Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Gratifikasi: Akar dari Korupsi dan Suap yang Tersembunyi
25 September 2024 13:07 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Annisa Amelia Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemberian hadiah di Indonesia merupakan suatu perbuatan yang normal dan tidak ada kaitannya sebagai perbuatan yang melanggar Hukum. Biasanya masyarakat Indonesia memberikan hadiah sebagai tanda terima kasih, tanda sayang, tanda persahabatan, serta mempererat tali silaturahmi. Namun, lain hal jika jika pemberian hadiah tersebut diberikan pada seseorang terkait kapasitasnya sebagai Pejabat atau Penyelenggara Negara dengan maksud pemberian tersebut diberikan dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari Pejabat atau Penyelenggara Negara yang diberi hadiah, sehingga pemberian hadiah tersebut merupakan suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari Pejabat pembuat kebijakan tersebut. Hal ini disebut dengan Gratifikasi.
ADVERTISEMENT
Kata kunci : Korupsi, Gratifikasi, Pegawai Negeri, Penyelenggara Negara, Suap, hadiah.

Definisi Gratifikasi
Secara Umum Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang terdapat dalam Tindak Pidana Korupsi. Yang dimana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai extraordinary crime atau biasa disebut dengan kejahatan luar biasa. Contoh dari gratifikasi adalah seorang pejabat yang mengeluarkan izin usaha kemudian menerima hadiah dari pemohon izin tersebut. Hadiah ini dianggap gratifikasi karena berhubungan langsung dengan jabatannya dan kewenangan yang dimilikinya.
Gratifikasi merupakan salah satu jenis dari tindak pidana korupsi. Hal ini diatur dalam Pasal 12B Undang-undang Nomor: 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Batasan Gratifikasi
Namun ada batasan Gratifikasi yang harus diketahui, yaitu tidak semua gratifikasi ilegal. Ada beberapa situasi yang dianggap pengecualian (misalnya, hadiah pernikahan atau pemberian hadiah saat momen-momen tertentu yang tidak berkaitan dengan kewenangan jabatan).
Perbedaan Gratifikasi dan Suap
Dalam konteks Gratifikasi, suap adalah salah satu jenis gratifikasi ilegal. Suap adalah pemberian hadiah atau janji yang diberikan kepada seseorang dalam jabatan atau kewajiban dengan tujuan agar orang tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait jabatan atau kewajibannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Gratifikasi dilarang di Indonesia karena Gratifikasi dianggap sebagai akar dari korupsi dan dapat mendorong Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara untuk bertindak tidak objektif, tidak adil, tidak profesional dalam menjalankan tugas mereka, serta melanggar etika.
ADVERTISEMENT
Jika kita lihat unsur-unsur tindak pidana gratifikasi menurut pasal 12B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yaitu:
1. Pembuatnya adalah Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
2. Perbuatannya adalah menerima (pemberian dalam arti luas)
3. Obyeknya adalah gratifikasi atau pemberian dalam arti luas
4. Pemberian tersebut berhubungan dengan jabatannya
5. Berlawanan dan kewajiban dan tugasnya.
Dari unsur tersebut maka perbuatan yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi adalah perbuatan menerima pemberian yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dan pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatannya.
Perbedaan Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara
Tapi, apa sih bedanya pegawai negeri dan penyelenggara negara tersebut?
Pengertian Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 1999, meliputi :
ADVERTISEMENT
a) Pegawai negeri sebagaimana undang-undang tentang kepegawaian;
b) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
c) Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d) Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
e) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
Mengacu pada Pasal 2 UU No.28 Tahun 1998 yang disebut sebagai penyelenggara negara meliputi : Pejabat Negara pada lembaga tertinggi negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dan Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Jenis gratifikasi yang wajib dilaporkan dan sanksi pidana gratifikasi
Para pegawai negeri dan penyelanggara negara apabila menerima suatu pemberian maka diharuskan untuk melaporkan gratifikasi yang diterimanya, sehingga tidak menimbulkan suatu tidak pidana. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bentuk gratifikasi seperti apa yang harus dilaporkan?
Gratifikasi yang wajib dilaporkan adalah yang didalamnya memiliki konflik kepentingan (Conflict of Interest) dan dengan nilai besaran melebihi dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap pemberi atau orang, pemberian dari rekanan bisnis pemerintah, hadiah yang diterima terkait dengan penyelenggaraan suatu proyek atau kegiatan yang berhubungan dengan kewenangan penerima, pemberian hadiah dari individu atau perusahaan yang memiliki hubungan kepentingan dalam keputusan atau kebijakan yang diambil oleh penerima. Sedangkan yang tidak wajib dilaporkan adalah yang tidak memiliki unsur konflik kepentingan serta tidak melebihi dari, atau paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap pemberi atau orang.
ADVERTISEMENT
Pegawai Negeri yang menerima gratifikasi dan tidak melapor ke KPK dianggap sebagai Tindak Pidana Korupsi dan dikenakan sanksi pidana. Maka dari itu Pegawai Negeri dan atau Penyelenggara Negara wajib melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK sebelum 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. Konsekuensi hukum dari tidak melaporkan gratifikasi yang diterima, yaitu pidana penjara minimum 4 tahun dan maksimum 20 tahun atau pidana penjara seumur hidup, dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah), maksimum Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
Daftar Pustaka :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Hafrida, “Analisis Yuridis Terhadap Gratifikasi dan Suap Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.” Vol. 6. No. 7 (2013) : INOVATIF.
ADVERTISEMENT
3. Seegho Eunike Virginia Lihu, dkk, “Kajian Hukum Pengaturan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi.”
4. Nabhan Shidqi Farghani, Gratifikasi Yang Tidak Perlu Dilaporkan, diakses 24 September 2024, (19:01), https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14701/GRATIFIKASI-YANG-TIDAK-PERLUDILAPORKAN.html#:~:text=Konsekuensi%20hukum%20dari%20tidak%20melaporkan,000.000%20(satu%20milyar%20rupiah).