Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Pahlawan di Balik Layar Perang Yamamah
16 Maret 2021 11:39 WIB
Tulisan dari Rahmatul akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Rahmatul Akbar
Anas bin Malik bin An-Nadhar bin Dhamdham bin Zaid bin Haram bin Jundab bin ‘Amir bin Ghanm bin ‘Adi bin ‘Amr bin Al-Khazraj adalah sosok yang sangat masyhur, siapa yang tidak tau nama itu, nama yang tidak asing didengar di telinga kaum muslimin, dia adalah seorang Mufti, Qori, Muhaddist, dan Kaadhimurrasuulillah (pembantu atau pelayan Rasulullah SAW.)
ADVERTISEMENT
Anas bin Malik berkhidmat kepada Rasulullah SAW. Selama 10 tahun lamanya, nama panggilannya adalah Abu Hamzahdan termasuk dari salah satu sahabat Nabi yang banyak meriwayatkan hadits. Jumlah riwayatnya mencapai 2.286 hadits, baik hadits yang didengarnya secara langsung maupun atas perantara sahabat-sahabat Rasulullah SAW lainnya.
Tahukah kita saudara kandung Anas bin Malik yang perannya tak kalah penting dari Anas bin Malik, dia seorang yang sangat berjasa atas kemenangan kaum muslimin di peperangan Yamamah (632 M). Dia adalah Al-Barra’ bin Malik.
Anas dan Al-barra’ adalah saudara kandung dari pasangan Malik bin Nadhor dan dan Ummu Sulaim Malikah binti Milhan, mereka berdua dilahirkan di kota Madinah.
Tidak cukup bagi saya untuk memaparkan sejarah kepahlawanan Al-Barra’ bin Malik Al-Anshory di dalam lembaran-lembaran ini, namun ada satu kisah yang dapat menggambarkan dan menyimpulkan bahwasanya Al-Barra’ bin Malik adalah seorang yang sangat berani, selalu berada di garda terdepan saat peperangan dan tidak takut dengan kematian, sehingga dia menjadi orang yang sangat ganas di hadapan musuh-musuh Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Al-Barra’ bin Malik berperawakan kurus, bertulang kecil, rambut berantakan, badannya penuh dengan debu dan kumal namun gesit, susah untuk dilihat dan ganas saat memerangi musuh-musuh Allah SWT.
Walaupun secara fisik seperti itu,tidak ada halangan untuknya mendapatkan gelar seorang pahlawan yang sangat berani yang telah membunuh 100 orang musyrik saat berduel satu lawan satu. Ialah Sang Superhiro di kehidupan nyata.
Kebenaran tentang keberaniannya dan pantang mundur Al-Barra’ tersirat pada sebuah surat yang dikirimkan oleh Amirul Mu’minin Al-Faruq (Umar bin Khatab) kepada Awliya’ (pemimpin/gubernur) yang berada di wilayah Islam “Janganlah kalian tunjuk Al-Barra’ sebagai Amir (pemimpin) dalam pasukan kaum muslimin, karena di khawatirkan ia dapat mencelakakan tentaranya karena ia ingin terus maju.”
ADVERTISEMENT
Kisah ini dimulai tak lama setelah wafatnya Rasulullah SAW. Pada awal masa Islam tak dipimpin sang baginda Nabi Muhammad SAW, banyak kabilah/suku Arab yang berbondong-bondong keluar dari Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Yang menyisakan berapa penduduk Makkah, Madinah, Thaif, dan sebagian kelompok yang berada di berbagai daerah yang Allah jaga keteguhan iman mereka.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakr Ash-Shiddiq, merebaknya huru-hara kemurtadan dan fitnah-fitnah. Abu Bakr tetap tegar dalam menghadapi semua ini, sembari mempersiapkan 11 pasukan dari kaum Muhajirin dan Anshor (jika digabungkan berjumlah 13.000 pejuang), dan begitu juga mempersiapkan 11 panji-panji Allah yang siap memimpin mereka dalam peperangan. Abu Bakr lakukan ini guna mengembalikan orang-orang murtad agar kembali ke jalan Allah dan membimbing orang-orang yang tersesat agar kembali ke jalan yang lurus.
ADVERTISEMENT
Saat pasukan-pasukan yang sudah dipersiapkan Abu Bakr untuk dikirim ke Jazirah Arab, terdapat kelompok orang-orang murtad yang bersatu padu menjadi satu pasukan yang jumlah mereka sangat banyak, bahkan mencapai 40.000 orang yang dikomando langsung oleh seorang pendusta yang dijuluki Al-Kadzab (pembohong). Dia adalah Musailmah bin Habib suami dari Sajah binti Al-Harist. Pasukan tersebut terdiri dari kelompok Bani Hanifah (pendukung fanatik Musailamah Al-Kadzab karena kesukuan bukan karena pengakuan kenabiannya) dan kelompok-kelompok yang terikat perjanjian dengan Musailamah.
