Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pinjaman Tiongkok Kepada Negara Lain : Tulus Membantu / Ambisi Berkuasa?
14 Oktober 2024 11:15 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Athaya Azha Nabil Hibrizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun terakhir, Tiongkok sangat gencar memberikan utang kepada negara lain terutama negara berkembang. Merujuk dari web CNBC, 3 negara dengan utang terbesar seperti Pakistan sebanyak US$27,4 miliar (Rp427 triliun), Kenya US$7,4 miliar (Rp115 triliun) Sri Lanka US$7,2 miliar (Rp112 triliun). Sebenarnya terdapat 98 negara lain yang berutang atau meminjam ke Tiongkok, namun dapat kita simpulkan negara yang berutang ke Tiongkok Sebagian besar adalah negara berkembang. Sebagai Negara yang memberi pinjaman, apakah Tiongkok secara tulus membantu negara – negara yang ingin berutang atau meminjam kepada Tiongkok atau justru merupakan suatu jebakan oleh Tiongkok mengingat program Belt and Road Initiative (BRI), atau justru permasalahannya dari negara peminjam?
ADVERTISEMENT
Sebelum menuju ke pembahasan, mari kita lihat alasan Tiongkok bersedia memberi pinjaman kepada negara lain. Apapun yang berhubungan dengan suatu negara, pasti tidak jauh dari kata politik. Kita pasti mengetahui filosofi dalam berpolitik,
Contoh yang paling dekat dengan kita yaitu sebuah koalisi besar antar partai di Indonesia untuk mendukung satu pasangan calon untuk memenangkan pemilihan presiden. Dibalik koalisi besar tersebut, pasti terdapat kepentingan yang ingin dicapai oleh masing - masing partai. Politik tidak hanya didalam negeri saja namun dapat dilakukan diluar negeri oleh suatu negara untuk mencapai kepentingannya. Dalam Hubungan Internasional, terdapat suatu teori yang disebut Realis atau Realisme. Seorang diplomat dan filsuf asal Italia, Machiavelli menyatakan pendapat terkait pandangan realisme :
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi Menurut Hans Morgenthau seorang tokoh dalam Hubungan Internasional juga pernah berkata bahwa :
Pendapat tersebut diperkuat oleh Carol Lancaster terkait pandangan realis dalam bantuan luar negeri yaitu sebagai alat diplomasi yang pragmatis dan sebagai instrumen kekuasaan politik. Pada intinya adalah Bantuan Luar Negeri digunakan untuk memperkuat kepentingan nasional negara pemberi dan dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan pengaruh serta kontrol.
Jika kita hubungkan dengan apa yang dilakukan selama ini oleh Tiongkok untuk memberi bantuan kepada negara lain motifnya adalah meningkatkan pengaruh dan kekuatan Tiongkok dalam sistem internasional. Ketika Tiongkok memberikan pinjaman utang, dalam mengelola uang pinjamannya pasti terdapat pembangunan infrastruktur dan Tiongkok secara tidak langsung dapat memperoleh kontrol dan menancapkan pengaruhnya atas aset-aset penting di negara peminjam seperti bandara, pelabuhan, jalan, dan lainnya. Dilansir dari web Council on Foreign Relations, Hal ini sejalan dengan proyek Belt and Road Initiative (BRI) oleh Tiongkok yang dirancang untuk menghubungkan Asia Timur dan Eropa melalui infrastruktur fisik, dan berkembang hingga ke Afrika, Oseania, serta Amerika Latin untuk memperluas pengaruh Tiongkok terhadap negara lain. Namun bukan berarti bantuan utang yang diberikan oleh Tiongkok memberikan dampak yang positif saja untuk Tiongkok terdapat juga dampak negatifnya seperti yang terjadi di Sri Lanka. Tiongkok mengambil alih 85 % saham Pelabuhan Hambantota dan dikuasai selama 99 tahun karena Sri Lanka tidak mampu membayar utangnya yang jatuh tempo. Namun mengingat Tiongkok yang mengambil alih pelabuhan terbesar di Sri Lanka, bukan berarti secara keseluruhan salah dari Tiongkok karena mengingat Sri Lanka merupakan salah satu negara terkorup dan tingkat nepotismenya tinggi.
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa bantuan luar negeri yang berupa pinjaman dana oleh Tiongkok kepada negara lain pastinya ada maksud tersendiri yaitu menancapkan pengaruhnya di negara lain. Namun terkait pengambilalihan infrastruktur oleh Tiongkok seperti yang terjadi di Sri Lanka adalah bukti bahwa tidak sepenuhnya salah Tiongkok, melainkan tergantung dari negara peminjam utang itu sendiri sejauh mana negara tersebut dapat mengelola dana pijaman dari Tiongkok dengan baik.