Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Barang Non-Subsidi Semakin Tidak Laku
22 Juli 2022 14:58 WIB
Tulisan dari Putra Rizki Octaviano tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia sedang dihebohkan oleh berita tentang biaya-biaya yang serba naik. Pada waktu yang lalu, masyarakat heboh dengan biaya minyak goreng yang naik. Baru-baru ini juga diramaikan dengan kenaikan harga BBM khususnya Pertamax. Kini masyarakat lagi-lagi dihebohkan dengan isu kenaikan harga LPG juga.
ADVERTISEMENT
Ditengah krisis ekonomi setelah pandemi berakhir, pemerintah terus menaikkan harga kebutuhan pokok satu-persatu. Hal ini sangat berdampak pada seluruh masyarakat, khususnya pada kalangan menengah ke bawah. Lalu, apakah rencana pemerintah dalam menaikkan harga ini sudah tepat dilakukan?
Peran pemerintah dalam pengeluaran, salah satunya memiliki fungsi distribusi. Pemerintah perlu melakukan penyesuaian dalam distribusi pendapatan dan kekayaan secara adil dan merata. Pembayaran pajak merupakan salah satu contoh dari keadilan dalam pendistribusian pendapatan karena berpenghasilan tinggi akan membayar pajak lebih besar. Namun, masih terdapat juga pendistribusian yang dirasa kurang adil.
Pemberian subsidi dalam BBM dan LPG merupakan salah satu contoh bentuk pendistribusian yang masih kurang adil di masyarakat. Ditengah inflasi yang sedang melanda sejumlah negara, harga minyak mengalami kenaikan. Oleh karena itu, RON 92 atau yang biasa kita kenal dengan Pertamax dinaikkan harga per liternya oleh pemerintah. Kenaikan ini dilakukan karena Pertamax merupakan jenis BBM nonsubsidi sehingga kenaikan harganya mengikuti harga di pasar internasional. Berbeda dengan RON 90 atau Pertalite yang merupakan jenis BBM yang disubsidi oleh pemerintah melalui dana APBN. Hal ini menyebabkan harga Pertalite menjadi tetap disaat harga minyak menjadi naik, karena selisih dari perbedaan harganya akan ditanggung oleh APBN. Maka, tidak heran apabila masyarakat pengguna Pertamax sebagian beralih ke Pertalite, karena Pertalite merupakan barang substitusi dari Pertamax.
ADVERTISEMENT
Namun disaat mengumumkan kenaikan harga Pertamax, tidak lama pemerintah membuat pembatasan atas pembelian BBM Pertalite. Pembatasan ini berlaku bagi kendaraan roda 4 yang dibatas hanya dapat mengisi Pertalite per harinya. Pemerintah melakukan pembatasan ini agar tujuan dari subsidi BBM tersebut tepat sasaran mencapai target penerimanya. Karena dalam stigma masyarakat Indonesia, kendaraan roda 4 merupakan bukti bahwa kita adalah keluarga yang mampu. Oleh karena itu, orang berpenghasilan tinggi diharapkan dapat menggunakan BBM jenis nonsubsidi Pertamax dan BBM jenis subsidi Pertalite bisa digunakan bagi yang kurang mampu.
Lalu, apakah kenaikan ini sudah tepat dilakukan oleh pemerintah pada waktu ini? Terlebih ekonomi masyarakat Indonesia tengah mengalami penurunan setelah pandemi ini. Seperti yang kita tahu semenjak pandemi, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang mengakibatkan hutangnya terus membengkak. APBN mengalami defisit untuk membiayai kesehatan dan membantu memulihkan ekonomi kembali.
ADVERTISEMENT
Pemerintah tentunya tidak bisa terus seperti ini, perlu ada pemasukan agar APBN tidak terus mengalami penurunan. Selain melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah juga melakukan berbagai upaya lainnya seperti pengurangan subsidi BBM yang telah dijelaskan sebelumnya. Lalu, baru-baru ini pemerintah juga menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang mulanya 10% kini menjadi 11%. Pajak ini terdapat dalam kegiatan keseharian kita, karena setiap kali kita berbelanja di mall-mall maka akan dikenakan pajak. Pajak ini akan menambah pendapatan APBN kita dari sisi Perpajakan. Karena seperti yang kita ketahui pendapatan APBN kita sangat tergantung dari perpajakan. Hal ini terbukti tiap tahunnya sisi perpajakan selalu menjadi memberikan pendapatan terbesar di APBN.
Namun meskipun semua kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi beban yang ditanggung APBN, tetapi hal ini justru malah membuat masyarakat semakin kesulitan. Banyak diantara mereka yang terkena dampak akibat pandemi seperti terkena PHK maupun bisnisnya yang merugi. Akibatnya ekonomi mereka saat ini masih belum stabil dan kebijakan ini membuat beban mereka bertambah.
ADVERTISEMENT
Apabila terus diterapkan kebijakan yang memberatkan masyarakat, ke depannya masyarakat akan mengubah pola perilaku mereka yang akan berdampak negatif. Contohnya untuk kebijakan kenaikan harga BBM nonsubsidi, terdapat masyarakat yang menjual kembali BBM yang telah dibeli di SPBU menjadi eceran di pinggir jalan. Tidak jarang kita mendengar bahwa penjual BBM eceran ini menambahkan air lagi untuk memperbanyak volume bensin dalam tabung nya. Hal ini akan semakin nyata dilakukan oleh penjual BBM eceran disaat harga BBM semakin naik guna menambah profit nya. Hal ini tentunya akan merusak mesin kendaraan oleh pembeli dari BBM eceran tersebut.
Selain itu, masih terdapat kenaikan harga LPG nonsubsidi yang baru-baru ini ramai dibicarakan masyarakat. LPG yang dimaksud yaitu yang memiliki berat 5,5 kg dan 12 kg. Kenaikan harga ini menimbulkan selisih yang jauh dengan LPG bersubsidi yang memiliki berat 3 kg. Besar kemungkinan masyarakat nantinya akan berpindah penggunaan ke LPG 3kg. Padahal dalam tabung LPG 3 kg sendiri sudah tercantum tulisan ‘Hanya untuk masyarakat miskin’, namun saat ini juga sudah banyak orang mampu yang menggunakan LPG subsidi 3 kg tersebut. Akibatnya pemberian subsidi ini tidak tepat sasaran dan pembeli LPG nonsubsidi semakin berkurang. Tentunya pemerintah akan membuat kebijakan lagi agar LPG subsidi ini menjadi lebih tepat sasaran, namun nyatanya sangat sulit untuk membuat suatu kebijakan adil tanpa kesadaran dari masyarakat itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Seharusnya pemerintah membuat kebijakan terkait dalam rentang jangka waktu lebih lama. Memang pemerintah perlu menaikkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran APBN, tetapi apabila dibuat dalam rentang waktu yang pendek hal ini membuat masyarakat mengalami kesulitan. Dampaknya, masyarakat akan melakukan berbagai cara untuk mempermudah kehidupannya dan akan mengubah perilaku mereka perlahan-lahan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil kebijakan dengan memperhatikan ekonomi masyarakatnya.