Musailamah dapat menggempur pasukan muslim pertama yang di pimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, yang membuat pasukan itu mundur tanpa hasil.
Setelah mundurnya pasukan pertama, Abu Bakr memerintahkan Khalid bin Walid agar pasukan kedua yang dipimpinnya segera menuju ke medan pertempuran untuk menumpaskan Musailamah Al-Kadzab beserta pasukannya dan menghancurkan moral para pemberontak dengan gagah berani yang dimiliki Khalid bin Walid. Pasukan kedua ini banyak dipenuhi oleh pembesar kaum Muhajirin dan Anshor, salah satunya Al-Barra’ bin Malik.
ADVERTISEMENT
Yamamah adalah sebuah wilayah yang terletak di Najd (wilayah yang terletak di bagian dataran tinggi di pusat Negara Arab Saudi). Di tempat itulah tempat bertemunya pasukan Khalid bin Walid yang memimpin pasukan Muslim dan pasukan Musailamah Al-Kadzab.
Terjadilah peperangan di tempat itu, tak lama setelah peperangan dimulai, pasukan yang dikomando Musailamah dapat mengungguli pasukan muslimin dan berhasil membuat pasukan muslimin kocar-kacir dan terpojok hingga ke barisan pertahanan. Membuat tiang dan tali tenda induk Khalid bin Malik terlepas akibat penyusup dari pasukan musuh masuk, bahkan hampir membunuh istri Khalid.
Saking dahsyatnya gempuran dari pihak musuh, Kaum muslimin menyadari bahwa bila mereka sampai kalah di peperangan ini, maka Jazirah Arab tidak akan menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan.
ADVERTISEMENT
Dengan siasat peperangan yang dimiliki Khalid, dia langsung mengatur kembali pasukannya. Meletakkan kaum Muhajirin di barisan depan dan kaum Anshor di barisan belakang. Khalid juga mengumpulkan orang yang memiliki satu keturunan dalam satu regu agar mereka mengetahui musibah yang menimpa di antara mereka saat peperangan berlangsung.
Perang di antara kedua kubu ini terjadi dengan sengit, perang yang sangat dahsyat dan belum pernah dialami kaum muslimin sebelumnya.
Pasukan Musailamah tetap kokoh berperang dengan keangkuhannya, tanpa memikirkan banyaknya pasukan yang tewas.
Kaum muslimin dibantu oleh pahlawan-pahlawan yang memiliki kisah kepahlawanan yang sangat menarik, membuat hati bergetar tanda takjub, dada menjadi sesak tanda hati yang tersayat luka, dan pipi menjadi basah akibat hujan yang berasal dari mata tanda bangga akan keistimewaan mereka di pandangan Umat Islam setelah Rasulullah SAW.
ADVERTISEMENT
Di antara pahlawan yang ikut serta membantu adalah Tsabit bin Qais panji Allah dari Kaum Anshar, ada lagi Zaid bin Khattab saudara Umar bin Khattab, dan ada juga Salim budak Abu Hudzaifah. Mereka semua gugur dalam keadaan syahid, akan tetapi mereka masih kalah banding dengan Al-Barra’ bin Malik.
Hal itu karena saat Khalid melihat peperangan yang menyala-nyala, seketika Khalid menoleh kepada Al-Barra’ bin Malik seraya berkata “Giliranmu wahai pemuda Anshar, untuk menghadapi mereka semua.”
Maka seketika Al-Barra’ menyerukan kepada kaumnya seraya berkata “Wahai kaum Anshar, janganlah salah seorang dari kalian berpikir untuk pulang ke Madinah, tidak ada lagi Madinah setelah hari ini, yang ada hanya Allah saja dan surga.”
ADVERTISEMENT
Kemudian Al-Barra’ dan kaumnya membawa panji mereka dengan hati yang menggebu-gebu untuk memusnahkan kaum musyrikin dan untuk menegakkan “Laa Ilaaha Illallah Muhammadurrasululah”. Ia pun masuk ke barisan kaum musyrikin dan membuka barisan dengan menebaskan pedangnya ke leher-leher musuh Allah, sehingga membuat Musailamah Al-Kadzab terkocar-kacir dan mundur agar ia dapat berlindung di sebuah taman yang dikenal dengan sebutan Hadiiqatul Maut (taman kematian), karena banyaknya korban yang berguguran.
