Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Omnibus Law: Implikasinya Bagi Eksistensi Foreign Direct Investment di Indonesia
23 November 2024 22:34 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ni Putu Fika Risma Natalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fika Risma, Denpasar, 29/10/2024- Indonesia bahkan dunia internasional pernah dilanda oleh wabah pandemi Covid-19 beberapa tahun yang lalu. Hal tersebut menyebabkan keterpurukan ekonomi global yang harus segera mendapatkan solusi serius. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai strategi untuk memulihkan serta menguatkan ekonomi dalam negeri yakni tentunya melalui kebijakan Pemerintah RI. Semboyan “Build Back Better, More Competitive”, membuktikan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melakukan transformasi terhadap perekonomian dalam negeri yang bertujuan untuk membangkitkan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang sempat kacau akibat pandemi Covid-19. Alhasil, dengan motto tersebut terciptalah konsep kebijakan yang bernama “Omnibus Law”. Sejatinya Omnibus Law terinspirasi dari kebijakan serupa yang telah diimplementasikan di Amerika Serikat bernama “Omnibus Bill” (Ika, 2021).
ADVERTISEMENT
Sebelum dicetuskannya Omnibus Law, undang-undang di Indonesia dinilai tidak dapat berjalan sesuai dengan kaidah atau harapan dicetuskannya undang-undang tersebut, oleh karena banyak dari undang-undang yang dinilai tumpang tindih (Ika, 2021). Kemudian, Pemerintah Republik Indonesia berinisiatif untuk membentuk suatu peraturan baru yang dapat meningkatkan kefektivitasan undang-undang. Dengan Omnibus Law ini diharapkan mampu menciptakan kesesuaian undang-undang serta pengimplementasiannya. Selain itu, terdapat beberapa latar belakang yang cukup kompleks dari lahirnya Omnibus Law tersebut, yakni
1. Upaya untuk menghadirkan peningkatan investasi dalam negeri (terkait dengan penyederhanaan perizinan bagi investor asing, menimimkan keketatan bagi investasi asing, serta pemberian insentif fiskal terkait pajak seperti PPH, PPN, dan lainnya)
2. Upaya menumbuhkan banyak lapangan kerja untuk masyarakat indonesia
ADVERTISEMENT
3. Upaya untuk membangun lingkungan kerja yang lebih produktif
4. Upaya untuk meningkatkan kemampuan
5. Sebagai bentuk akselerasi economic growth dalam negeri, serta jiwa kompetitif produk Indonesia.
Data dari Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI tahun 2021 menunjukkan bahwa memang benar terdapat peningkatan foreign direct investment yang diterima oleh Indonesia yakni dalam rentangan bulan Januari hingga terbanyak pada bulan Juli 2021 sebesar 116,8 (Ika, 2021). Data tersebut benar menunjukkan salah satu pencapaian Omnibus Law yang diciptakan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Namun, sepertinya segala kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah selama ini memang masih sangat memerlukan pengkajian ulang serta perbaikan. Oleh karena, masih terdapat beberapa hal yang menjadi kelemahan dari terciptanya kebijakan tersebut, dan tidak menutup kemungkinan juga untuk Omnibus Law yang sebelumnya diharapkan mampu menciptakan iklim investasi yang berkualitas di dalam negeri. Berdasarkan fakta di lapangan, nyatanya masih banyak perusahaan multinasional yang juga sangat menimbang untuk berinvestasi di Indonesia. Seperti Perusahaan Apple yang lebih memilih menanamkan modalnya lebih besar di Negara Vietnam sebesar Rp 256 triliun dibandingkan dengan Indonesia yang hanya sebesar Rp 1,6 triliun (Indrawan, 2024).
