Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Apakah Demokrasi Kita Sehat? Mari Kenali Konsolidasi Demokrasi di Indonesia
7 Mei 2025 18:43 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ririn Nur Afifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia telah rutin menggelar pemilu sebagai wujud komitmen pada sistem demokrasi, di mana melibatkan jutaan pemilih dari berbagai lapisan masyarakat. Namun, di tengah rutinitas demokratis tersebut, muncul pertanyaan mengapa masih marak terjadi praktik politik transaksional, korupsi, dan perpindahan partai politik tanpa landasan ideologis yang jelas. Apakah demokrasi kita sudah benar-benar kuat, atau masih berada di tahap prosedural semata? Faktor-faktor seperti konsolidasi demokrasi yang masih rapuh, melemahnya fungsi oposisi, dan rendahnya akuntabilitas pejabat publik menjadi beberapa alasan mengapa tantangan ini terus ada.
ADVERTISEMENT
Apa Itu Konsolidasi Demokrasi?
Konsolidasi demokrasi merujuk pada proses penguatan institusi, norma, dan budaya politik agar demokrasi tidak hanya berjalan secara normal, tetapi juga secara substansial. Setelah suatu negara mengalami transisi demokrasi (misalnya setelah jatuhnya rezim otoriter), demokrasi tidak bisa langsung kuat pada saat itu. Dari sinilah, konsolidasi sebagai tahap lanjut di mana sistem demokrasi dibiasakan, diperkuat, dimatangkan, dan diterima semua pihak.
Demokrasi yang terkonsolidasi dicirikan oleh stabilitas politik, supremasi hukum, perlindungan hak asasi manusia, keberadaan oposisi yang berfungsi dengan baik, tidak ada pihak kuat yang ingin kembali ke sistem otoriter, serta adanya partisipasi publik yang aktif dan bertanggung jawab. Sebagai ilustrasi, demokrasi yang matang ibarat sebuah rumah dengan fondasi kuat, tidak mudah runtuh meski diterpa krisis. Sebaliknya, jika demokrasi hanya berdiri pada pilar pemilu lima tahunan tanpa diiringi penguatan kelembagaan dan etika politik yang baik, maka ia akan rapuh dan mudah goyah.
ADVERTISEMENT
Posisi Demokrasi Indonesia
Indonesia berada di dalam fase konsolidasi demokrasi yang masih sangat rapuh. Mari kita melihat contoh negara yang demokrasinya telah terkonsolidasi dengan baik, seperti Jerman. Negara ini telah berhasil membangun demokrasi yang kuat, di mana perbedaan pendapat bisa disuarakan dengan sehat, dan institusi politik bekerja dengan baik tanpa adanya gangguan yang merusak proses demokrasi. Jika dibandingkan dengan Jerman, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya, melemahnya fungsi oposisi akibat koalisi pemerintahan yang terlalu besar, praktik politik uang, dan rendahnya akuntabilitas sejumlah pejabat publik. Sebagai contoh, sudah menjadi rahasia umum mengenai bagaimana korupsi mendarah daging di kalangan penguasa. Di samping itu, masih banyak ditemukan penyalahgunaan kekuasaan yang tercermin melalui ketidaksetaraan atau ketidakadilan hukum, di mana pejabat cenderung “kebal” dan sukar ditaklukkan oleh hukum.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, tidak semua indikator menunjukkan tren negatif. Meningkatnya kesadaran publik dalam mengawal isu-isu politik yang terlihat melalui petisi digital, diskusi publik, atau gerakan sosial di media sosial, membuktikan bahwa masyarakat sipil Indonesia tumbuh semakin kritis dan partisipatif. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol publik yang kuat merupakan modal penting dalam konsolidasi demokrasi yang baik. Dan tentu saja, semua bentuk partisipasi ini akan sia-sia jika kita melupakan inti dari demokrasi adalah bagaimana kita merawat dan mempertahankannya bersama-sama.
Pemilu Bukan Satu-satunya Tolak Ukur Demokrasi
Pemilu yang rutin digelar sering kali dijadikan tolak ukur utama dalam menilai kualitas demokrasi. Padahal, esensi demokrasi jauh lebih dalam dibandingkan sekedar proses memilih pemimpin secara periodik. Demokrasi yang matang tercermin melalui konsistensi sistem dan masyarakat dalam menjunjung supremasi hukum, transparansi, hingga perlindungan hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, di luar momen lima tahun sekali tersebut, dibutuhkan mekanisme checks and balances yang berjalan efektif, budaya politik yang menjunjung integritas, serta warga negara yang sadar dan aktif dalam mengawal jalannya pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Ketika masyarakat memiliki ruang untuk berekspresi, mengkritik, dan terlibat dalam proses pengambilan kebijakan secara terbuka dan setara, di saat itulah demokrasi semakin matang. Indonesia, dengan segala dinamikanya telah menunjukkan sejumlah perkembangan positif, terutama dari sisi kesadaran publik. Lembaga negara tentu memiliki tanggung jawab yang besar, tetapi keberlanjutan dan penguatan demokrasi tidak dapat di tumpukan sepenuhnya kepada mereka. Masyarakat yang terdidik secara secara politik dan berani menyuarakan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, serta kebebasan adalah jantung dari demokrasi yang sehat. Karena pada dasarnya demokrasi tidak akan pernah tumbuh subur di tengah sikap apatis atau permisif terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Adapun cara konkret yang bisa dilakukan masyarakat adalah aktif berpartisipasi dalam pemilu dan menghargai proses demokrasi pemilihan pemimpin secara jujur dan adil; melakukan pengawasan terhadap pejabat publik dengan mengikuti berita dan laporan kinerja para wakil rakyat; menggunakan ruang diskusi publik seperti forum komunitas dan media sosial untuk mengkritik dan memberi masukan pada kebijakan pemerintah secara konstruktif; serta mendorong transparansi dan akuntabilitas melalui gerakan sosial dan advokasi hukum. Melalui hal-hal tersebut, masyarakat berperan sebagai pilar penting yang menjaga agar demokrasi tidak hanya berjalan secara prosedural, tapi benar-benar substansial dan sehat.
ADVERTISEMENT
Melihat berbagai aspek yang telah diuraikan, demokrasi Indonesia masih berada dalam fase pencarian bentuk terbaiknya. Upaya perbaikan dan kemajuan tetap dibutuhkan, mengingat tantangan yang dihadapi masih cukup besar. Namun, belum terkonsolidasi nya demokrasi bukan berarti tidak ada harapan. Justru di sinilah pentingnya peran kolektif dari berbagai pihak, terutama warga negara. Kesehatan demokrasi kita sangat ditentukan oleh keberanian untuk menentang yang keliru, serta kesediaan untuk terlibat, berkontribusi, dan mengawal jalannya demokrasi di negeri tercinta ini. Bersama, kita dapat membangun demokrasi yang kuat, berintegrasi, dan mampu menjawab tantangan zaman.