Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Daerah Juga Bersalah: Jangan Hanya Salahkan Pusat!
7 Mei 2025 16:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yoel Edward Hasugian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

"Pemerintah hanya memperhatikan Jakarta", "Janji manis pembangunan merata hanya tinggal janji. Pembangunan terpusat di Jakarta terus berlanjut, kapankah giliran daerah kami?". Begitulah komentar warganet di berbagai media sosial ketika adanya suatu berita tentang daerah yang tertinggal.
ADVERTISEMENT
Sudah terlalu lama kita menyalahkan pemerintah pusat atas segala permasalahan yang terjadi di daerah. Ketika infrastruktur rusak, pendidikan tertinggal, fasilitas kesehatan kurang, dan ekonomi lesu, jari kita selalu menuding dan mengarah ke Jakarta. Disertai dengan ucapan provokatif "Indonesia hanya Jawa", "Pemerintah hanya memperhatikan jawa", dan lain sebagainya. Benarkah demikian? Benarkah pemerintah pusat semata-mata bertanggung jawab atas segala kemunduran yang terjadi? Atau, mungkinkah ada pihak lain yang lebih dekat dengan permasalahan ini yang luput dari sorotan? Sudah saatnya kita membuka mata dan melihat lebih dalam, bahwa kemunduran suatu daerah seringkali merupakan cerminan dari kegagalan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
ADVERTISEMENT
Konstitusi secara jelas mengatur pemerintahan daerah dilakukan dengan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 18 ayat (1) UUD menyebutkan secara jelas "...tiap tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah..." dan dalam ayat (2) semakin memperjelas fungsi pemerintahan daerah, "pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya...".
Pasal 1 ayat (6) UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah menyebutkan "Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia." Hal ini berarti, pemerintah pusat telah memberikan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah daerah untuk mengurus wilayah wilayah kecil negara yang mungkin tidak dapat diteropong oleh pemerintah pusat. Namun, perlu diketahui bahwa urusan yang diberikan oleh pemerintah pusat tidaklah segala bentuk urusan melainkan hanya sebagian saja. UU Pemerintahan Daerah menyebutkan urusan pemerintahan yang diberikan kepada daerah adalah urusan pemerintahan konkuren yang menjadi dasar pelaksana otonomi daerah.
ADVERTISEMENT
Urusan pemerintahan yang tidak diberikan kepada daerah antara lain: politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Namun, yang sering menjadi permasalahan bukanlah hal hal tersebut, melainkan hal hal lain seperti pendidikan, fasilitas kesehatan, pariwisata, informatika, pertanian, yang menurut undang-undang merupakan urusan pemerintahan konkuren.
Hierarki kekuasaan dalam sistem pemerintahan Indonesia menempatkan kepala daerah sebagai aktor kunci dalam pembangunan daerah. Bupati, wali kota, dan gubernur memiliki otoritas yang sangat besar dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik di tingkat lokal. Pemerintah pusat, meski memiliki peran strategis dalam merancang kebijakan nasional, pada akhirnya pelaksanaan kebijakan tersebut sangat bergantung pada kinerja pemerintah daerah. Bahkan, dalam konteks pembangunan desa, kepala desa memiliki pengaruh yang lebih penting daripada bupati atau walikota. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan di semua tingkatan pemerintahan. Tudingan terhadap pemerintah pusat sebagai pihak yang selalu bersalah merupakan bentuk pembelaan diri yang tidak berdasar.
ADVERTISEMENT
Pilkada seringkali dipandang sebagai ajang perebutan kekuasaan yang sarat kepentingan politik. Namun, di balik hiruk pikuk kampanye dan manuver politik, Pilkada sesungguhnya merupakan momen krusial bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang tepat. Pasalnya, kepala daerah memiliki kewenangan yang sangat luas dalam mengelola sumber daya daerah dan menentukan arah pembangunan. Oleh karena itu, masyarakat perlu cermat dalam memilih pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan visi yang jelas untuk memajukan daerahnya
Sekolah dicat dengan warna partai, rumah sakit menjadi ajang kampanye, dan koruptor kembali berkuasa. Sungguh ironis melihat betapa rendahnya martabat politik di negeri ini. Praktik-praktik kotor tersebut telah menggerogoti sendi-sendi demokrasi kita. Alih-alih berfokus pada pembangunan daerah, para elite politik lebih sibuk memperebutkan kekuasaan dan memperkaya diri. Akibatnya, masyarakatlah yang menjadi korban, sementara narasi 'Jakarta-sentris' terus dipelihara untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan pemimpin daerah. Ketika daerah mengalami kemunduran? Jakarta lagi Jakarta lagi, Jawa lagi Jawa lagi.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks negara kesatuan seperti Indonesia, kepala daerah berperan sebagai representasi dari kedaulatan rakyat di tingkat lokal. Keberhasilan atau kegagalan pembangunan suatu daerah pada akhirnya akan berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, pemilihan kepala daerah tidak hanya sekadar ritual demokrasi, melainkan merupakan sebuah amanah yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab.