Konten dari Pengguna

Di Persimpangan Reformasi: Penebangan Pohon Reformasi

kevin Verrel Nurreyhan
Mahasiswa fakultas syariah dan hukum, jurusan Ilmu Hukum, UIN WALISONGO. Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran.
22 Agustus 2024 9:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari kevin Verrel Nurreyhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
PeringatanDarurat Indonesia Garuda Biru (Foto: Istimewa).
zoom-in-whitePerbesar
PeringatanDarurat Indonesia Garuda Biru (Foto: Istimewa).
ADVERTISEMENT
Si tukang kayu dengan gergaji kekuasaan di tangan yang kotor berani menebang pohon demokrasi yang dahulu rimbun. Hasilnya tidak dibagi rata, melainkan hanya menjadi harta bagi kroni-kroni busuknya, sementara rakyat hanya mendapat serbuk-serbuk sisa. Akar demokrasi yang rapuh tak lagi mampu menopang harapan bangsa. Demokrasi yang pernah diagungkan oleh "bangsa Nusantara" sebagai amanat reformasi kini sudah ternoda. Para aktivis 1998 dan pendiri bangsa, yang dulu memperjuangkan cita-cita reformasi, kini dilecehkan oleh keserakahan segelintir elite negara. Tukang kayu itu memanfaatkan kekuasaannya untukmenciptakan sekutu gemuk bernama "Partai Politik".
ADVERTISEMENT
Mereka bersatu padu mengoyak sayap malaikat keadilan hanya karena tidak setuju dengan keputusan Pasal 40 ayat 1 UU No. 10/2016. Malaikat itu tak lain adalah "Mahkamah Konstitusi".
Semua ini bermula dari seorang pemilik waralaba "Sang Pisang", anak dari si tukang kayu, yang bercita-cita bergabung dalam lingkaran kekuasaan ayahnya. Anak ini diberi karpet merah menuju kekuasaan, persis seperti saat si tukang kayu membantu kakaknya untuk mengikuti kontestasi politik. Anak tersebut diproyeksikan menjadi wakil kepala negara, dan otak pamannya—seorang hakim di Mahkamah Konstitusi—dicuci untuk mengikuti ambisi keluarganya. Layaknya Adam dan Hawa yang dibujuk oleh iblis untuk memakan buah terlarang, paman itu tergoda dan memelintir penafsiran terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi, seakan-akan hukum negara ini hanyalah mainan bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Mendekati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), muncul kontroversi baru di Mahkamah Agung. Keponakan malaikat konstitusi diracuni oleh bisikan si tukang kayu, yang menginginkan anaknya bisa masuk bursa Pilkada melalui putusan (MA) No. 23 P/HUM/2024. Putusan ini menguji materi terhadap Peraturan KPU No. 9 Tahun 2020 yang mengatur tentang usia calon kepala daerah, yang semula minimal 30 tahun untuk calon wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota.