Konten dari Pengguna

Proposal Untuk Buleleng : Upaya Peningkatan Kemandirian Fiskal Melalui Retribusi

Made Yoga Wiratama
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
5 Februari 2025 15:38 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Made Yoga Wiratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Penulis | Wisata Alam Air Terjun Sekumpul, Buleleng, Bali.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Penulis | Wisata Alam Air Terjun Sekumpul, Buleleng, Bali.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan ekonomi antara Bali Utara dan Bali Selatan sangat terlihat jelas dari masa ke masa. Hal ini dikarenakan salah satunya yaitu perbedaan karakteristik setiap wilayah. Setiap wilayah memiliki letak geografis dan potensi sumber daya yang berbeda sehingga tentu hal ini menyebabkan kemampuan tumbuh yang berbeda. Oleh karena itu pentingnya pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatan letak geografis bagi masing masing wilayah untuk mencapai kemandirian fiskal dan peningkatan ekonomi suatu daerah. Hingga saat ini Bali masih dikenal dengan keindahan objek pariwisata yang dapat mengundang turis mancanegara berkunjung.
ADVERTISEMENT
Bali Selatan yang meliputi Kabupaten Badung dan Kota Denpasar memiliki pengelolaan fiskal daerah yang cukup baik. Hal ini ditunjukan dengan kemandirian finansial wilayah Kabupaten Badung tergolong sangat baik dengan nilai rasio 489,8 persen pada tahun 2015-2019 dengan tingkat rasio efisiensi keuangan Pemerintah Kabupaten Badung berada dalam kriteria yang sangat efektif dengan nilai rasio efisiensi sebesar 3,59 persen. Melihat kriteria diatas, maka dalam hal pengelolaan sumber daya dan pemanfaatan objek geografis dapat dikatakan baik. Lalu bagaimana dengan Bali Utara?
Berbeda dengan Bali Selatan, Bali Utara bahkan belum cukup baik dalam melakukan pengelolaan fiskal. Berdasarkan data dari BPKPD sebagai badan yang memiliki kewenangan dalam menggali dan mengelola PAD Kabupaten Buleleng, ditemukan bahwa fenomena yang terjadi yaitu belum tercapainya target retribusi daerah pada tahun 2017-2021. Realisasi retribusi pada tahun 2017 sebesar 81,75%, 88,59% pada tahun 2018, 79,21% pada tahun 2019, 90,06% pada tahun 2020 dan sebesar 58,65% pada tahun 2021. Retribusi daerah sempat mengalami peningkatan persentase pada tahun 2018, kemudian kembali turun pada tahun 2019, dan selanjutnya meningkat di tahun 2020 namun kembali turun pada tahun 2021. Sehingga kemampuan dalam pengelolaan retribusi daerah dapat dikatakan belum maksimal karena terdapat ketidakefektifan realisasi retribusi daerah yang persentasenya masih dibawah 100%.
ADVERTISEMENT
Melihat ketimpangan pengelolaan fiskal kedua wilayah Bali, hal ini sangat menjadi permasalahan yang cukup menarik untuk dibahas. Kabupaten Buleleng sebagai kabupaten yang memiliki wilayah paling luas serta penduduk dengan jumlah terbanyak di Pulau Bali, seharusnya memiliki pengaruh terhadap besarnya potensi penerimaan retribusi daerah di Kabupaten Buleleng. Namun realita dilapangan berbeda, yang dimana tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Buleleng sangat tertinggal jauh dibandingkan dengan Kabupaten Badung yang memiliki luas wilayah yang lebih kecil dan jumlah penduduk lebih kecil dibandingkan Kabupaten Buleleng. Oleh karena itu, penggalian potensi retribusi melalui beberapa sektor sangat diperlukan untuk meningkatkan kemandirian fiskal Kabupaten Buleleng.
1. Pengembangan & Pembangunan Infrastruktur Sosial Penunjang
Apabila menelisik dari ibu kota Kabupaten Buleleng yaitu Singaraja, maka sangat nampak minimnya infrastruktur penunjang. Infrastruktur penunjang yang dimaksud seperti pusat perbelanjaan, transportasi umum, dan lainnya yang dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk menjalankan aktivitas ekonomi. Melalui adanya pembangunan infrastruktur yang masif seperti pembangunan pusat perbelanjaan dalam bentuk mall, tentu hal ini akan dapat meningkatkan perekonomian daerah sekaligus meningkatkan retribusi daerah. Retribusi yang dapat dikelola atas pembangunan ini berupa retribusi perizinan, retribusi parkir, dan lainnya berhubungan dengan aktivitas ekonomi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya peningkatan penggunaan transportasi umum merupakan salah satu aktivitas yang dapat meningkatkan pendapatan retribusi. Melalui transportasi umum yang tersedia, pemerintah dapat menerima pendapatan berupa retribusi dari pengguna layanan transportasi umum. Kemudian selain menambah pendapatan retribusi, pembangunan transportasi umum juga dapat mengurangi kemacetan dan polusi di Kabupate Buleleng.
