Konten dari Pengguna

Sesat Pikir Negara Memaknai Marxisme

Nathanael Lauren Sihombing
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
4 Februari 2023 17:55 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nathanael Lauren Sihombing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/buku-manifest-karl-marx-3038739/
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/buku-manifest-karl-marx-3038739/
ADVERTISEMENT
KUHP baru memuat salah satu pasal tentang larangan ajaran Marxisme dan ideologi yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Hal ini secara tegas diatur dalam pasal 188 ayat 1 yang berbunyi: "Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun". Padahal kalau berkaca dari makna atau pokok-pokok dari ajaran Marxisme sendiri dapat kita lihat bahwa Pancasila dan Marxisme merupakan satu kesatuan yang memiliki tujuan yang sama yaitu mewujudkan keadilan dan kesetaraan sosial.
ADVERTISEMENT
Lantas atas dasar apa negara melarang ajaran Marxisme? Padahal sebenarnya Kapitalisme lah yang bertentangan dengan Pancasila karena dalam ajarannya jelas tidak menganut kesetaraan dan keadilan sosial dan dalam praktiknya di realitas sosial pun penindasan terhadap yang lemah sering terjadi, namun tampaknya kapitalisme melanggeng di Indonesia. Apakah negara pro terhadap ajaran kapitalis yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan ajaran Pancasila? Dan mengapa negara tidak melarang juga ajaran kapitalisme?

Tokoh pendiri Indonesia yang Marxis

Ir. Soekarno yang merupakan presiden pertama kita dan merupakan salah satu tokoh perumus Pancasila mengaku seorang marxis. Ini dapat kita lihat dari ideologi Marhaenisme yang dibuat soekarno sebagai perwujudan dari Marxisme yang disesuaikan dengan kultur budaya Indonesia. Sutan Sjahrir yang merupakan perdana menteri pertama kita tumbuh bersama Dash Capital dan tulisan-tulisan Marx lainnya.
ADVERTISEMENT
Moh Hatta, wakil presiden pertama kita dan merupakan Bapak Koperasi Indonesia pasti juga seorang Marxis karena koperasi merupakan bagian dari ajaran Marxisme. Dan Tan Malaka yang merupakan Bapak Republik Indonesia juga merupakan seorang Marxis bisa kita lihat dari buku-buku yang ditulisnya yang sarat akan nuansa ajaran-ajaran Marxisme seperti; Madilog, Aksi massa, Gerpolek, dll. Jadi jika negara melarang ajaran Marxisme itu sama aja negara menghina para tokoh para pendiri bangsa kita.

Pancasila adalah Marhaenisme dan Marhaenisme adalah Marxisme

Dalam sejarahnya PNI (Partai Nasionalis Indonesia) Partai yang didirikan Bung Karno yang berideologikan Marhaenisme awal nya menyebutkan bahwa Marhaenisme adalah Marxisme. Namun setelah peristiwa 65 terjadi PNI pelan-pelan merubah pikiran atau anggapan publik kalau Marhaenisme adalah Marxisme menjadi Pancasila adalah Marhaenisme. Tindakan itu terjadi lantaran pasukan Soeharto sedang gencar-gencarnya memburu semua hal yang berhubungan dengan Marxisme untuk dihancurkan dan dibunuh.
ADVERTISEMENT
Lantas mengapa Soekarno tidak membuat Indonesia berideologikan Marhaenisme padahal PNI pada saat itu memiliki suara paling banyak di pemilu? Pada saat itu saat orde lama partai-partai sangat berwarna atau memiliki ideologi masing-masing dari mulai partai yang berideogikan Islam, Kristen, dan Bahkan PKI yang berideogikan Komunisme merupakan partai yang sah saat orde lama. Berbeda dengan sekarang partai-partai yang ada tidak memiliki warna ideologi dan arah pergerakan yang jelas.
Untuk menciptakan kesatuan dan mempertahankan kekuasaan Bung karno mengambil jalan tengah yaitu merumuskan Pancasila sebagai ideologi Indonesia demi merangkul Ideologi-ideologi yang sedang eksis pada saat itu. Lantas apa yang membuat Marxisme menjadi begitu menakutkan saat rezim orde baru hingga sekarang? Ya benar, peristiwa di tahun 65 menjadi awal kekelaman bagi Marxisme, rezim orde baru menuduh bahwa PKI lah yang membunuh dewan jendral dan Soeharto membuat peristiwa tersebut menjadi legitimasi untuk membantai orang-orang yang dituduh sebagai simpatisan PKI tanpa pembuktian dan persidangan terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Namun pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) negara menyadari bahwa perlakuan pada masa orde baru itu sangat keliru dan negara pun mulai melakukan pemberian kompensasi berupa uang kepada keluarga yang dituduh sebagai simpatisan komunis yang mendapatkan hukuman serta pengasingan selama rezim orde baru sebagai tanda permintaan maaf oleh negara. Dan Gus Dur pun sebenarnya ingin mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 namun lawan politik nya seperti DPR, partai politik, hingga TNI/POLRI yang di dalamnya masih sarat akan intervensi orde baru pada saat itu menolak gagasan itu. Jadi menurut saya negara tidak mempunyai dasar yang kuat dalam pasal 188 ayat 1 KUHP jika berkaca pada fakta sejarah.

