Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Bansos 10 Kg Beras: Efektifkah untuk Diperpanjang?
8 Januari 2025 22:26 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ken Regar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bantuan sosial (bansos) beras 10 kg kembali menjadi sorotan dalam diskusi kebijakan sosial ekonomi Indonesia. Program ini ditujukan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dalam rentang waktu Januari-Juni 2025. Bansos yang diharapkan dapat meringankan beban masyarakat kelompok miskin, memunculkan pertanyaan besar: apakah kebijakan ini tepat dan efektif untuk diperpanjang?
ADVERTISEMENT
Krisis pangan global dan fluktuasi harga beras menjadi faktor yang tak bisa diabaikan. Beras lokal memiliki harga yang lebih tinggi dengan kualitas lebih rendah. Hal ini berpengaruh terhadap Perum Bulog yang mengalami kesulitan yang dihadapi untuk menyerap beras produksi lokal. Menurut data BPS, terpantau harga beras per Desember 2024, harga rata-rata beras grosir mencapai Rp. 13.486 per kilogram. Kondisi ini mempertegas pentingnya intervensi pemerintah untuk memastikan masyarakat miskin tetap memiliki akses terhadap kebutuhan pokok ini. Data ekspor dan impor beras terbaru dari BPS menunjukkan bahwa Indonesia masih mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan domestik. Hingga Oktober 2024 impor beras meningkat sekitar 12% dari tahun sebelumnya, menjadi 3,48 juta ton. Lonjakan ini terjadi di tengah tantangan pertumbuhan produksi domestik yang dipengaruhi oleh perubahan iklim dan fenomena La Nina.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data BPS per Maret 2024, angka kemiskinan Indonesia tercatat sebesar 9,03%, setara dengan 25,22 juta orang. Kelompok paling rentan mengalami kondisi ini adalah buruh harian, petani kecil, dan pekerja informal di perkotaan. Masyarakat kelompok miskin ini menghadapi kesulitan dalam akses makanan dan lonjakan harga kebutuhan pokok. Dalam situasi ini, bansos beras 10 kg dapat menjadi solusi jangka pendek untuk menjaga ketahanan pangan mereka. Sasaran program ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH).
Program bansos beras 10 kg kembali diintensifkan pada kuartal ketiga tahun 2024 dan akan diperpanjang hingga Juni 2025, yang akan didistribusikan pada bulan Januari dan Februari 2025. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas), waktu penyaluran bansos pada bulan Maret-Juni 2025 masih dalam tahap peninjauan, disesuaikan dengan adanya panen raya, terutama di bulan Maret-April yang merupakan puncak panen. Hal ini untuk mencegah terganggunya harga beras di pasaran. Pemerintah memutuskan untuk mempercepat distribusi bansos setelah data dari BPS menunjukkan kenaikan persentase inflasi pangan yang mencapai 5,96% yang mana persentase tersebut turut andil terhadap inflasi sebesar 0,96% year-on-year. Komoditas terbesar yang andil penuh dalam inflasi harga adalah beras dan 2 komoditas lainnya. Langkah ini diambil sebagai respons cepat terhadap ancaman meningkatnya kerawanan pangan di masyarakat miskin.
ADVERTISEMENT
Distribusi bansos beras dilaksanakan di seluruh Indonesia, terutama di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya, menjadi salah satu wilayah prioritas, mengingat angka kemiskinan di provinsi ini mencapai 10,83% pada tahun 2024 (BPS), tertinggi di Pulau Jawa. Selain itu, daerah-daerah di Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua juga menjadi fokus utama karena tingkat ketahanan pangannya yang rendah.
Penyaluran bansos beras akan dilakukan oleh Perum Bulog, dengan pengawasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan pemerintah daerah. Distribusi akan dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan stok dan kondisi lapangan.
