Idul Fitri: Kembali pada Fitrah Bangsa Indonesia

Fandi Achmad Fahrezi
Fandi Achmad Fahrezi FKIP Pendidikan Sejarah Universitas Jember
Konten dari Pengguna
9 April 2024 13:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fandi Achmad Fahrezi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ramadhan hampir usai, hari kemenangan sebentar lagi sampai. Siapakah yang menang itu? Ialah yang mampu mengais kepingan-kepingan emas dalam ramadhan dan menjaga nilainya supaya tetap stabil atau bahkan meningkat.
ADVERTISEMENT
Adapun yang saya maksud sebagai kepingan-kepingan emas itu ialah nilai terselubung dalam perayaan Idul Fitri yang merupakan semen untuk mengokohkan pondasi gotong royong bangsa Indonesia.
Fitrah
Gotong Royong dalam bahasa Jawa berarti mengangkat sesuatu secara bersama-sama. Dengan kata lain, partisipasi aktif dari individu untuk menyumbangkan nilai tambah dalam menyelesaikan masalah terhadap suatu objek atau membantu antar sesama subjek.
Nilai gorong royong yang telah digali dari lubuk bangsa kita sendiri tampak mulai memudar di grogoti oleh penduduk negeri. Penduduk negeri ini terlalu terbuai dengan adanya modernisasi sehingga melahirkan sosok-sosok individualis yang beralibi setiap individu memiliki kebebasan dan kemandirian untuk menentukan arah perjuangan dalam memajukan hidup mereka sendiri. Darinya lahirlah sifat-sifat individualis yang tak peduli akan penderitaan saudara sendiri.
ADVERTISEMENT
Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah begitu mudahnya budaya luar merembes masuk ke negeri ini tanpa adanya filterisasi yang mumpuni. Hal ini yang kemudian menjadi sebab tidak tercapainya esensi dari modernisasi yakni melangkah dari tahap rendah ke tahap yang lebih tinggi. Muskil rasanya jika kita mengakui telah hijrah ke tahap yang lebih tinggi ketika warisan-warisan positif lambat-laun mulai terkikis.
Buktinya telah terpampang hampir di seluruh penjuru negeri... mulai dari politik identitas yang begitu melukai, persaingan dalam dunia bisnis yang menepikan hati nurani selama tidak rugi dan juga kondisi Bumiputera dalam konteks literasi yang begitu miris sehingga dengan lunaknya teriris oleh berita-berita yang tak tervalidasi.
Oleh sebab itu, gotong-royong harus kembali digaungkan. Dalam rangka mengokohkan kembali pondasi gotong royong negri ini, penulis memiliki beberapa konsepsi yang tercetus dari diksi "lebaran" dengan beberapa padanan katanya yang diberi mama "Gatra Asa"
ADVERTISEMENT
Gatra Asa
Lebaran berasal dari kata lebar yang kemudian diberi imbuhan -an sehingga berarti lapang. Maknanya, bangsa ini harus kembali lapang dada menerima segala perbedaan sekaligus tak sungkan untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Luberan berarti meluap atau melimpah. Maknanya, kita harus kembali merawat warisan-warisan budaya yang melimpah di negri ini sebagai bentuk filterisasi dari modernisasi.
Laburan Identik dengan kebiasaan mayoritas orang Indonesia yang merias kembali rumahnya untuk menyambut idul Fitri. Maknanya, kita harus kembali memperindah negeri ini dengan mengelaborasi hal-hal yang telah dimiliki.
Leburan
Diambil dari bahasa Jawa yang berarti menyatu. Maknanya, kita harus kembali mencari kata mufakat atas segala perbedaan dengan terwujudnya persatuan yang seutuhnya.
Sumber
Annida Kharisma Putri, Atikah Salsabila, Aulia PrLabayunita. (2023). MEMUDARNYA NILAI-NILAI GOTONG ROYONG PADA ERA GLOBALISASI, Fakultas Pertanian, Universitaa Sebelas Maret
ADVERTISEMENT
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-jakarta3/baca-artikel/15021/Makna-Idul-Fitri-dan-Lebaran.html