Konten dari Pengguna

Demokrasi yang Tersandera: Heroisme Semu dan Politik Transaksional dalam Pilkada

kevin Verrel Nurreyhan
Mahasiswa fakultas syariah dan hukum, jurusan Ilmu Hukum, UIN WALISONGO. Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran.
4 Desember 2024 12:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari kevin Verrel Nurreyhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
menggambarkan simbolisme heroisme semu dalam praktik politik transaksional di Indonesia, terutama dalam Pilkada. Sumber gambar: Ilustrasi dihasilkan secara digital oleh OpenAI
zoom-in-whitePerbesar
menggambarkan simbolisme heroisme semu dalam praktik politik transaksional di Indonesia, terutama dalam Pilkada. Sumber gambar: Ilustrasi dihasilkan secara digital oleh OpenAI
ADVERTISEMENT
"Heroisme Semu dan Politik Transaksional: Menyelamatkan Demokrasi yang Terkikis" Heroisme Semu dan Politik Transaksional: Menyelamatkan Demokrasi yang Terkikis"Praktik politik di Indonesia sedang berada pada titik nadir, di mana esensi demokrasi tergeser oleh politik transaksional dan heroisme semu. Kontestasi politik, yang seharusnya menjadi ajang adu gagasan dan kompetensi, justru beralih menjadi kompetisi memberikan bantuan instan dan janji tanpa komitmen. Fenomena ini tampak mencolok dalam Pilkada Jawa Tengah, di mana beberapa kandidat lebih memilih mendulang simpati dengan pendekatan pragmatis ketimbang memaparkan visi dan solusi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, sebagian rakyat pun lebih menghargai bantuan sementara dibandingkan rencana pembangunan. Padahal, pola pikir ini menjadi akar dari stagnasi politik dan sosial yang kita alami. Demokrasi yang sejatinya bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa justru terjebak dalam lingkaran patronase dan transaksionalisme.
Heroisme Semu di Tengah Penderitaan
politik transaksional, heroisme semu juga kian mencemari proses demokrasi kita. Kunjungan kandidat ke lokasi bencana, misalnya, kerap dijadikan panggung pencitraan. Alih-alih murni membantu, banyak kandidat memanfaatkan kesengsaraan rakyat untuk menarik empati publik. Mereka hadir dengan kamera, senyuman, dan janji kampanye, tetapi jarang sekali tindak lanjut nyata yang dilakukan setelah terpilih.
ADVERTISEMENT
Eksploitasi Agama: Merusak Netralitas
lebih mencemaskan adalah eksploitasi agama dalam politik. Narasi bahwa memilih kandidat tertentu adalah "kehendak Allah" sering kali digaungkan oleh tokoh agama. Fenomena “kyai transaksional” menjadi pemandangan lumrah, di mana dukungan politik didasarkan pada imbalan tertentu, baik dalam bentuk uang, proyek, maupun fasilitas lainnya.
Praktik semacam ini tidak hanya mengikis netralitas agama, tetapi juga menanamkan polarisasi dalam masyarakat. Mereka yang berbeda pilihan dianggap melawan kehendak ulama atau bahkan Tuhan. Narasi ini memperburuk demokrasi dengan menciptakan rasa takut dan keterbelahan sosial.
ADVERTISEMENT
Politik Transaksional: Mengorbankan Masa Depan
Politik transaksional mungkin terlihat sebagai "quick win" dalam meraih kemenangan. Namun, pendekatan ini hanya menciptakan solusi sementara yang tidak menyentuh persoalan sistemik seperti birokrasi yang lamban, korupsi struktural, dan lemahnya kapasitas pemerintah daerah.
Lebih parahnya, rakyat yang terbiasa menerima bantuan instan tanpa edukasi politik akan terus menjadi sasaran empuk manipulasi kekuasaan. Jika pola ini berlanjut, mimpi Indonesia untuk menjadi negara maju hanya akan menjadi angan-angan.
Saatnya Berubah
Demokrasi bukanlah tentang siapa yang memiliki uang lebih banyak atau dukungan tokoh agama yang paling kuat. Demokrasi adalah tentang pertarungan gagasan, program kerja, dan integritas. Jika kita terus mendukung politik transaksional, kita turut berkontribusi pada penghancuran sistem politik yang adil dan demokratis.
ADVERTISEMENT
Saatnya rakyat bangkit dari ketergantungan ini. Pendidikan politik, penguatan literasi, dan keberanian untuk menolak uang politik adalah langkah awal yang harus kita ambil. Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif masyarakat yang cerdas dan kritis.
Pilkada bukan hanya soal memenangkan kandidat tertentu, tetapi tentang menyelamatkan masa depan bangsa. Mari kita wujudkan demokrasi yang berlandaskan integritas, bukan transaksionalisme. Jika tidak, jangan salahkan siapa pun ketika masa depan kita terus dikhianati oleh janji-janji kosong dan kepalsuan politik.