Konten dari Pengguna

Umur Kerja Dibatasi, Ini Diskriminasi

Rizky Afidah Putri
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Negeri Surabaya
5 November 2024 18:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizky Afidah Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Canva.com
ADVERTISEMENT
Negara ini sudah memiliki terlalu banyak masalah ditambah dengan adanya peraturan yang membebankan rakyat. Banyak rakyat yang mengeluhkan persyaratan lowongan kerja yang semakin rumit dan memiliki batasan usia pelamar. Mencari pekerjaan memang susah, kecuali jika ayah kita presiden. Mengapa kita ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup saja dipersulit? Terlebih negara kita termasuk negara yang tingkat pengangguran masih tinggi. Apakah pemerintah tidak ingin jika rakyatnya makmur dan sejahtera?
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini banyak lowongan kerja yang memberi syarat batasan umur maksimal 25 tahun yang membuat banyak masyarakat geram. Hal ini membuat sejumlah orang merasa didiskriminasi terutama orang yang sudah berusia di atas 25 tahun dan masih belum mendapatkan pekerjaan. Ada beberapa orang juga yang tidak bisa kerja di dalam negeri karena sedang menempuh pendidikan. Persoalan ini memiliki banyak kontra karena mereka merasa sedang dikejar sesuatu yaitu umur. Apabila sudah melampaui batas umur kerja, hilanglah sudah kesempatan untuk mendapat pekerjaan. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa usia produktif bekerja ialah umur 15-64 tahun, usia tersebut termasuk golongan tenaga kerja yang mampu untuk menghasilkan barang atau jasa dengan efisien. Di berbagai negara, usia produktif ini dianggap penting karena bisa memajukan perekonomian, pendapatan, dan kesejahteraan negara.
ADVERTISEMENT
Kebijakan penetapan batas usia maksimal melamar pekerjaan ini sangat menganggu, beberapa orang berpikir mengapa beberapa perusahaan menetapkan batas usia untuk pelamar kerja terutama pada posisi yang memang membutuhkan keterampilan atau pengalaman khusus. Banyak perusahaan yang membuat syarat yang tidak memiliki hubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan mulai dari usia, agama, status menikah sampai dengan penampilan. Kemampuan dan kulifikasi yang seharusnya jadi pertimbangan dalam proses rekruitmen bukannya usia. Kecekatan ialah poin utama dalam melakukan pekerjaan sehingga tidak ada hubungannya dengan umur.
Sejumlah orang mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi mengenai UU Ketenagakerjaan terkait dengan pasal 35 ayat 1 yang berbunyi “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.”, sebab pada pasal tersebut terdapat ketidakjelasan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pencari kerja. Pasal tersebut bisa diartikan keleluasaan suatu perusahaan untuk membuat persyaratan dalam merekrut pekerjaan. Namun MK menolak permohonan gugatan dengan alasan “Sebuah tindakan diskriminatif apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, ras, suku, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, dan keyakinan politik dengan kata lain batasan diskriminasi tersebut tidak ada kaitannya dengan batasan usia, latar belakang kerja, serta pengalaman kerja pelamar” dan dengan tegas menyatakan bahwa pasal tersebut tidak bertentangan dengan pasal 28D UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan tanpa didiskriminasi. Maka dari itu menurut hakim pasal tersebut tidak memiliki persoalan dengan konstitusionalitas dan diskriminasi.
ADVERTISEMENT
Namun yang dibutuhkan ialah kejelasan terkait pasal tersebut karena butuh penegasan dalam sebuah pasal agar tidak terjadi kebingungan, sebab dengan jelas pasal 35 ayat 1 menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pencari pekerja karena adanya diskriminasi. Hal ini menyebabkan adanya persyaratan-persyaratan subjektif lain yang bermunculan seperti “berpenampilan menarik” tanpa konteks apapun. Akan menimbulkan ketidakpastian hukum jika dibiarkan terus menerus, sehingga diperlukan penegasan mengenai apapun yang berkaitan dengan diskriminasi tidak boleh diterima dalam proses rekruitmen pekerja. Selama seseorang masih mampu dan efektif dalam melakukan pekerjaan, maka negara sudah seharusnya memberikan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan selama merata.
Persyaratan-syaratan yang tidak masuk akal inilah yang membuat Indonesia tetap menjadi negara yang tingkat penganggurannya paling tinggi di ASEAN. IMF mendata bahwa bahwa tingkat pengangguran mencapai 5,2% per April 2024 dan hanya menurun 0,1% dari tahun sebelumnya. Minimnya lapangan kerja menjadi faktor tingginya tingkat pengangguran di Indonesia, selain itu beberapa perusahaan menaruh harapan untuk mendapat pekerja yang berkualitas baik dengan memberi persyaratan yang tidak masuk akal. Belum lagi harus melawan orang yang memiliki ‘privilege’ bisa mendapatkan pekerjaan dengan cepat. Hal tersebut masih banyak terjadi di Indonesia. Fokus kembali dengan persyaratan, selain perusahaan mempertimbangkan umur. Mereka juga mempertimbangkan seberapa lama atau banyak pengalaman kerja sang pelamar. Apabila belum punya pengalaman kerja, kebanyakan perusahaan tidak akan menerimanya. Maka dari itu pengangguran lulusan SMK jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang lulusan Diploma VI, S1, S2, dan S3. Hal ini menutup kesempatan bagi orang yang benar benar membutuhkan pengalaman kerja. Banyak pelamar yang mengeluh tidak mendapatkan pekerjaan karena kurang pengalaman sedangkan mereka juga terbebani oleh persyaratan umur apabila tidak kunjung mendapatkan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara maju seperti Jepang, Denmark, dan Kanada memiliki kebijakan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel terkait usia. Di negara Denmark yang terkenal dengan kesejahteraannya dan work-life balance sangat mendukung pekerja dengan kebijakan tidak ada batasan umur bagi pekerja. Lalu di negara Kanada bahkan memiliki Undang-Undang yang melarang adanya diskriminasi usia dalam pekerjaan sehingga banyak perusahaan yang merekrut pekerja tanpa memandang usia dan negara Jepang yang membantu warganya untuk tetap produktif di masa tua dengan tetap diizinkan untuk berpatisipasi dalam pekerja usia lanjut.
Dengan kompleksnya permasalahan ini, perlu adanya kesadaran mengenai perspektif usia produktif, selain itu perusahaan seharusnya lebih berfokus pada penilaian kinerja berdasarkan bidang yang sesuai. Pemerintah dan perusahaan dapat bekerja sama dalam memutus rantai pengangguran dengan melakukan proses rekrutmen yang sesuai. Stop dan mulai ubah stereotip bahwa usia dapat membatasi kinerja seseorang karena syarat ini cukup memberatkan. Selain itu, rentang usia yang sempit menghambat peluang para pencari kerja yang berusaha memperbaiki taraf hidup dengan bekerja. Para pencari kerja berharap agar pemerintah mengkaji ulang dan membuat kebijakan baru yang berhubungan dengan batas persyaratan usia dalam lowongan kerja. Jika bisa, menghapus pesyaratan batas maksimal usia pelamar kerja.
ADVERTISEMENT