Konten dari Pengguna

Praktik Negosiasi Formal ala Diplomat

Landy Zamahsyarie Alit
Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Udayana
29 Mei 2024 10:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Landy Zamahsyarie Alit tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Kiat pelaksanaan negosiasi untuk mencapai moderasi (jalan tengah)

ADVERTISEMENT

Artikel ini ditulis sebagai bahan kajian bersama, apabila terdapat kesalahan data mohon hubungi penulis terkait

Bangkok, 31 Juli 2019 - Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi saat melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri/Deputi Perdana Menteri Viet Nam, Pham Binh Minh, di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN dan Mitra Wicara, di Bangkok, Thailand. (sumber foto: Kementerian Luar Negeri RI. https://kemlu.go.id/portal/id/read/497/berita/indonesia-)
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Praktik Negosiasi yang bersifat formal kerap kali melibatkan berbagai aspek. Lain hal nya dengan negosiasi yang kita temui sehari-hari yang cenderung bersifat langsung (directly), negosiasi yang dilakukan diplomat dapat dilakukan melalui cara tidak langsung (indirect) seperti surat menyurat. Terkadang juga beberapa diplomat melakukan dua jenis negosiasi ini secara bersamaan. Lantas, apa saja yang perlu kita ketahui lebih lanjut terkait negosiasi ala diplomat? Berikut pembahasanya
ADVERTISEMENT
Salah satu konsep yang terdapat dalam negosiasi adalah bargaining arrangement yang bertujuan untuk mengatur bagaimana proses negosiasi semestinya berjalan. Melalui pengaturan ini, kita dapat menentukan formasi negosiasi dapat dilakukan dengan langsung atau tidak langsung. Pembeda dari kedua jenis negosiasi ini terletak pada prosedur yang dilakukan ketika bernegosiasi. Negosiasi langsung cenderung bersifat informal dan melibatkan hubungan nego seperti antara penjual dan pembeli. Sementara itu, negosiasi tidak langsung cenderung bersifat tertutup karena dilaksanakan melalui surat menyurat (Kuswanto et al., 2017).
Untuk melakukan negosiasi diperlukan yang namanya pengaruh dari posisi (jabatan) di lingkup sosial. Pengaruh yang muncul ini akan berefek pada keberhasilan suatu negosiasi. Hal ini dijelaskan dalam buku “Kepemimpinan” yang menyebutkan bahwa karakteristik pemimpin adalah yang menonjol, senantiasa diikuti oleh orang sekitarnya dan/atau orang lain yang memahami pengaruh sosialnya. pengaruh sebagai pemimpin (Maxwell, 2004, 51 - 52). Misalnya, anda adalah orang yang disegani karena memegang jabatan sebagai co-founder dari suatu organisasi lingkungan, ketika anda dihadapkan pada isu pertambangan yang mencemari lingkungan, posisi anda akan dilihat untuk menggiring opini dalam negosiasi sebagai jaminan kredibilitas dari “bahasa” yang diucapkan. Hal tersebutlah yang dinamai dengan pengaruh sosial.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, untuk bernegosiasi diperlukan beberapa aspek mulai dari posisi kepemimpinan, pengaruh sosial, hingga strategi untuk berkompromi. Permasalahan terbesar dalam bernegosiasi adalah ekspektasi berlebih bahwa 100% opini anda harus disetujui. Jika hal ini terjadi, pihak lainnya akan merugi habis. Oleh sebab itu, kompromi diperlukan agar kedua belah pihak mendapatkan masing masing porsi kepentingan dalam keputusan yang diambil.
Konsep opportunity cost dalam ilmu ekonomi juga dapat menjadi suatu variabel dalam bernegosiasi. Hal ini mengarah pada kesempatan untuk mengurus suatu persoalan dengan meninggalkan persoalan lainnya. Richard Haas memaparkan bahwa dalam proses negosiasi kegagalan dapat terjadi karena adanya hambatan dalam konteks pemahaman politik. Misalnya, dalam negosiasi perdamaian, masing masing pihak yang terlibat memiliki batasan dalam bertindak sesuai posisi yang diampu. Dengan demikian, pembagian urusan kerja ini perlu dilaksanakan secara kooperatif agar beraturan (Haass & CFR Education, 2016).
ADVERTISEMENT
Ketika proses negosiasi tidak berjalan sesuai harapan, bukan berarti penyelesaian melalui hard-power seperti militer adalah jalan satu - satunya. Dalam proses diplomasi, jalan yang diambil cenderung pada mengatur suatu persoalan agar tidak memburuk ketimbang benar - benar menuntaskan melalui kesepakatan bulat. Misalnya, ketika perbedaan ideologi antara pihak USA dengan negara Uni Soviet terjadi berlarut larut hingga negara turunannya masih berseberangan ideologi, moderasi perlu diadakan. Moderasi ini adalah jalan tengah yang diambil untuk memanajerial konflik agar tidak semakin memburuk.
Lantas, bagaimana cara menerapkan praktik negosiasi yang benar sesuai cara diplomat? Merujuk pada studi kajian negosiasi Zona Eksklusif Ekonomi antara negara Indonesia dengan negara Vietnam pada tahun 2019, keduanya mengadakan perundingan berkelanjutan. Pertama, mereka membahas metodologi perundingan untuk mempermudah proses negosiasi. Dilanjutkan dengan kesepakatan atas penuntasan penyusunan Provisional Arrangement (PA) untuk mengatur kemungkinan munculnya kapal asing di wilayah tumpang tindih. Jadi, di awal pembicaraan diplomat sudah menentukan prosedural dari alur negosiasi, dilanjutkan dengan unit negosiasi yang perlu diselesaikan bersama.
ADVERTISEMENT
REFERENSI
Haass, R., & CFR Education. (2016, November 15). Negotiations In Foreign Policy. YouTube. Retrieved May 11, 2024, from https://youtu.be/e6a7nvuOEnU?si=12hJn6OxUuFBQ5RG
Kuswanto, K., Hoen, H. W., & Holzhacker, R. L. (2017, Augustus 31). Bargaining between local governments and multinational corporations in a decentralised system of governance: the cases of Ogan Komering Ilir and Banyuwangi districts in Indonesia. Taylor and Francis Online. Retrieved May 9, 2024, from https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23276665.2017.1368246
Maxwell, J. C. (2004). Kepemimpinan 101 (L. Saputra, Ed.; A. Sindoro, Trans.). Interaksara.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2019). Indonesia dan Viet Nam Dorong Penyelesaian Delimitasi ZEE dan Majukan Kerja Sama Kemaritiman dengan Viet Nam. Kemlu. https://kemlu.go.id/portal/id/read/497/berita/indonesia-