Di tempat itulah Musailamah dan ribuan tentaranya berlindung dari kejaran dan ancaman kaum Muslimin. Tempat yang dikelilingi tembok-tembok yang tinggi dan gerbang yang tertutup rapat. Musailamah dan tentaranya menembakkan anak-anak panah dari atas tembok taman tersebut, bagaikan hujan anak-anak panah yang mengguyur pasukan Muslimin.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu majulah pemberani yang bertubuh kurus dan bertulang kecil bernama Al-Barra’ untuk dijadikan umpan dari alat pelempar (di serial film yang bergenre pertempuran biasanya digunakan untuk melempar batu besar), dengannya ia akan dilemparkan guna membuka gerbang dari dalam taman yang bertembok tinggi itu. Seraya berseru “Wahai kaumku, tarulah aku di alat pelempar, dan arahkan aku ke arah pemanah itu lalu lemparkan aku ke dalam taman dekat gerbangnya. Karenanya, jika aku tidak mati syahid, maka aku akan membukakan pintu gerbang taman untuk kalian.”
Dengan badannya yang kecil, sekejap ia sudah berada di tengah-tengah ribuan pasukan musuh, dan ia mampu membunuh 10 orang musuh sampai ia dapat membuka pintu gerbang taman tersebut. Ia mengalami 80 luka panah dan sabitan pedang karenanya.
ADVERTISEMENT
Melalui tangannya Allah menentukan kemenangan secara telak bagi kaum Muslimin. Korban yang gugur dari pasukan musuh berjumlah 21.000 orang, dan pasukan Muslimin yang gugur dalam keadaan syahid berjumlah 1.200 pejuang. Setelah kejadian tersebut Al-Barra' pun dirawat oleh Khalid bin Walid selama sebulan untuk menyembuhkan luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya.
Setelah sembuh dari luka-luka yang dialaminya di Hadiqatul Maut, ia masih terus berjuang dalam peperangan demi menggapai cita-citanya sebagai syahid dengan rasa rindunya kepada Nabi SAW.
Tiba pada saat perang Tustar di Negeri Persia berlangsung, ia ikut serta dalam barisan pasukan kaum Muslimin. Dan kaum Muslimin dapat mengepung pasukan Persia, sehingga mereka memutuskan untuk berlindung disalah satu benteng yang besar dan kokoh.
ADVERTISEMENT
Setelah mereka berlindung di benteng, mereka mulai mengayunkan rantai-rantai besi dari atas benteng, di rantai tersebut terdapat cakar-cakar dari baja yang telah dipanaskan dengan api, untuk mengait dan menyambar tubuh kaum Muslimin, apabila tubuh seseorang terkait dengan cakar tersebut maka orang yang terkait itu akan mati atau hampir mati.
Salah seorang dari pasukan muslim yang terkena jeratan cakar baja yang panas itu adalah Anas bin Malik, begitu Al-Barra’ melihat saudaranya terjerat, dengan spontan ia melompat ke arah tembok benteng dan meraih rantai cakar panas yang menjerat tubuh saudaranya. Al-Barra’ pun berusaha keras menggoyangkan rantai cakar panas dengan tangannya demi mengeluarkan Anas. Tangan Al-Barra’ seketika menjadi melepuh dan terbakar, ia tidak melepaskan jeratan itu sampai saudaranya sampai terbebas, dan ia terjatuh setelah tangannya hanya tersisa tulang tanpa daging sedikitpun yang melekat.
ADVERTISEMENT
Di peperangan ini Al-Barra’ bin Malik Al-Anshory menjadi seorang syahid yang merindukan perjumpaan dengan Rabb-nya, setelah doanya dikabulkan oleh Allah SWT agar ia mati dalam keadaan syahid di peperangan ini.
Banyak yang dapat kita ambil dari kisah Al-Barra’ bin Malik, walaupun ia dipandang dengan sebelah mata dari postur fisik, namun dengan keberanian dan sifat pantang menyerahnya membuat semua mata tertuju padanya.
Umur yang singkat dimilikinya, ia dapat mengukir nama sebagai pahlawan kaum muslimin dengan goresan pedang yang ada di sisinya.
Subhanallah, walaupun hanya namanya saja yang dapat kita dengar, dengan kisahnya, jiwa raga kita dapat merasakan apa yang dirasakan Al-Barra’ bin Malik, dan seakan kita ikut hadir menyaksikan keberaniannya.
Semoga Allah SWT meridhoinya, dan menyinari wajahnya di surga, serta menjadikan tempatnya tenang bersama Nabi-nya Muhammad SAW. Aamiin-aamiin yaa Rabbal ‘Alamiin.