Untuk menjadi penerima bansos beras 10 kg, masyarakat harus terdaftar dalam Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) atau Program Keluarga Harapan (PKH). Penerima juga harus memiliki Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Beberapa daerah telah menerapkan sistem digital dalam pendataan dan penyaluran bansos untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi distribusi. Tantangan logistik di daerah terpencil seringkali menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan program ini.
ADVERTISEMENT
Apakah Bansos Ini Efektif?
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi beras mencapai puncaknya pada September 2023 dengan indeks tertinggi dalam 2,5 tahun terakhir, yaitu 5,61%. Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah menggelontorkan program bantuan pangan berupa beras yang berhasil menekan inflasi beras secara bertahap. Pada Juli 2024, inflasi beras turun menjadi 0,94%, dan berkat arahan Presiden Joko Widodo untuk memperpanjang distribusi bantuan beras selama Agustus 2024, inflasi beras kembali menurun signifikan menjadi 0,32%. Dengan turunnya inflasi ini diharapkan harga beras menjadi lebih terjangkau, namun tidak menjamin daya beli dan ketahanan pangan masyarakat miskin meningkat.
Penurunan inflasi beras mengindikasikan bahwa program bansos beras efektif dalam jangka pendek namun berpotensi menyebabkan ketergantungan pada impor beras yang dapat menunjukkan adanya kelemahan struktural dalam sistem pangan nasional. Mengingat program ini ternyata turut menambah beban impor beras Indonesia dikarenakan pemerintah menggunakan sebagian besar stok cadangan beras pemerintah (CBP), yang banyak di antaranya berasal dari impor, untuk memenuhi kebutuhan bansos ini. Hal tersebut mencerminkan ironi besar bagi negara agraris seperti Indonesia, yang seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. Perpanjangan program bansos beras memiliki efek negatif lainnya yakni berpotensi menyebabkan melemahnya diversifikasi pangan dan mengurangi insentif — pendapatan bagi petani lokal.
ADVERTISEMENT
Alternatif Kebijakan dalam Permasalahan Ketahanan Pangan
Melihat situasi ini, bansos beras 10 kg memang memiliki urgensi, tetapi tidak boleh menjadi satu-satunya solusi dalam mempertahankan ketahanan pangan. Pemerintah perlu mempertimbangkan program ini dengan kebijakan yang lebih strategis, seperti:
Investasi pada Infrastruktur Pertanian: Membantu petani meningkatkan produktivitas melalui teknologi modern dan akses pasar.
Misalnya penggunaan teknologi mesin pertanian, sistem irigasi otomatis, serta penggunaan drone dan sensor untuk memantau kondisi tanaman. Selain itu, varietas unggul seperti penggunaan benih atau bibit tanaman yang telah diseleksi secara genetik untuk memiliki sifat-sifat yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta produktivitas tinggi; pengelolaan hama terpadu; menerapkan pola tanam yang tepat dan pemupukan yang seimbang; serta pengelolaan air yang efisien dan penggunaan pupuk organik.
ADVERTISEMENT
Diversifikasi Sumber Pangan: Digunakannya berbagai jenis bahan pangan, baik nabati maupun hewani, dalam pola konsumsi sehari-hari manusia. Implementasinya yaitu dengan mendorong masyarakat untuk mengonsumsi pangan lokal non-beras, seperti singkong dan jagung yang lebih mudah diakses. Menurut PPID Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang, adanya diversifikasi pangan tidak bertujuan untuk mengganti beras sebagai makanan pokok, melainkan untuk mengubah pola konsumsi masyarakat sehingga mereka dapat mengonsumsi lebih banyak jenis makanan dengan kualitas gizi yang lebih baik.
Kesimpulan
Bansos beras 10 kg adalah langkah yang relevan dalam merespons kondisi darurat, seperti meningkatnya angka kemiskinan dan lonjakan harga pangan. Namun, untuk memastikan ketahanan pangan jangka panjang, pemerintah harus bergerak melampaui solusi sementara. Investasi pada sektor pertanian, diversifikasi pangan, dan penguatan tata kelola bansos adalah kunci menuju masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri.
ADVERTISEMENT