2. Pengembangan Pengelolaan Pariwisata Alam
Seperti daerah Bali pada umumnya, Buleleng memiliki segudang keindahan alam. Keindahan alam yang dapat memikat turis seperti air terjun, danau, pantai, dan lainnya. Namun apabila melihat kondisi lapangan bahwa sektor pariwisata khususnya wisata alam di Buleleng hingga saat ini belum cukup memiliki akses infrastruktur yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan sulitnya akses menuju tempat wisata dan cenderung menyulitkan pengunjung. Oleh karena itu untuk memikat pengunjung wisatawan, maka dapat melakukan pengembangan pada sektor infrastruktur khususnya pada pariwisata. Seiring dengan jumlah wisatawan yang meningkat maka hal ini akan makin memengaruhi retribusi yang dapat dikumpulkan.
ADVERTISEMENT
Selain melakukan pengelolaan infrastruktur, dapat juga melakukan promosi yang masif dengan melibatkan media seperti Wonderful Indonesia, Pesona Indonesia, Influencer, dan membuat branding secara rutin untuk memperkenalkan pariwisata. Melalui strategi pemasaran digital yang masif maka diharapkan dapat menarik wisatawan muda atau niche market. Promosi juga dapat berupa penawaran pembelian tiket melalui kolaborasi dengan platform marketplace seperti traveloka, agoda, dan lainnya. Kolaborasi dengan berbagai pihak terkait diharapkan mampu menguatkan daya tarik wisata alam di Buleleng
3. Optimalisasi Sistem Pemungutan Retribusi
Hal yang paling penting dalam peningkatan pendapatan retribusi yaitu sistem pemungutan. Contoh sederhana yaitu retribusi parkir, apabila kita menelusuri di lapangan secara langsung, hingga saat ini sistem pemungutan retribusi parkir masih menggunakan sistem pembayaran berbasis cash. Pemungutan dengan basis cash memiliki resiko yang cukup tinggi, seperti digunakan untuk keperluan pribadi oleh petugas, pelaporan yang tidak sesuai dengan realisasi, rentan kehilangan/pencurian, dan resiko lainnya. Untuk mengatasi hal itu Pemerintah Kabupate Buleleng dapat melakukan sistem digitalisasi atau otomatisasi terhadap pemungutan retribusi. Digitalisasi dapat dilakukan melalui pembayaran/pemungutan retribusi dengan trnasfer, seperti menggunakan QRIS, gopay, shopeepay, dan alat tukar digital lainnya. Otomatisasi dapat berupa pemasangan palang parkir otomatis pada area publik. Kedua sistem ini tentunya akan menghindarkan resiko terkait pemungutan retribusi serta dengan melakukan digitalisasi dan otomatisasi dapat meningkatkan transparansi dalam sistem pemungutan retribusi.
ADVERTISEMENT
4. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Bayar
Tanpa kepatuhan pembayaran, maka tentu penerimaan terkait retribusi tidak optimal. Oleh karena itu peningkatan kepatuhan sangat diperlukan untuk menunjang pendapatan distribusi. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat terkait pentingnya retribusi untuk pembangunan daerah. Selain itu dapat melakukan penguatan hukum dan memberikan pemahaman ke masyarakat terkait kewajiban membayar dan konsekuensi apabila melanggar hukum. Kedua hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah melalui retribusi.
Kesimpulan
Ketimpangan ekonomi antara Bali Utara dan Selatan, terutama dalam hal pengelolaan fiskal, menegaskan perlunya transformasi menyeluruh di Kabupaten Buleleng. Meski memiliki potensi geografis, sumber daya alam, dan jumlah penduduk yang besar, Buleleng masih tertinggal akibat ketidakefektifan pengelolaan retribusi dan ketergantungan pada sektor pariwisata yang belum optimal. Untuk mengejar ketertinggalan, langkah strategis seperti pembangunan infrastruktur penunjang (mall, transportasi umum), pengembangan pariwisata alam berbasis digitalisasi promosi, serta penerapan sistem retribusi digital dan otomatisasi menjadi kunci. Selain itu, peningkatan kepatuhan wajib bayar melalui sosialisasi dan penegakan hukum diperlukan untuk memastikan pendapatan daerah terserap maksimal. Namun, upaya ini harus diimbangi dengan penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah, integrasi kearifan lokal dalam pengelolaan wisata (misalnya melibatkan desa adat), dan inovasi teknologi seperti smart tourism atau eco-tax untuk keberlanjutan lingkungan. Dengan kolaborasi antar-pemangku kepentingan—pemerintah, swasta, masyarakat, dan generasi muda—Buleleng berpeluang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang tidak hanya mengurangi ketimpangan, tetapi juga menciptakan model pembangunan inklusif berbasis potensi lokal. Keberhasilan ini akan mengubah narasi ketergantungan Bali pada pariwisata massal di Selatan, sekaligus menjadi contoh inspiratif bagi daerah lain dalam mengoptimalkan pendapatan daerah melalui tata kelola fiskal yang transparan, kreatif, dan berorientasi masa depan.
ADVERTISEMENT