Kebebasan Berekspresi dalam Beragama di Era Digital

Salsabila Azzahra
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
7 Januari 2023 14:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabila Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
www.pexels.com
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya kebebasan berekspresi dalam suatu agama atau keyakinan merupakan hak dari setiap individu. Namun seiring dengan berkembangnya zaman digital di masa depan dapat memicu munculnya berbagai polemik di lingkungan masyarakat. Terkait dengan kebebasan berekspresi telah dilindungi secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Kenyataannya masyarakat masih kesulitan dalam berekspresi sesuai agamanya masing-masing khususnya pada zaman digital yang terjadi saat ini.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut dibuktikan dengan adanya diskriminasi terhadap penganut agama tertentu dan individu yang menjadi anggota komunitas tertentu seperti agama leluhur, kelompok spiritual, kejawen, dan lainnya. Padahal kebebasan beragama merupakan bagian dari perlindungan hak asasi manusia. Mirisnya masih banyak pihak yang menyepelekan HAM melalui berbagai praktik diskriminasi. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah momentum untuk menegakkan dan memberikan pengakuan terhadap HAM di Indonesia.
Saat ini masih banyak permasalahan terkait HAM yang perlu diperhatikan dengan saksama agar dapat segera diselesaikan. Salah satu permasalahan terkait HAM yang harus diperhatikan adalah jaminan kebebasan dalam menentukan agama, keyakinan, dan tempat ibadah. Masalah tersebut belum terpecahkan hingga saat ini padahal termasuk ke dalam konsep utama HAM yang termuat dalam Pasal 18 Deklarasi Universal HAM yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan beragama, pikiran, dan hati nurani.
ADVERTISEMENT
Keberagaman agama di Indonesia mengalami perkembangan pesat setelah tahun 1998 berakhir. Kondisi tersebut semakin menguatkan landasan konstitusional dan hukum terkait kebebasan beragama bagi setiap individu. Hal ini sesuai dengan penjelasan Zainal Abidin Bagir dalam artikelnya yang berjudul The Politics and Law of Religious Governance tahun 2018 bahwa kebebasan beragama memiliki landasan yang kuat saat post reformasi tahun 1998 dalam Undang-Undang baru terkait HAM.
Salah satu pasal yang menguatkan hak kebebasan beragama terdapat pada pasal 28E yang menegaskan bahwa warga negara mempunyai hak untuk memeluk agama dan beribadah menurut kepercayaannya. Terkait perlindungan terhadap kebebasan beragama pada ruang digital diatur dalam aturan penanganan ujaran kebencian dalam Pasal 156 KUHP serta Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
ADVERTISEMENT
Dinamika kehidupan beragama pada masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini berkaitan dengan keberadaan komunitas beragama di berbagai platform digital sejak terjadinya pandemi Covid-19. Berbagai platform digital seperti media sosial diharapkan dapat memberikan ruang yang lebih memadai untuk melakukan kegiatan beragama dengan lebih demokratis. Dengan demikian kelompok minoritas dapat mengekspresikan keberagaman agamanya dengan lebih bebas tanpa dibayang-bayangi oleh diskriminasi. Namun kenyataan yang terjadi di masyarakat semudah yang diharapkan.
Seiring berkembangnya teknologi digital saat ini dapat memicu semakin maraknya ujaran kebencian yang menyebar di berbagai platform digital. Ujaran kebencian tersebut berkaitan dengan persekusi dan kekerasan, pelarangan kegiatan beragama, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa praktik intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama masih terus terjadi. Tidak sedikit pihak korban yang biasanya berasal dari komunitas minoritas memperoleh tuduhan, ancaman, dan penyerangan karena dianggap menodai ajaran agama tertentu serta mengganggu ketertiban umum.
ADVERTISEMENT
Jaminan hak atas kebebasan beragama di Indonesia masih menghadapi kendala secara konseptual, sosial dan hukum. Secara konseptual, sebagian masyarakat menilai kebebasan dalam mengekspresikan hal yang berbau agama sebagai konsep yang lahir dari budaya barat. Konsep tersebut tentu bertentangan dengan budaya masyarakat Indonesia yang cenderung religius. Terkait kendala sosial sebagian masyarakat tidak siap untuk menerima dan berinteraksi dalam perbedaan agama serta keyakinan. Kondisi ini menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh lembaga penegak hukum karena terdapat beberapa kebijakan yang menekankan pada pembatasan kemerdekaan beragama. Salah satunya Undang-Undang Nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan atau Penodaan Agama. Selain itu, terdapat pula SKB 3 Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah, Peraturan Bersama 2 Menteri tahun 2006 tentang Rumah Ibadah, dan berbagai peraturan di tingkat daerah yang membatasi kemerdekaan beragama kelompok minoritas. Berbagai kebijakan yang telah disebutkan masih belum berhasil dalam memberikan jaminan hak atas kemerdekaan beragama. Pembatasan kebebasan beragama juga kerap bersinggungan dengan ketertiban masyarakat.
ADVERTISEMENT
Contoh konkret terkait rendahnya kebebasan berekspresi dalam ranah agama dapat diambil dari kasus seseorang yang tersinggung karena ekspresi keagamaan yang dilakukan secara damai dianggap sebagai bentuk penodaan agama, ancaman, dan hasutan sehingga menimbulkan respons tindak kriminalitas. Sebagai upaya untuk menanggapi permasalahan tersebut, penegak hukum seharusnya lebih bijak dan lebih teliti dalam menangani kasus-kasus sejenis. Upaya tersebut dapat dilakukan untuk meningkatkan kehidupan sosial yang lebih tertib dan damai. Seluruh kalangan masyarakat juga perlu turut andil dalam memberikan kebebasan beragama dengan cara menanamkan sikap toleransi beragama dalam bermasyarakat khususnya pada media sosial dan platform digital lainnya.
Media digital masih dianggap sebagai platform yang memiliki fungsi positif sehingga dapat membantu meningkatkan kebebasan beragama bagi seluruh elemen masyarakat. Selain itu, media digital juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam memberikan atau menebar kebaikan dengan menanamkan sikap toleransi pada diri masing-masing. Hal ini dikarenakan media digital dapat memungkinkan masyarakat dari berbagai kelompok atau komunitas untuk mengekspresikan dirinya secara bebas.
ADVERTISEMENT