERTISEMENT
Penerapan tarif progresif pada PBB-P2 diharapkan mampu menjadi solusi dalam menekan praktik spekulasi, mendorong pemilik lahan besar untuk mengoptimalkan pemanfaatannya, serta secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak daerah. Oleh karena itu, kebijakan tersebut tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan daerah melainkan juga sebagai instrumen untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
Mengapa Tarif Progresif?
Tarif progresif pada pajak umumnya diterapkan dalam sistem perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Prinsip yang sama dapat diterapkan pada PBB-P2, di mana semakin tinggi nilai tanah atau bangunan yang dimiliki, maka semakin besar pula tarif pajaknya.
Pendekatan ini tidak hanya akan berdampak pada peningkatan penerimaan daerah, tetapi juga dapat mengendalikan spekulasi tanah yang sering kali menyebabkan harga properti melambung tinggi.
ADVERTISEMENT
Di negara-negara seperti Singapura dan Inggris, kebijakan pajak progresif atas properti telah diberlakukan dalam hal mendorong keadilan sosial dan mengontrol pasar properti yang tidak stabil. Kenaikan tarif pajak properti di Inggris terjadi pada setiap pembelian properti kedua dan seterusnya. Untuk pembelian rumah kedua namun tidak untuk ditinggali akan dikenakan pajak lebih tinggi 3 persen daripada mereka yang membeli untuk ditinggali. Bahkan, persentase kenaikan nilai pajak yang harus dibayar oleh warga Singapura jauh lebih tinggi untuk kepemilikan properti kedua dengan tarif 30 persen.
Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya kepemilikan lahan yang sangat terkonsentrasi di tangan segelintir pihak menyebabkan harga tanah melonjak dan menyulitkan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk memiliki hunian layak. Jika tarif progresif diterapkan, pemilik lahan dengan aset besar akan menghadapi beban pajak yang lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat mendorong mereka untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan atau bahkan melepas sebagian asetnya sehingga tanah lebih banyak tersedia di pasar.
Skema Pengenaan Tarif Progresif
Tarif progresif PBB-P2 dapat diterapkan berdasarkan akumulasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas properti yang dimiliki. Berikut adalah contoh skema tarif yang dapat diterapkan:
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, Pak Joko memiliki dua rumah, rumah pertama dengan NJOP Rp100.000.000 dan rumah kedua dengan NJOP Rp200.000.000. Maka, berdasarkan tarif pajak di atas, perhitungan pajaknya sebagai berikut:
NJOP rumah pertama + NJOP rumah kedua = Rp100.000.000 + Rp200.000.000 = Rp300.000.000
Maka, pajak PBB-P2 yang harus dibayarkan oleh Pak Joko sebesar 1 persen.
Peningkatan Local Taxing Power dan Kemandirian Fiskal
Salah satu pilar dalam UU HKPD adalah tentang penguatan local taxing power. Pilar ini memberikan dasar bagi pemerintah daerah untuk bisa meningkatkan pendapatan tanpa mengabaikan kemampuan masyarakat dalam membayar pajak.
ADVERTISEMENT
Penerapan tarif progresif berdasarkan akumulasi nilai NJOP akan berdampak langsung pada penerimaan pajak daerah. Tarif progresif memungkinan daerah meningkatkan kontribusi pajak dari sektor properti.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta mencatat nilai realisasi penerimaan pajak daerah PBB-P2 pada akhir semester pertama tahun 2024 sebesar Rp1,32 triliun. Nilai ini baru mencapai 12,65 persen dari target sebesar Rp10,5 triliun. Dengan adanya penerapan tarif progresif, pencapaian target penerimaan pajak daerah PBB-P2 seperti di DKI Jakarta dapat dikejar.
Menurut data dari Bank Indonesia, nilai properti di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya terus meningkat sekitar 8-10 persen pada kuartal pertama tahun 2024. Berdasarkan hal itu, pemerintah daerah berpotensi mendapatkan lebih banyak pendapatan dari properti.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kewenangan pemerintah daerah dalam perpajakan masih terbatas. Hal ini menyebabkan banyak daerah yang bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat sehingga kemandirian fiskalnya rendah. Jika tarif progresif pada PBB-P2 diterapkan dengan mekanisme yang fleksibel dan menyesuaikan dengan karakteristik tiap daerah, maka hal ini dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan PAD serta memperkuat kapasitas fiskal daerah.
Kemandirian fiskal daerah yang lebih kuat juga dapat membantu pemerintah daerah dalam mengembangkan infrastruktur dan layanan publik secara lebih mandiri, tanpa terlalu bergantung pada anggaran pusat. Dengan demikian, setiap daerah memiliki insentif untuk mengelola sumber daya pajaknya dengan lebih efektif dan inovatif.
Dampak Positif Tarif Progresif PBB-P2
Penerapan tarif progresif pada PBB-P2 memberikan insentif bagi pemerintah daerah untuk memperoleh pendapatan daerah yang lebih besar, terutama pada daerah dengan tingkat urbanisasi yang tinggi seperti Jakarta dan Surabaya.
ADVERTISEMENT
Dalam skema tarif tersebut, pemilik properti dengan nilai akumulasi lebih tinggi akan membayar pajak lebih tinggi.
Kemudian, salah satu tujuan utama dari tarif progresif adalah mengurangi kesenjangan ekonomi dalam hal kepemilikian properti. Kebijakan itu dapat mendorong para pemilik properti untuk memanfaatkan propertinya dengan produktif atau bahkan menjualnya, serta membuka kesempatan bagi masyarakat untuk membeli properti dengan harga lebih terjangkau.
Tantangan dan Implementasi Kebijakan
Meskipun penerapan tarif progresif pada PBB-P2 menawarkan banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi.
Pertama, resistensi dari pemilik properti besar dan kelompok bisnis yang merasa dirugikan oleh kebijakan ini. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu melakukan sosialisasi yang intensif untuk menjelaskan manfaat jangka panjang dari sistem pajak yang lebih adil ini.
ADVERTISEMENT
Kedua, perlu basis data kepemilikan tanah dan bangunan yang harus diperbarui secara berkala untuk mengidentifikasi wajib pajak secara akurat. Digitalisasi administrasi pajak dan peningkatan kapasitas SDM pajak daerah juga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan implementasi tarif progresif.
Ketiga, diperlukan koordinasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan fiskal daerah harus tetap dalam strategi nasional yang tidak menghambat investasi. Oleh karena itu, pendekatan bertahap dalam penerapan tarif progresif bisa menjadi pilihan yang lebih realistis.
Kesimpulan
Pengenaan tarif progresif pada Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dapat menjadi solusi untuk meningkatkan keadilan fiskal dan mendorong pemanfaatan lahan yang lebih optimal. Dengan tarif yang meningkat seiring dengan bertambahnya kepemilikan properti, kebijakan ini tidak hanya akan memperbaiki distribusi beban pajak, tetapi juga mengurangi praktik spekulasi tanah yang merugikan masyarakat berpenghasilan rendah.
ADVERTISEMENT
Implementasi tarif progresif juga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), terutama di daerah dengan tingkat urbanisasi tinggi, seperti Jakarta dan Surabaya. Hal ini akan memperkuat kemandirian fiskal daerah dan mengurangi ketergantungan pada transfer dana dari pemerintah pusat.
Namun, tantangan dalam penerapan kebijakan ini tetap ada, seperti resistensi dari pemilik properti besar dan kebutuhan akan basis data kepemilikan yang akurat. Oleh karena itu, sosialisasi yang efektif, digitalisasi administrasi pajak, serta koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci keberhasilan implementasi sistem pajak progresif ini.