Konten dari Pengguna

Tangga di Rumah Kita

Fandi Achmad Fahrezi
Fandi Achmad Fahrezi FKIP Pendidikan Sejarah Universitas Jember
16 Oktober 2024 8:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fandi Achmad Fahrezi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Merasa mesra dalam sengsara atau merasa sengsara dalam mesra kerap terjadi di dalam rumah tangga Sagara dan Yamuna.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana sih!! udah tau aku ga suka pedas tapi masih tetep aja!" amuk Sagara karena kulit sapi yang dimasak Yamuna terlalu pedas.
" Maaf, Saga sayang, waktu memasak pikiranku sedang mendidih bersama air yang ku rebus."
"Ada apa Una? apa yang sedang menganggu pikiranmu?" amuk Sagara dikalahkan oleh rasa sayangnya terhadap Una."
"Sebenarnya, aku benar-benar merasa bersalah ketika memutuskan untuk menunda punya momongan... pekerjaan kita sebagai pegawai negeri sipil dan tanggungan-tanggungan yang menggunung nanti jika kita mempunyai anak, membuatku memutuskan demikian." Ujar Una sambil menatap mata Sagara dengan mata yang berkaca-kaca."
"Una sayangg... Setiap keinginanmu aku hargai, termasuk untuk menunda momongan... Sayang, bukankah dulu kita sempat ragu untuk menikah muda lantaran biaya menikah yang tidak murah... sebab kita ingin meriah dikala profesi kita hanya sebagai guru honorer... Tapi, kamu ingat ga? di kala kita ditimpa ragu, maka mengambil jeda akan memupuk kembali keyakinan kita... Akhirnya, pada kala itu, kita memikirkan cara meraup uang dari sisi yang lain...toh kita akhirnua menikah dengan meriah." tutur Sagara.
ADVERTISEMENT
Mesra
"Aku inget Ga!. tapi aku takut namun pengen...aku iri melihat orang tua yang asyik bermain dengan anaknya di taman, aku merasa iri Ga"
Sagara tersenyum manis melihat kekasihnya yang sedang gusar namun hitam bola matanya masih terlihat indah. Sagara berdiri lalu menghampiri Una yang sedang terpaku di hadapanya.
"Tak mengapa Una, sejak kita menikah, tabungan sudah kita persiapkan... Ilmu parenting juga sudah kita tabung dan masa depan akan tunduk dalam kemesraan kita, Na.
Mereka saling beradu pandang dan dalam sekejap bibir Una melumat bibir Sagara. Lalu, nasi dan kulit sapi di meja makan pun menangis."
Ketika di Ranjang, Sagara semakin bergairah. Namun, ia tidak ingin bergairah sendirian. Setelah saling membalas serangan bibir masing-masing. Sagara mengambil inisiatif untuk beralih mencium leher Una di sebelah kanan dan tangan kiri sagara membelai leher Una. Kemudian, dari leher kanan beralih ke leher kiri dan jari jemari Sagara meraba payudara Una. Kedua sisi leher telah rampung.
ADVERTISEMENT
Sagara mendorong Una ke ranjang, kemudian lidahnya bersilat dengan puting Una di sebelah kiri dan jari jemari ananya masih asyik memuaskan payudara di sebelah kanan. Payudara telah rampung. Una mulai basah dan Sagara pun mulai memainkan tempo sampai akhirnya mereka sama-sama kelelahan dalam mesra dan tertidur di siang bolong.
Seminggu kemudian, kabar baik singgah di rumah mereka
"Sayanggg, aku hamil!" Teriak Una menyergap Saga dalam peluknya.
Saga hanya bisa terdiam seolah-olah semua alfabet telah lenyap dari muka bumi dan digantikan dengan derai haru air mata.
9 bulan masa kehamilan membuat rasa cinta diantara mereka semakin menguat... Di lain sisi, Sagara benar-benar memperhatikan kebutuhan gizi dari istri dan calon anaknya.
ADVERTISEMENT
"AAAAAA" Jerit Una kesakitan
Saga pun sempat menjerit histeris melihat pendarahan yang terjadi pada Una. Pukul 08.00 Saga menelpon ambulan... Sesampainya di sakit Una langsung di bawa ke UGD untuk menuntaskan proses kehamilan. Akhirnya, anak laki-laki keluar dari rahim Una. Anak yang lahir dari keraguan yang hancur ini kemudian di beri nama Baruna Pratidina.
Seperti namanya, ia bagaikan laut yang ganas... Yang sanggup menerjang semua rintangan dengan ombaknya. Baruna tumbuh menjadi anak yang tangguh dan cerdas. Keyakinan dari Sagara dan Yamuna pun membuahkan hasil... Mereka tak pernah di timpa kesulitan secara materi dan berhasil mendidik Baruna dengan baik. Namun, keraguan kembali menghampiri Yamuna.
"Sayang, gimana jadinya kalau kematian menghampiri salah satu dari kita sebelum baruna tumbuh dewasa." Tanya Yamuna
ADVERTISEMENT
Seraya memanjangkan selimut untuk menyelamatkan diri dari dinginya malam hari, Baruna berkata:
"Keyakinan kita, sudah kita tanamkan pada namanya, selanjutnya adalah bagaimana caranya kita membentuk keyakinan Baruna akan dirinya... Meskipun maut begitu misterius, apa yang akan kita tinggalkan untuk Baruna harus disiapkan dan pondasi dari semua yang dibutuhkan adalah keyakinan."
Kita adalah tuan dari pikiran, ketika pikiran telah ditundukkan... Maka, apapun yang diinginkan akan merunduk.