Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Angka NEET Meningkat di Yogyakarta, Apa Solusi Pemerintah untuk Gen Z?
26 Januari 2025 11:35 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rivana Marinda P Wirahadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
NEET (Not in Education, Employment, or Training) merujuk pada pemuda yang tidak terlibat dalam pendidikan, pekerjaan, dan pelatihan. NEET mencerminkan tantangan besar yang dihadapi generasi muda Indonesia. Berdasarkan laporan BPS 2023, terdapat 9,9 juta pemuda usia 15–24 tahun yang tergolong NEET. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), meskipun dikenal sebagai Kota Pelajar dengan akses pendidikan yang unggul, menghadapi tren serupa dengan peningkatan angka NEET dari 9,89% pada 2021 menjadi 10,89% pada 2023.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang kendala utama yang dihadapi generasi muda dalam mencari pekerjaan. Dua komentar pada platform X dari @siicebeaar dan @taufikstar_ menggambarkan realitas yang dihadapi pencari kerja di Indonesia:
Komentar @siicebeaar menyentuh isu persyaratan kerja yang sering kali tidak realistis. Banyak perusahaan menetapkan pengalaman kerja minimal 2 tahun untuk posisi entry-level, sementara fresh graduate, yang baru saja menyelesaikan pendidikan, tidak memiliki peluang untuk memenuhi syarat tersebut. Selain itu, batasan usia maksimal 30 tahun semakin mempersempit kesempatan kerja bagi mereka yang terlambat memasuki pasar kerja karena berbagai alasan. Hal ini menciptakan siklus di mana pemuda, termasuk yang terdidik, tetap berada dalam kategori NEET karena ketidakmampuan bersaing di pasar kerja.
ADVERTISEMENT
Komentar @taufikstar_ menyoroti realitas lain: banyak lowongan kerja yang tersedia, tetapi dengan gaji yang tidak layak, bahkan di bawah UMP atau UMK. Situasi ini mendorong beberapa pencari kerja untuk terus mencari peluang yang lebih baik, meskipun hal ini dapat membuat mereka sementara tidak terlibat dalam pekerjaan formal. Bahkan mereka yang sudah bekerja sering kali memilih untuk berpindah-pindah mencari posisi yang menawarkan gaji lebih layak atau lingkungan kerja yang lebih nyaman.
ADVERTISEMENT
Di Yogyakarta, fenomena ini menjadi semakin kompleks dengan adanya migrasi risen yang tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik DIY (2024), 52,94% migran muda usia 16–24 tahun yang datang ke DIY tidak bekerja. Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa yang datang untuk menempuh pendidikan, tetapi setelah lulus, banyak yang tidak mampu bersaing dalam pasar kerja yang ketat dan juga tidak kembali ke daerah asal yang akhirnya meningkatkan angka NEET di DIY.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rendahnya upah di DIY menjadi salah satu faktor penghambat. Sebagai kota yang dikenal memiliki biaya hidup relatif rendah, banyak pekerjaan di DIY menawarkan gaji yang tidak kompetitif, yang justru mempersulit pemuda untuk memulai atau mempertahankan pekerjaan di wilayah tersebut.
Dampaknya pada Bonus Demografi
Fenomena ini berimplikasi pada peluang bonus demografi yang tengah dialami DIY. Dengan rasio ketergantungan 45,4%, potensi usia produktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sangat besar. Namun, tingginya angka NEET menunjukkan bahwa potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Lalu, Apa Langkah Pemerintah?
Melihat fenomena ini, muncul pertanyaan besar: apa yang akan pemerintah lakukan untuk mengatasi tantangan ini? Pada Daerah Istimewa Yogyakarta, di mana angka partisipasi pendidikan tinggi tetapi NEET juga meningkat, diperlukan kebijakan yang spesifik untuk menjembatani lulusan baru ke dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Apakah pemerintah telah merancang kebijakan yang efektif untuk mengurangi hambatan kerja bagi fresh graduate seperti batasan umur dan kriteria tidak masuk akal? Bagaimana pemerintah memastikan gaji yang ditawarkan sesuai dengan standar UMP dan UMK agar pekerjaan lebih menarik bagi pemuda? Selain itu, apa langkah konkret untuk mengatasi ketidakcocokan antara kebutuhan industri dan keterampilan pencari kerja?
Fenomena NEET di Yogyakarta dan Indonesia secara umum merupakan tantangan besar yang harus segera diatasi. Komentar dari media sosial menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya soal kurangnya lapangan kerja, tetapi juga ketidakcocokan antara kebutuhan pasar kerja dengan kondisi pencari kerja, termasuk persyaratan yang tidak realistis dan gaji yang tidak memadai. Dengan kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan, solusi dapat diimplementasikan untuk mengurangi angka NEET, meningkatkan kesejahteraan pemuda, dan memaksimalkan potensi bonus demografi.
ADVERTISEMENT