Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Milenial, Gen Z & Keterbatasan Perumahan: Land Value Tax sebagai Game Changer?
30 Januari 2025 14:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Panji Edwinanda Hutama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rumah adalah kebutuhan mendasar yang seharusnya dapat diakses oleh setiap orang. Namun, kenyataannya, generasi muda di Indonesia, khususnya Generasi Milenial dan Generasi Z, menghadapi hambatan besar dalam memiliki rumah sendiri. Menurut Don Tapscott dalam "Grown Up Digital", Generasi Milenial adalah mereka yang lahir antara 1977 hingga 1997, sedangkan Generasi Z lahir antara 1998 hingga 2009. Berdasarkan kategori ini, Generasi Milenial dan Generasi Z saat ini berada dalam usia produktif, tetapi harga rumah yang terus meningkat membuat kepemilikan hunian semakin sulit dicapai.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2024, harga rumah terus menunjukkan kenaikan. Data dari Rumah123 melaporkan pertumbuhan harga rumah di Jakarta sepanjang Semester I 2024 dengan kenaikan setiap bulan berkisar antara 0,8% hingga 1,4% secara tahunan. Harga rumah dan tanah di DKI Jakarta semakin tidak terjangkau, dengan data Goodstats menunjukkan bahwa 56% Generasi Z memiliki pendapatan rata-rata hanya sekitar Rp2,5 juta per bulan, sementara harga jual rumah tipe 54 atau lebih kecil di DKI Jakarta berkisar antara Rp350 juta hingga Rp1,2 miliar. Akibatnya, meskipun Generasi Milenial dan Generasi Z berupaya menabung, memiliki rumah tetap terasa seperti target yang sulit tercapai dalam waktu dekat.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya harga rumah adalah spekulasi tanah yang dilakukan oleh generasi sebelumnya, khususnya Baby Boomers. Banyak dari mereka membeli tanah dan rumah ketika harga masih rendah dan menggunakannya sebagai sarana investasi. Akibatnya, banyak lahan kosong yang dibiarkan begitu saja, menunggu harga naik lebih tinggi, sementara permintaan hunian dari generasi muda terus meningkat. Fenomena ini mengakibatkan ketimpangan sosial dan keterbatasan akses generasi muda terhadap kepemilikan rumah.
ADVERTISEMENT
Sebagai solusi, penerapan Land Value Tax (LVT) dapat menjadi langkah penting untuk membantu Generasi Milenial dan Generasi Z memiliki hunian yang lebih terjangkau. LVT adalah pajak yang dikenakan atas nilai tanah tanpa memperhitungkan bangunan atau pengembangan lain yang ada di atasnya. Kebijakan ini dirancang untuk mengurangi spekulasi tanah dan mendorong pemanfaatan lahan yang lebih produktif.
Dengan diterapkannya LVT, pemilik tanah akan terdorong untuk menggunakan lahannya secara produktif atau menjualnya daripada membiarkannya kosong. Hal ini akan meningkatkan ketersediaan tanah untuk pembangunan rumah dan menekan harga properti secara keseluruhan. Sebagai contoh, di beberapa kota di Amerika Serikat seperti Harrisburg, Pennsylvania, sistem pajak tarif ganda telah diterapkan, di mana pajak tanah lebih tinggi dibandingkan pajak bangunan. Hasilnya, terjadi peningkatan pemanfaatan tanah dan stabilisasi harga properti.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penerapan LVT di DKI Jakarta dapat mencegah akumulasi lahan oleh investor yang hanya berfokus pada keuntungan jangka panjang. Dengan pajak yang dikenakan secara konsisten, spekulan akan berpikir dua kali untuk menahan tanah tanpa pembangunan. Jika harga tanah lebih stabil, maka harga rumah pun lebih terkendali, sehingga Generasi Milenial dan Generasi Z memiliki kesempatan lebih besar untuk membeli hunian sesuai kemampuan mereka.
Lebih lanjut, penerapan LVT dapat memberikan insentif bagi pengembang untuk membangun hunian yang lebih terjangkau. Dengan adanya pajak berbasis nilai tanah, pengembang akan lebih terdorong untuk memanfaatkan lahan dengan membangun perumahan ketimbang membiarkannya menganggur. Hal ini dapat meningkatkan pasokan hunian secara signifikan, sehingga membantu menekan harga rumah dan memberikan lebih banyak opsi bagi generasi muda.
ADVERTISEMENT
LVT juga dapat memberikan manfaat tambahan dengan mempercepat urbanisasi yang lebih berkelanjutan. Dengan lebih banyak lahan yang dimanfaatkan untuk perumahan, pemerintah dapat merancang kebijakan perencanaan kota yang lebih inklusif, termasuk penyediaan infrastruktur yang mendukung hunian terjangkau, seperti transportasi publik yang efisien, fasilitas umum, dan area komersial yang mudah diakses oleh warga.
Namun, penerapan LVT memerlukan perencanaan yang matang. Pemerintah perlu menetapkan sistem penilaian nilai tanah yang transparan dan akurat serta mempertimbangkan tarif pajak yang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi pemilik tanah. Digitalisasi sistem perpajakan dan penggunaan basis data nilai tanah yang kredibel, seperti yang diterapkan di Singapura, menjadi langkah penting untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini.
Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar memahami manfaat LVT dalam menciptakan akses yang lebih adil terhadap kepemilikan rumah. Insentif berupa pengurangan pajak untuk tanah yang digunakan sebagai tempat tinggal utama bagi masyarakat berpenghasilan rendah juga dapat menjadi solusi tambahan.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, penerapan LVT di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta, dapat menjadi solusi inovatif dalam mengatasi krisis keterjangkauan rumah bagi Generasi Milenial dan Generasi Z. Dengan mengurangi spekulasi tanah dan mendorong pemanfaatan lahan yang lebih produktif, LVT dapat menciptakan pasar properti yang lebih stabil dan adil, sehingga membuka peluang lebih besar bagi generasi muda untuk memiliki rumah sendiri.