Marxisme dalam realitas sosial

sumber foto: https://unsplash.com/photos/Fw_2kaQZc90
Banyak yang bertanya-tanya apakah teori Marxisme berhasil dalam realita sosial? Jawabannya adalah fakta-fakta sosialisme lah yang sekarang memberikan pembenarannya atas teori sosialisme, dan teori Marxisme. Sebagai contoh dalam ilmu pengetahuan Uni Soviet pada saat itu lebih maju daripada barat. Itu dikarenakan ilmuan-ilmuan Soviet berpikir dengan metode materialisme dialektik dan historis, dengan filsafat Marxis.
ADVERTISEMENT
Lalu mengapa Indonesia tidak memberikan edukasi atau ajaran-ajaran tentang Marxisme kepada masyarakat? Selain karena universitas-universitas di Indonesia yang tidak memiliki mata kuliah mengenai Marxisme dan bahkan untuk menyebut Marxisme saja enggan, yang paling utama adalah karena adanya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dan pasal 188 ayat 1 KUHP. Namun bukan Marxisme yang dirugikan dari hal itu melainkan kemajuan ilmu secara keseluruhan.
Dan yang dapat menguatkan pendapat saya tentang Pancasila dan Marxisme merupakan satu kesatuan yang memiliki tujuan yang sama adalah pendapat dari Bung Karno yang mengatakan:
ADVERTISEMENT
Dan pendapat dari orang Komunis itu sendiri yaitu Bung Aidit yang mengatakan:
Jadi kalau negara mengatakan bahwa Marxisme itu bertentangan dengan Pancasila sama sekali tidak berdasar dan merupakan kekeliruan besar.

Marxisme sebagai Motor Perlawanan

sumber foto: https://unsplash.com/photos/L3AiWxPqmj8
Kapitalisme merupakan suatu tesis yang menjadi pemantik bagi kaum buruh dan kaum-kaum tertindas lainnya untuk membentuk suatu gerakan perlawanan yang didasari atas dasar yang sama yaitu penderitaan. Revolusi menjadi satu-satu nya cara untuk menumbangkan kapitalisme dan menjalankan antitesisnya setelah kemenangan yaitu Marxisme/Sosialisme. Lalu setelah revolusi dimenangkan dan Sosialisme dijalankan maka Sosialisme itu akan berproses menjadi sistem yang lebih ekstrim dan kompleks yaitu Komunisme.
ADVERTISEMENT
Apa sebenarnya yang menjadi perbedaan dari Sosialisme dan Komunisme? Sederhananya ialah pada tahap Sosialisme para pekerja/buruh diberi upah sesuai dengan apa yang mereka kerjakan atau sesuai dengan karya mereka namun dalam tahap Komunisme para pekerja/buruh diberi upah sesuai dengan kebutuhan mereka. Sejatinya Marxisme merupakan suatu ideologi perlawanan untuk melawan kapitalisme karena kapitalismelah yang melanggengkan penghisapan manusia oleh manusia. Dan Marxismelah yang menjadi otak penggerak dan dasar pemikiran bagi orang-orang yang melakukan perlawanan melalui jalan revolusi agar revolusi yang diperjuangkan itu berakhir dengan kemenangan yang sesuai dengan tujuan awal pergerakan.
Lalu yang menjadi pertanyaan dan mungkin belum pernah ada jawabannya adalah mengapa negara melarang Marxisme yang jelas-jelas sejalan dengan prinsip Pancasila? Sementara mengapa negara bersikap acuh tak acuh terhadap kapitalisme yang justru sangat berlawanan dengan Pancasila dan dalam praktiknya pun menyengsarakan rakyat kecil? Negara malah cenderung melestarikan dan melanggengkan kapitalisme itu.
ADVERTISEMENT