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kunjungan yang dilakukan oleh Tim Cook dengan Presiden Joko Widodo pada pertengahan April 2024 hanya membahas mengenai pendirian Apple Developer Academy dibeberapa daerah di Indonesia (Indrawan, 2024). Kemudian, sejak tahun 2017 Indonesia juga mengimplementasikan yang namanya kebijakan TKDN sebesar 30 persen (KOMINFO, 2015). Apabila dikorelasikan antara program pelatihan Apple Developer Academy dengan kebijakan TKDN tentunya tidak memiliki hubungan yang signifikan. Berdasarkan kebijakan tersebut, yang sejatinya diperlukan oleh Indonesia adalah investasi yang mendorong Indonesia untuk memproduksi produk di dalam negeri yang kemudian diekspor seperti yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pertemuannya bahwa Presiden Joko Widodo sangat mengharapkan Perusahaan Apple untuk berinvestasi selain dalam bidang akademi (Indrawan, 2024). Kemudian pernyataan tersebut juga didukung oleh Menteri Perindustrian RI yakni Agus Gumiwang yang juga berharap kepada Perusahaan Apple untuk membangun pusat kolaborasi dengan universitas lokal, dan mendirikan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur.
ADVERTISEMENT
Dari pertemuan yang dilakukan oleh CEO Apple dengan Presiden Joko Widodo tersebut juga menyoroti keputusan Apple yang akan mempertimbangkan Indonesia sebagai tempat untuk membangun anak perusahaan (VOA , 2024). Di samping itu, perusahaan besar Microsoft yang lebih memilih berinvestasi ke negara tetangga yakni Malaysia yakni sebesar Rp 35,5 triliun, tentunya lebih besar apabila dikomparasikan dengan Indonesia yang sebesar Rp 27,6 triliun (CNN , 2024). Hal yang sama juga dilakukan oleh Perusahaan Tesla.
Kemudian, pada tahun 2020, anak Perusahaan Nissan di Indonesia juga memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan hubungan kerja samanya dengan Indonesia. Terdapat berbagai alasan dibalik keengganan beberapa perusahaan tersebut untuk berinvestasi ke dalam negeri, meskipun Omnibus Law sudah dijalankan.
ADVERTISEMENT
Apabila dianalisis menggunakan tiga alasan berinvestasi menurut UNCTAD 1998, yakni market-seeking, resource-seeking, serta efficiency-seeking (UNCTAD, 1998).
a. Market-seeking
Untuk masuk ke dalam pasar domestik suatu negara tentunya sangat berkaitan dengan kebijakan perdagangan dalam negeri. Regulasi investasi di Indonesia sejauh ini tergolong masih sangat susah (OECD, 2021). Hambatan masuk suatu produk atau perusahaan asing tergolong masih mencapai tingkatan yang tinggi, apabila dibandingkan dengan negara lain seperti Argentina, Meksiko, Brazil, dan lainnya (OECD, 2021).
Di samping itu, keterlibatan Indonesia dalam GVC tergolong masih sangat perlu ditingkatkan lagi dalam hal ekspor produk manufaktur smartphone dan alat elektronik lainnya. Seperti hasil survey ekonomi dari OECD terhadap Indonesia (2021) bahwa meskipun pasca pandemi Covid-19 Indonesia menggalakkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law untuk memperbaiki iklim bisnis dalam negeri, akan tetapi apabila Indonesia tidak mampu untuk meningkatkan rantai pasok perdagangan global, tentunya juga tidak akan baik untuk daya tarik investasi dalam negeri (OECD, 2021). Oleh kerena hampir 25% job di kawasan ASEAN sangat berhubungan erat dengan adanya GVC tersebut (Indrawan, 2024).
ADVERTISEMENT
b. Resource-seeking
Tercatat dalam GII 2024 at glance, Singapura menduduki peringkat keempat dalam Global Inovation Index 2024 dengan score 61.2, Malaysia menduduki peringkat ke-33 dengan score 40.5, kemudian diikuti Thailand pada peringkat ke-41 dengan score 36.9, Vietnam peringkat ke-44 dengan score 36.2, Philipina peringkat ke-53 dengan score 31.1, dan Indonesia menduduki peringkat ke-54 dengan score 30.6 (WIPO, 2024). Berdasarkan data tersebut, peningkatan inovasi dan teknologi di Indonesia sangat perlu untuk ditingkatkan.
