Konten dari Pengguna

Analisis Filsafati Kondisi Tubuh dan Jiwa pada Pasien Mati Otak

Regina Adelia Cindy Elyastuti
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
8 Oktober 2023 19:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Regina Adelia Cindy Elyastuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi otak, Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi otak, Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tahukan kamu? menurut data dari Science Direct, kasus mati otak pada tahun 2012-2016 di United States mencapai 69.735 kasus. Kodisi mati batang otak atau yang biasa disebut mati otak kerap kali dianggap sama dengan pasien koma, namun ternyata pasien mati otak tidak memiliki kesempatan untuk sadar kembali. Pada zaman dulu mengkonfirmasi kematian sangatlah mudah, orang dinyatakan meninggal apabila sudah tidak memiliki detak jantung, tidak merespon dan tidak bernapas lagi. Namun permasalahan mati otak menjadi fenomena yang kembali mempertanyakan konfirmasi kematian zaman dulu. Menurut National Health Service, pasien mati otak kehilangan kesadaran dan kehilangan kemampuan bernapas secara permanen, namun memasang ventilator akan tetap menjaga jantung pasien mati otak agar tetap berdetak dan oksigen bersirkulasi melalui aliran darah, hanya saja ventilator mempertahankan detak jantung pasien pada batas tertentu, karena jantung pada akhirnya akan berhenti berdetak.
Ilustrasi penggunaan ventilator, Foto: Shutterstock
Kondisi mati batang otak dapat berpengaruh besar pada hidup manusia, karena batang otak bertangung jawab pada; pernafasan, denyut jantung, tekanan darah dan kemampuan menelan. Singkatnya, batang otak berperan penting dalam fungsi inti otak. Kondisi mati batang otak sendiri disebabkan oleh serangan jantung, stroke dan pembekuan darah, karena oksigen dan suplai darah tidak tersalurkan dengan baik. Kondisi ini juga bisa disebabkan cedera kepala yang parah, pendarahan otak, infeksi dan tumor otak. Kematian batang otak dapat didiagnosis apabila tidak sadarkan diri, gagal merespon rangsangan dari luar, detak jantung dan pernafasan hanya dapat dipertahankan dengan ventilator, ada bukti bahwa telah terjadi kerusakan otak yang serius dan tidak dapat disembuhkan.
Ilustrasi X-ray kepala, Foto: Shutterstock
Dari sisi filsafat, kondisi mati otak dapat ditinjau dari teori Materialisme, Idealisme dan Dualisme. Teori Materialisme menyatakan bahwa hakikat kenyataan termasuk hakikat manusia bersifat fisik atau material, sehingga manusia mempati ruang & waktu, memiliki keluasan, bisa diukur, dikuantifikasi dan diobservasi. Materialisme meyakini bahwa setiap gejala dan gerak bisa dijelaskan menurut hukum sebab akibat. Teori ini juga menganggap manusia sebagai tubuh tanpa jiwa. Salah satu filsuf Inggris, Thomas Hobbes berpendapat segala sesuatu di dunia adalah gerak dari materi, termasuk pikiran dan perasaan.
Ilustrasi tubuh manusia, Foto: Shutterstock
Teori Idealisme menyatakan bahwa hakikat kenyataan termasuk hakikat manusia bersifat non fisik. Filsuf Jerman, G.W.F Hegel menyatakan adanya kenyataan material adalah manifestasi dari kekuatan atau kenyataan yang sejati dan yang lebih tinggi yakni Roh Absoult. Idealisme juga meyakini sumber perilaku manusia adalah kekuatan internal yakni jiwa yang hendak mewujudkan dirinya dalam menggapai nilai-nilai yang diyakininya, tubuh adalah sarana bagi jiwa dalam mengekspresikan dirinya.
Ilustrasi tubuh sebagai manifestasi, Foto: Shutterstock
Sedangkan teori Dualisme menggabungkan kedua teori sebelumnya. Hakikat kenyataan termasuk hakikat manusia pada dasarnya bersifat fisik dan non fisik, sehingga tidak bisa diasalkan pada satu substansi saja. Filsuf Yunani, Plato meyakini bahwa kenyataan sejati terdiri dari dua substansi, termasuk hakikat manusia yang adalah perpaduan antara tubuh dan jiwa. Jiwa walau tidak bisa diamati secara inderawi, namun dapat dibuktikan melalui rasio (akal budi).
Ilustrasi tubuh & jiwa, Foto: Shutterstock
Berdasarkan penjelasan teori Materialisme, hakikat manusia bersifat fisik. Mati otak membuat sistem saraf pasien tidak dapat berfungsi lagi, sehingga tubuhnya tidak dapat kembali beroperasi. Kondisi tubuh pasien yang demikian membuat hakikat manusianya sudah tidak ada, sedangkan tidak ada jiwa pada hakikat kenyataan manusia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan teori Idealisme, hakikat manusia bersifat nonfisik. Kondisi pada pasien mati otak membuat jiwanya keluar, lalu tubuh sebagai manifestasi dari roh tidak lagi dapat hidup namun jiwanya sebagai hakikat manusia masih ada dalam bentuk alam.
Berdasarkan teori Dualisme, hakikat manusia tidak bisa hanya dari satu substansi saja, namun dua, yaitu tubuh dan jiwa, sehingga pada pasien mati otak, tubuh & jiwanya yang saling terhubung sudah tidak beroperasi lagi dan hakikat manusianya dianggap sudah tidak ada / dinyatakan meninggal.
Ilustrasi tubuh & jiwa sebagai 2 substansi yang terhubung, Foto: Shutterstock
Pasien mati otak kehilangan kemampuan mengoperasikan tubuhnya, tidak dapat berpikir dan tidak dapat kembali sadar. Berdasarkan teori Dualisme, jiwa dapat dibuktikan melalui rasio (akal budi), akal budi bekerja melalui otak, sistem organ dalam tubuh juga dikendalikan oleh otak, sehingga kondisi mati otak membuat dua substansi hakikat manusia yaitu jiwa dan tubuh pada pasien tersebut tidak dapat kembali beroperasi.
ADVERTISEMENT