Konten dari Pengguna

Wanita dalam Dinamika Perubahan Sosial: Antara Kemandirian dan Ekspektasi

Nadiya Amalia
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
25 Desember 2024 17:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadiya Amalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wanita independen (sumber: https://pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita independen (sumber: https://pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa dekade terakhir, peran wanita dalam masyarakat telah mengalami transformasi signifikan. Dulu, wanita seringkali diposisikan sebagai sosok yang terikat pada peran domestik, namun kini mereka semakin menunjukkan eksistensinya di ranah publik, baik dalam bidang politik, ekonomi, hingga teknologi. Meskipun perubahan ini patut diapresiasi, kenyataan bahwa banyak wanita masih terjebak dalam sekat-sekat sosial yang sempit, baik dalam bentuk ekspektasi gender maupun stereotip yang ketinggalan zaman, menunjukkan bahwa perjalanan menuju kesetaraan sejati masih panjang.
ADVERTISEMENT
Wanita, dalam banyak aspek, telah berhasil menembus batasan-batasan yang membelenggu mereka. Pendidikan dan pekerjaan yang sebelumnya dianggap sebagai domain laki-laki, kini semakin banyak diisi oleh wanita yang menunjukkan kemampuan luar biasa. Namun, meski pencapaian ini sangat signifikan, ada satu kenyataan yang tak bisa diabaikan: perjuangan wanita belum sepenuhnya bebas dari ekspektasi sosial yang berlapis-lapis. Sebagai contoh, meskipun wanita telah mengisi berbagai posisi strategis di dunia profesional, banyak dari mereka yang masih dihadapkan pada beban ganda—di sisi lain harus memenuhi standar kesuksesan di dunia kerja, dan di sisi lain harus mempertahankan citra sebagai ibu yang sempurna di ranah domestik.
Hal ini semakin diperburuk oleh keberadaan media sosial yang seringkali mempertegas dualisme tersebut. Wanita diajarkan untuk menjadi pribadi yang kuat dan mandiri, tetapi juga diawasi dan dinilai berdasarkan penampilan, kesempurnaan hidup, dan bahkan cara mereka menjalani hubungan pribadi. Tanpa disadari, beban mental ini semakin meningkat, dan menyebabkan munculnya fenomena seperti "performa kesempurnaan", di mana wanita merasa perlu terus-menerus menunjukkan citra kesuksesan dan kebahagiaan di dunia maya, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian.
ADVERTISEMENT
Namun, penting untuk dicatat bahwa perubahan tersebut tidak berarti wanita harus membuang seluruh norma tradisional atau meruntuhkan struktur sosial yang sudah ada. Sebaliknya, transisi ini seharusnya mendorong adanya keseimbangan antara kemandirian dan keharmonisan dalam peran sosial wanita. Dengan kata lain, pemberdayaan wanita bukan hanya tentang kesetaraan akses terhadap pendidikan atau pekerjaan, melainkan juga tentang menghargai pilihan-pilihan yang dimiliki setiap individu tanpa harus terjebak dalam kerangka pandang yang terlalu sempit.
Lebih jauh lagi, perubahan sosial ini mengharuskan kita untuk mengevaluasi kembali konsep-konsep tentang peran gender yang ada. Kita perlu menyadari bahwa kesetaraan bukan hanya tentang memberikan kesempatan yang sama kepada wanita untuk bekerja, tetapi juga memberi ruang bagi mereka untuk memilih jalur hidup mereka sendiri tanpa merasa dihakimi. Ini adalah langkah besar dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, di mana baik laki-laki maupun wanita dapat tumbuh tanpa rasa takut akan diskriminasi atau pembatasan.
ADVERTISEMENT
Wanita, seperti halnya pria, harus diberikan kebebasan untuk mengejar ambisi mereka tanpa harus terperangkap oleh tuntutan-tuntutan sosial yang kontradiktif. Di saat yang sama, kita pun harus lebih bijaksana dalam menghargai setiap langkah yang diambil oleh mereka. Mendorong mereka untuk menjadi pribadi yang mandiri, tetapi juga menghargai hak mereka untuk memilih peran apa yang ingin mereka jalani dalam kehidupan, apakah itu dalam dunia profesional, sebagai ibu rumah tangga, atau bahkan keduanya.
Pada akhirnya, kita harus memahami bahwa pemberdayaan wanita tidak akan tercapai dengan sekadar mengubah struktur sosial yang ada. Pemberdayaan sejati datang dari perubahan budaya yang mendalam, di mana setiap individu—baik pria maupun wanita—dapat bebas memilih, berkembang, dan berkontribusi tanpa harus terkungkung oleh label-label yang tak adil dan ketinggalan zaman.
ADVERTISEMENT
Nadiya Amalia Zhafira, mahasiswa Fakuktas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.