Mengingat Indonesia masih cukup tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga dan negara di kawasan lainnya dalam hal gebrakan inovasi dalam negeri. Kemudian, sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia juga belum cukup mumpuni. Meskipun, Indonesia telah mendapatkan bonus demografi, akan tetapi apabila baiknya hal tersebut juga sejalan dengan produktivitas generasi muda, lapangan pekerjaan yang memenuhi, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan lainnya. Namun, ternyata tidaklah mudah, kenyataan di lapangan, bahwa sekitar 20% generasi muda Indonesia pasif atau tidak mengenyam pendidikan (OECD, 2021). Sedangkan pendidikan dalam negeri suatu negara sangat diperlukan untuk mencetak insan-insan muda atau masyarakat yang produktif dan juga memiliki skill.
ADVERTISEMENT
c. Efficiency-seeking
Indonesia termasuk salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang mencapai 17.000 pulau. Berdasarkan hal tersebut, perpindahan satu barang yang bersifat lintas pulau tentu akan menciptakan cost yang lebih tinggi juga. Sebetulnya terjadi kaitan antara resource-seeking dan efficiency di sini. Keberadaan infrastruktur dan efisiensi kemudian menjadi keterhubungan. Perlu digarisbawahi kembali bahwa tidak keseluruhan wilayah Indonesia memiliki akses yang memadai untuk perpindahan barang dan jasa. Hal tersebut tentunya akan sangat memengaruhi nilai jual suatu produk tertentu. Penekanan terhadap cost produksi masih belum dapat stabil, sehingga penekanan terhadap biaya produksi suatu produk terkadang masih belum dapat tercapai. Selain itu, dalam hal produktifitas belum juga dapat digaransi dalam pembuatan suatu produk akan selalu produktif (efektif serta efisien).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan analisis tersebut diciptakannya Omnibus Law sebagai daya tarik bagi investor asing belum memerhatikan beberapa hal penting seperti kebijakan yang tidak stabil: strategi meningkatkan rantai pasok global Indonesia dalam hal manufaktur; kemudian dalam hal peningkatan teknologi, inovasi, serta sumber daya manusia dalam negeri agar bisa siap untuk memasuki dunia kerja; serta perbaikan dan pemerataan infrastruktur dalam hal akses distribusi barang dan jasa dalam negeri yang sangat penting untuk distribusi logistik nantinya apabila perusahaan asing membangun industri di dalam negeri.
Secara langsung ketidaksesuaian beberapa syarat tersebut yang akhirnya menyebabkan beberapa perusahaan besar asing seperti Apple, Microsoft, Tesla, Nissan, dan perusahaan lainnya terkesan meragukan Indonesia sebagai mitra investasinya. Kebijakan yang menyoroti insentif saja bukan merupakan sebuah tawaran yang terbilang cukup membuat para investor asing untuk berkenan menanamkan modalnya di Indonesia. Pada akhirnya, Indonesia sebagian besar hanya terkesan menjadi target pasar dari perusahaan tersebut, dan bukan menjadi negara pemasok produk manufaktur utama seperti yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo. Meskipun Pemerintah Republik Indonesia beberapa kali melakukan perubahan atas kebijakan investasi yang dapat menarik investor asing seperti Omnibus Law.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
CNN . (2024, Mei 2). Trans Media. Dipetik Oktober 28, 2024, dari CNN Indonesia Web site: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240502183322-92-1093199/microsoft-investasi-rp355-t-di-malaysia-lebih-besar-dibanding-ke-ri
Ika, S. (2021). Di Balik UU Ciptaker. Dalam KEMENKEU, Fiskal Di Balik Undang-Undang Cipta Kerja (hal. 3-4). Jakarta Pusat: Badan Kebijakan Fiskal-Kementerian Keuangan RI.
Indrawan, N. (2024). Kenapa Indonesia Kalah dari Vietnam? Jakarta Timur: Dr. Indrawan Nugroho.
KOMINFO. (2015). Kebijakan TKDN Agar Indonesia Tak Sekadar Jadi Pasar. Jakarta Pusat: KOMINFO.
OECD. (2021). OECD Economic Surveys: Indonesia March 2021. Paris: OECD Publishing.
UNCTAD. (1998). TRADE AND DEVELOPMENT REPORT, 1998. Geneva: United Nations Publication.
VOA . (2024). Apple akan Pertimbangkan Bangun Fasilitas Manufaktur di Indonesia. Jakarta: VOA Indonesia.
WIPO. (2024). Global Inovation Index, 2024 Rankings. Geneva: World Intelectual Property Organization.
ADVERTISEMENT