Konten dari Pengguna

Bersama Pak Yos

Fandi Achmad Fahrezi
Fandi Achmad Fahrezi FKIP Pendidikan Sejarah Universitas Jember
30 Desember 2024 16:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fandi Achmad Fahrezi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pixabay
zoom-in-whitePerbesar
pixabay
ADVERTISEMENT
Awal
Kata-kata dipermasalahkan, lukisan-lukisan diturunkan dan ekspresi-ekspresi kemarahan dipaksa tunduk atas kekuasaan. Padahal seni merupakan suatu alat untuk menarasikan sejarah yang terjadi... baik itu lukisan, tulisan atau tarian. Tarian Seblang yang menarasikan keadaan istri ketika ditinggal suami dan putranya saat perang blambangan, Karya tulis seperti Laut bercerita yang menceritakan perjuangan mahasiswa dan lukisan dari Pak Yos Suprapto yang menggambarkan suatu realita. Juga tak pernah bisa kita bayangkan nasib dari Pramodya Ananta Toer maupun Hamka.
ADVERTISEMENT
Berita mengenai dibatalkanya pagelaran lukisan Pak Yos Suprapto benar-benar telah menganggu keyakinan penulis bahwa kejujuran adalah kunci Emas dalam suatu hubungan. Hubungan antar individu ke individu atau hubungan pemerintah dengan Rakyatnya. Mengapa dibatalkan? Atas dasar apa dibatalkan?
Isu
Pembatalan tersebut berdasar pada pendapat penilaian kurator yang menilai bahwa beberapa lukisan tersebut tak sesuai dengan tema Kebangkitan Tanah untuk Swasembada Pangan
Lukisan Pak Yos dinilai terlalu vulgar, sekedar ekspresi kemarahan dan semacam metafor yang menjadi kekuatan karya seni. Terlalu Vulgar dan Ekspresif coba bayangkan! Penilaian yang sangat menyimpang dari fungsi karya seni sebagai bentuk ekspresi yang tak di kekang. Tak sampai disitu, penilaian kurator juga di Amini oleh Menteri terkait. Seorang menteri yang katanya gemar mengoleksi barang-barang kebudayaan dan seorang menteri uang yang katanya memiliki latar belakang akademik di bidang kebudayaan!Benarlah kata Pak Mustafa Bisri dalam penggalan puisinya "Republik Rasa Kerajaan."
ADVERTISEMENT
Fakta Sejarah
Dalam sejarah dunia, tentunya peristiwa ini bukanlah yang pertama kali. Vladimir Makovsky pernah melukiskan tragedi lapangan Khodynk. Lukisan tersebut menggambarkan kerumunan orang dan diantaranya terdapat makam. Hal ini menggambarkan kerumunan masa yang berdesakan untuk mengambil hadiah yang telah dijanjikan pada penobatan Nikolay II pada tahun 1896. Pada peristiwa ini 1.389 manusia menjadi korban.
Pada 1901, lukisan ini diturunkan dari pameran Peredvizhniki dan Vladimir Makovsky diberi peringatan oleh Gubernur Jendral Moskow.
Di London, Bansky pernah membuat mural yang dinamainya Slave Labour yang dibuat pada 2012 di dinding area Wood Green. Mural ini menggambarkan seorang anak yang sedang menjahit bendera Inggris yang merupakan tindakan ekspresif atas kerisauanya atas kondisi pekerja di pabrik pembuatan cendera mata Olimpiade London. Pada tahun 2013, mural ini hilang.
ADVERTISEMENT
Lalu, masih banyak lukisan-lukisan di dunia seperti Vietnam Vetterans Memorial, The Gorss Clinics, dan Myra.
Terdapat pola-pola yang terus berulang dibalik pelarangan lukisan atau karya sejenisnya. Pertama, mendapatkan protes dari masyarakat seperti lukisan Pinkswing Park karya Agus Swage dan Davy Linggar. Lukisan tersebut mendapatkan protes lantaran terlalu vulgar. Kedua, Menjatuhkan citra pemerintahan seperti lukisan khodynka.
Garis
Pola tersebut terus terulang hingga sampai kepada lukisan Pak Yos terkini. Pemerintah memiliki program pertanian berkelanjutan yang akan mencetak 100 ribu hektare lahan pertanian yang dimulai dari Wanam hingga hingga Muting dengan total target mencapai satu juta hektare.
Nah, tak bisa dibayangkan oleh pemerintah jika lukisan Pak Yos jadi di pamerkan. Lukisan-lukisan yang mengungkap realitas pangan tersebut tentunya akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan mungkin akan mempersulit program tersebut.
ADVERTISEMENT
Realita yang terjadi di bangsa ini digambarkan jelas oleh seorang Musisi penulis rasa. Karya ini muncul di beranda sosial Instagram penulis... Lagunya berjudul Ilusi Negeri karya dari Robit Nurul Jamil
Interpretasi penulis atas karya beliau yakni kita sebagai rakyat dibombandir akan berita, data dan video di sosial media atas kinerja baik pemerintah yang tentunya semua itu hanya ilusi untuk menutup sesuatu. Sudah saatnya kita sadar dan meninjau berita-beita yang disodorkan media. Dengan hal itu, kita dapat Merdeka.
Penulis tutup tulisan ini dengan interpretasi sebuah lagu sebab jika dengan lukisan nanti tulisan ini akan di turunkan.