Pengaruh Kebijakan Kredit Bunga 0 Persen di Masa Pandemi Dianggap Merugikan

Renaldy Dwi Hartanto Buananta
Profesi saya saat ini adalah mahasiswa di PKN STAN
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2021 11:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renaldy Dwi Hartanto Buananta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh Renaldy Dwi Hartanto Buananta
Mahasiswa PKN STAN
https://pixabay.com/id/photos/rumah-arsitektur-halaman-depan-1836070/
Dalam mengukur suatu keberhasilan perekonomian negara salah satunya dapat dilihat pada angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur oleh kenaikan pada besarannya pendapatan nasional pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari pendapatan nasional merupakan salah satu dari gambaran pada suatu aktivitas ekonomi secara nasional pada periode tertentu. Dan salah satunya kredit dalam kepemilihan rumah atau KPR. Umumnya, kredit didasarkan pada kepercayaan atau kemampuan peminjam untuk membayar sejumlah tertentu di masa depan. Menurut Undang-undang No. 10/1998 (Pasal 21 ayat 11): Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara satu pihak dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga yang sudah diperhitungkan. Dalam hal ini, kredit bunga dari kepemilikan rumah (KPR).
ADVERTISEMENT
Pada situasi saat ini, Bank Indonesia (BI) telah resmi memberlakukan pelonggaran klausul pembayaran di muka (PD) 0% untuk pembelian sepeda motor dan mobil baru. Dorongan tersebut diberikan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif yang sempat menurun di masa pandemi. Tidak hanya itu, BI juga melonggarkan rasio kredit/hipotek/loan-to-value/finance/value (LTV/FTV) hingga 100%.
Artinya, konsumen bisa mendapatkan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan uang muka (DP) 0%. Bahkan jika BI mengurangi simpanan sebesar 0%, konsumen akan membayar secara mencicil tanpa stimulus apapun. Menurut Nailul, beban dan risikonya sering dipecah dan cenderung lebih besar. Namun, secara umum, pra-perhitungan cenderung tidak menguntungkan karena peningkatan jumlah uang muka. Selain itu, jika ada yang berminat dengan polis KPR 0% atau cicilan mobil 0%, Anda perlu memperhatikan syarat-syarat yang ditetapkan oleh kredit sewa bank. Ini juga memeriksa dan menghitung jumlah bunga dan membandingkan apakah Anda menggunakan uang muka atau tidak.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini menurut saya kurang efektif dalam mendorong pelaksanaan kegiatan perkreditan di bidang perumahan. Penyebab utamanya adalah tingginya risiko pembayaran yang menyebabkan penyaluran kredit tidak memadai di masa pandemi Covid-19. Oleh karena itu, industri perbankan tidak boleh langsung membayar cicilan 0% kepada nasabah atas KPR mereka. Kedua, dari sisi peminjam, polis 0% di muka dinilai kurang menarik karena bunga KPR yang harus dibayar masih tinggi. Di tengah pandemi ini, tidak mudah memikirkan pembayaran rumah dan kewajiban bunga.
Oleh karena itu, BI dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk fokus pada pengurangan biaya seperti biaya notaris dan pajak perolehan barang (BPHTB), termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) pembelian rumah, daripada harus menyetor 0%. Dan biaya administrasi yang ditanggung langsung oleh konsumen bisa lebih ditekan.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Tarmizi, T. (2018). Analisis Kredit Usaha Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Islam dan Konvensional. JURNAL EKOMBIS, 3(1).
https://garuda.ristekbrin.go.id/documents?q=ANALISIS+KREDIT+USAHA+TERHADAP+PERTUMBUHAN+EKONOMI+ISLAM+DAN+KONVENSIONAL
https://www.merdeka.com/uang/kebijakan-uang-muka-kpr-0-persen-dinilai-kurang-efektif-dongkrak-kredit-bank.html
https://pixabay.com/id/photos/rumah-arsitektur-halaman-depan-1836070/