Konten dari Pengguna

Realita Kuota Perempuan 30% Dalam Politik Indonesia Masih Sulit Tercapai

Dwi Suci Kartika Sari
Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Negara UNESA
15 November 2024 18:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Suci Kartika Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Keterwakilan Perempuan (Sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-bendera-6950158/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keterwakilan Perempuan (Sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-bendera-6950158/)
ADVERTISEMENT
Di era modern saat ini, persoalan mengenai kesetaraan gender dimasyarakat sudah menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan, baik di media sosial maupun secara langsung di lingkungan sekitar kita. hal tersebut menunjukkan sudah banyak orang yang menyadari bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dalam berbagai bidang, salah satunya aspek politik. Bahkan peran perempuan di politik sudah diatur melalui UU Nomor 2 Tahun 2011, yang menetapkan bahwa partai politik harus menyediakan minimal 30% keterwakilan perempuan. Namun, dalam kenyataannya Partisipasi perempuan masih belum mencapai target kuota, Berdasarkan data dari Sekretariat Negara, Dalam Pemilu 2024 kemarin, keterwakilan perempuan hanya mencapai 22%. Bahkan sejak 1999 (9%) hingga 2019 (20,52%), angka tersebut belum pernah mencapai target 30%. mengapa target tersebut sulit tercapai?
ADVERTISEMENT
Pentingnya Keterwakilann Perempuan
Keterwakilan perempuan dipolitik sangatlah penting, terutama karena setengah dari populasi di Indonesia adalah perempuan. Partisipasi perempuan di politik memberikan mereka hak yang sama untuk ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan, terutama isu-isu, seperti pendidikan, KDRT, pelecehan seksual, kesetaraan gender dan kesetaraan upah. Perspektif perempuan sangat diperlukan dalam beberapa kasus, terutama mengenai pendidikan, karena di masyarakat kita masih ada pandangan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan dan karir yang tinggi, sehingga dengan Adanya keterlibatan peran perempuan di politik diharapkan dapat mengubah stigma semacam itu dan dapat memberikan kontribusi pada kebijakan yang mendukung perempuan.
Tantangan yang dihadapi
perempuan masih menghadapi tantangan dalam berpartisipasi dalam politik, yaitu adanya budaya patriarki yang masih kuat. Meskipun sudah memasuki zaman yang modern, masih ada pandangan di masyarakat bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan dan karir yang tinggi. Pandangan ini sulit dihapus, terutama di daerah-daerah terpelosok. Bahkan belum lama ini, dalam debat perdana calon gubernur bantem pada 16 Oktober 2024 kemarin, seorang kandidat menyampaikan bahwa perempuan tidak seharusnya diberikan beban yang berat, seperti menjadi gubernur, karena peran gubernur tersebut dianggap ‘terlalu berat’. Pernyataan ini kemudian mendapat krtitikan tajam, karena dianggap meremehkan kemampuan perempuan. Padahal, di Indonesia terdapat beberapa tokoh politik perempuan yang sukses, seperti Presiden ke-5 Megawari Soekarno-Putri, Tri Rismaharini, Khofifah Indar Parawansa dan Retno Marsudi.
ADVERTISEMENT
Selain budaya patriarki, minimnya akses perempuan terhadap infrastruktur politik juga menjadi salah satu tantangan. Akses terhadap sarama kampanye, media massa dan jaringan politik masih sering terbatas bagi perempuan dan cenderung didominasi laki-laki. Meskipun sudah terdapat partai yang telah memberikan peluang bagi perempuan, dukungan berupa pelatihan serta fasilitas kampanye yang memadai masih tergolong kurang. Di sisi lain, perempuan yang terjun ke politik sering menghadapi kekerasan berupa intimidasi, dapat berupa pelecehan verbal, fitnah dan ancaman fisik. Melalui kekerasan tersebut akan menimbulkan ketakutan dan menggoyahkan kepercayaan diri perempuan sehingga menghambat perempuan untuk menunjukan potensi terbaik mereka.
Sebagai perbandingan mari kita lihat negara-negara di Eropa, seperti finlandia, kesetaraam gender di sama sudah termasuk maju. Hal ini dapat dilihat dari angka keterwakilan perempuan finlandia. Berdasarkan data international Gender Equality Prize, pada tahun 2023 finlandia berhasil mencapai 46% keterwakilan perempuan di parlemen, pada tahun 2022, 12 dari 19 menteri dalam cabinet pemerintah adalah perempuan. Selain itu, sebanyak 49% dari keseluruhan orang yang bekerja merupakan perempuan. Hal tersebut tidak dapat tercapai tanpa Adanya peran pemerintah dan masyarakat, Adanya komitmen serius dari pemerintah dan kesadaran masyarakat mengenai kesetaraan gender dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perempuan sehingga dapat meningkatkan angka Partisipasi perempuan di politik. Pencapaian tersebut sangat kontras dengan kondisi yang terjadi di Indonesia yang masih kesulitan untuk mencapai target 30%
ADVERTISEMENT
Upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan membutuhkan kerja sama dua pihak , yaitu pemerintah dan masyarakat. peran pemerintah yaitu dengan menyediakan fasilitas yang memadai untuk mendukung keterlibatan perempuan dalam politik, sementara masyarakat perlu meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya kesetaraan gender, kesadaran masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan aman bagi perempuan tanpa harus merasa terintimidasi, sehingga perempuan dapat menghasilkan kontribusi terbaik mereka dan diharapkan target kuota 30% dapat tercapai Secara optimal.
Dwi Suci Kartika Sari, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara UNESA