Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Tajikistan: Lebih dari Sekadar Investasi
10 Maret 2025 10:56 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari MARCELLO SIANIPAR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jakarta, Indonesia – Berdasarkan laporan dari Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu), Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Non-Residen Republik Tajikistan, Ardasher Qodiri, pada 4 Maret 2025. Pertemuan ini difokuskan pada peningkatan kerja sama bilateral, terutama dalam sektor ekonomi. Hubungan diplomatik kedua negara yang telah berlangsung selama 30 tahun menunjukkan adanya tekad kuat untuk memperdalam kolaborasi ekonomi yang lebih bermakna.
ADVERTISEMENT
Melalui lensa Teori Konstruktivisme dalam hubungan internasional, pertemuan ini mencerminkan pentingnya identitas, norma, dan konstruksi sosial dalam mempengaruhi tindakan negara. Identitas nasional Indonesia sebagai negara dengan politik luar negeri bebas aktif tercermin dalam upaya mempererat hubungan dengan negara-negara di Asia Tengah, termasuk Tajikistan. Sementara itu, bagi Tajikistan, Indonesia tampak sebagai mitra yang memiliki kesamaan dalam hal budaya dan nilai-nilai, terutama karena mayoritas penduduk kedua negara beragama Islam. Hal ini mengindikasikan bahwa kerja sama yang terjalin bukan semata-mata didasari oleh kepentingan ekonomi, melainkan juga oleh persepsi dan identitas bersama yang terbentuk melalui interaksi diplomatik.
Menurut informasi dari Kemlu RI, Tajikistan menjadi investor terbesar dari kawasan Asia Tengah di Indonesia dengan total investasi mencapai USD 5 juta dalam lima tahun terakhir. Komitmen Indonesia untuk memperkuat hilirisasi industri juga sejalan dengan norma internasional terkait pembangunan berkelanjutan serta peningkatan nilai tambah. Dukungan Tajikistan terhadap investasi di bidang hilirisasi mencerminkan penerimaan terhadap norma-norma internasional ini. Visi Asta Cita yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo mengenai hilirisasi dan industrialisasi bukan hanya bertujuan untuk memperkuat ekonomi nasional, tetapi juga untuk membentuk norma baru di kawasan mengenai pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara mandiri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, konstruktivisme berpendapat bahwa kepentingan negara terbentuk melalui interaksi sosial. Investasi yang dilakukan oleh Tajikistan tidak semata-mata untuk meraih keuntungan ekonomi, melainkan juga untuk membangun citra positif serta memperkuat posisinya di kawasan Asia Tenggara. Pandangan kedua negara sebagai mitra yang setara juga memperkuat hubungan bilateral. Sambutan hangat Menlu Sugiono terhadap kunjungan pejabat tinggi Tajikistan menunjukkan adanya upaya untuk membangun narasi tentang pentingnya kerja sama Selatan-Selatan sebagai bagian dari identitas politik luar negeri Indonesia.
Lebih jauh lagi, penyebutan kunjungan Perdana Menteri Tajikistan pada 10th World Water Forum di Bali turut memperkuat citra Indonesia sebagai tuan rumah yang memiliki pengaruh di tingkat internasional. Hal ini bukan sekadar soal ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan prestise dan legitimasi Indonesia di kancah global. Dengan demikian, dalam perspektif konstruktivisme, penguatan kerja sama antara Indonesia dan Tajikistan tidak hanya didorong oleh kepentingan ekonomi semata, melainkan juga oleh konstruksi identitas, norma, serta narasi yang ingin dibangun oleh kedua negara untuk memperkuat posisi mereka di arena internasional.
ADVERTISEMENT