Konten dari Pengguna

Mengulik Perlindungan Hukum Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Abiyyu Mahdillah Pramoedya
mahasiswa stambuk 2022
10 Oktober 2024 9:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abiyyu Mahdillah Pramoedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Aspek Hukum bagi Suami Korban KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah tindakan abusive yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, termasuk fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan, tanpa memandang jenis kelamin. Pasal 5 undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya. Ini berarti bahwa suami yang menjadi korban KDRT memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan hukum seperti istri. Beberapa faktor dapat memicu terjadinya KDRT terhadap suami, antara lain:
ADVERTISEMENT
1. Faktor Ekonomi: Ketidakmampuan suami memenuhi kebutuhan ekonomi dapat menyebabkan stres pada istri, yang bisa berujung pada tindakan kekerasan.
2. Faktor Perilaku: Lingkungan sosial dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial juga dapat memicu konflik dalam rumah tangga.
3. Faktor Psikologis: Kondisi psikologis istri yang tidak stabil, mungkin akibat pengalaman masa lalu atau tekanan hidup, dapat menyebabkan kekerasan terhadap suami.
Stigma dan Tantangan
Suami yang menjadi korban KDRT sering kali menghadapi stigma sosial yang membuat mereka enggan untuk melapor. Budaya patriarki cenderung menganggap bahwa laki-laki harus kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahan, sehingga banyak pria merasa malu untuk mengakui bahwa mereka mengalami kekerasan. Selain itu, ada anggapan bahwa tindakan kekerasan oleh istri terhadap suaminya adalah hal yang wajar atau bisa dimengerti dalam konteks dinamika rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) telah memberikan beberapa hak dan perlindungan yang signifikan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga, termasuk anak, suami, dan istri. Berikut adalah beberapa aspek yang menunjukkan apakah UU PKDRT telah memberikan keadilan dan keamanan yang tepat:
https://www.assessmentindonesia.com/blog/suami-juga-bisa-jadi-korban-kdrt/
Perlindungan Hukum Korban KDRT
1. Hak Perlindungan: Korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan (Pasal 10 UU PKDRT).
2. Pelayanan Kesehatan: Korban KDRT berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis (Pasal 10 UU PKDRT).
3. Penanganan Kerahasiaan: Korban KDRT berhak mendapatkan penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban (Pasal 10 UU PKDRT).
ADVERTISEMENT
4. Pendampingan dan Bantuan Hukum: Korban KDRT berhak mendapatkan pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 10 UU PKDRT).
5. Pelayanan Bimbingan Rohani: Korban KDRT berhak mendapatkan pelayanan bimbingan rohani (Pasal 10 UU PKDRT).
Implementasi
1. Implementasi Perlindungan: Pihak kepolisian memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan sementara kepada korban KDRT, yang meliputi mengamankan korban dari ancaman atau tindakan kekerasan lebih lanjut, mengawal/mengantarkan korban pulang ke rumahnya, merujuk/mengirimkan korban ke Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) atau Rumah Sakit terdekat, dan lain-lain.
2. Kewajiban Masyarakat: Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat, dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mencakup berbagai tindakan yang dapat merugikan anggota keluarga, baik secara fisik, psikologis, seksual, maupun ekonomi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, berikut adalah penjelasan mengenai tindakan yang termasuk dan tidak termasuk dalam kategori KDRT.
file:///C:/Users/HP/Downloads/Artikel+8-Journal+of+Judicial+Review-+Vol.XVI+No.1++2++Juni++2014%20(1).pdf
Tindakan yang Termasuk dalam KDRT
1. Kekerasan Fisik: Tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau luka pada korban, seperti memukul, menendang, menjambak, mencekik, atau bahkan membakar.
2. Kekerasan Psikis: Tindakan yang menyebabkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, atau penderitaan mental. Contohnya termasuk penghinaan, ancaman, intimidasi, dan manipulasi emosional (seperti gaslighting).
3. Kekerasan Seksual: Tindakan pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan, pelecehan seksual, atau pemaksaan berhubungan seksual dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
4. Penelantaran Rumah Tangga: Mengabaikan tanggung jawab untuk memberikan perawatan dan pemeliharaan kepada anggota keluarga dalam lingkup rumah tangga.
5. Kekerasan Finansial: Tindakan yang melibatkan pengendalian atau manipulasi keuangan untuk mengeksploitasi korban, termasuk tidak memberikan nafkah atau memaksa pasangan untuk bekerja tanpa imbalan.
Tindakan yang Tidak Termasuk dalam KDRT
1. Konflik Biasa: Perselisihan atau pertengkaran yang terjadi dalam konteks komunikasi normal antara pasangan yang tidak melibatkan kekerasan fisik atau emosional.
2. Perbedaan Pendapat: Diskusi atau debat yang sehat mengenai isu-isu rumah tangga yang tidak melibatkan ancaman atau intimidasi.
3. Tindakan Disiplin yang Wajar: Metode pendidikan anak yang tidak melibatkan kekerasan fisik atau emosional dan dilakukan dengan cara yang positif dan mendidik.
ADVERTISEMENT
4. Ketidakpuasan Emosional: Perasaan tidak bahagia atau frustrasi dalam hubungan yang tidak disertai dengan tindakan kekerasan.
5. Kesulitan Ekonomi Tanpa Eksploitasi: Kondisi keuangan sulit yang tidak disertai dengan penelantaran atau pengabaian tanggung jawab.
https://www.alodokter.com/melindungi-diri-dari-kekerasan-dalam-rumah-tangga
Kesimpulan:
- Suami dapat menjadi korban KDRT dan berhak mendapatkan perlindungan hukum yang sama dengan istri. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi pada siapa saja dan untuk memberikan dukungan kepada semua korban tanpa memandang gender. Pelaporan dan pencarian bantuan dari pihak berwenang adalah langkah penting bagi suami yang mengalami KDRT untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan.
- UU PKDRT telah memberikan dasar hukum yang kuat untuk melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, termasuk anak, suami, dan istri. Namun, implementasi dan efektivitas perlindungan ini masih tergantung pada kemampuan dan komitmen pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan masyarakat. Meskipun ada beberapa tantangan dalam implementasi, UU PKDRT telah menjadi langkah penting dalam mencegah kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi hak-hak korban. Dengan demikian, UU PKDRT telah memberikan keadilan dan keamanan yang tepat untuk korban KDRT, tetapi perlu terus ditingkatkan dan diperbaiki untuk meningkatkan efektivitas perlindungan dan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT
- KDRT mencakup berbagai bentuk kekerasan dan pengabaian yang dapat terjadi dalam hubungan rumah tangga. Penting untuk memahami bahwa KDRT bukan hanya fisik tetapi juga melibatkan aspek psikologis dan seksual. Sebaliknya, tindakan-tindakan seperti konflik biasa dan perbedaan pendapat tidak termasuk dalam kategori KDRT selama tidak melibatkan kekerasan atau ancaman. Masyarakat perlu lebih sadar akan berbagai bentuk KDRT agar dapat memberikan dukungan kepada korban dan mencegah tindakan kekerasan lebih lanjut.