news-card-video
23 Ramadhan 1446 HMinggu, 23 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Persoalan Hukum Terhadap Pengakuan Desa Adat Sendi

Rico April Tino
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya
22 Maret 2025 14:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rico April Tino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hutan Kawasan Pacet Di Foto Oleh Penulis Dari Lorokan
zoom-in-whitePerbesar
Hutan Kawasan Pacet Di Foto Oleh Penulis Dari Lorokan
ADVERTISEMENT
Mojokerto- Sendi sebuah wilayah di lereng gunung welirang yang menyimpan sebuah peradaban di tengah keindahan alam bak surga yang tersembunyi, terletak di Desa Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.
ADVERTISEMENT
Daerah yang tetap eksis mempertahankan budaya dan tradisi nya ini nyaris hilang karena tak di akui keberadaannya, hal ini kontradiktif dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
Jaminan penghormatan hak masyarakat tradisional diatur dalam Pasal 28I Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan Indentitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Meskipun terdapat pengakuan resmi dalam Undang-Undang Dasar dan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan mengenai hukum adat, hak-hak masyarakat hukum adat masih sering terabaikan. Ironisnya, pelanggaran terhadap hak-hak tersebut sering kali dilakukan oleh pihak pemerintah. Perlindungan terhadap tanah ulayat yang masih sangat lemah masi banyak UU yang tidak di terapkan oleh Pemerintah Melimbulkan berbagai Problematika di negri agraris.
ADVERTISEMENT
Hukum adat tidak hanya menjadi fokus penelitian dalam bidang hukum, tetapi juga diakui dalam sistem hukum nasional sebagai bagian dari hukum yang berlaku di masyarakat. Hukum adat tetap berperan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, terutama dalam konteks hukum agraria dan pemerintahan desa adat.
Desa adat Sendi yang keberadaan nya lebih dulu ada ketimbang negara ini lahir, sejak abad ke-18 wilayah ini di sudah huni oleh masyarakat lokal. Seiring berjalannya sejarah di bawah pemerintahan kolonial Belanda, kependudukan Jepang dan masa kemerdekaan Indonesia wilayah ini statusnya berubah-ubah, hingga akhirnya hilang status adminitrasinya.
Persoalan Hukum
Pemkab Mojokerto telah menerbitkan Peraturan Bupati Mojokerto No 47 Tahun 2017 tentang Pembentukan Desa Adat Persiapapan Pada Kecamatan Pacet, hal ini membuat lega masyarakat hukum adat desa Sendi karena wilayah nya akan di akui oleh Negara, tetapi pada 17 Juli 2018 Kemendagri melalui Pemprov Jatim menolak karena, jumlah penduduk di Sendi tidak memenuhi kriteria minimum seperti yang diatur dalam UU RI No 6 tahun 2014 tentang Desa.
ADVERTISEMENT
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 8 menyebutkan pembentukan desa baru harus minimal berpenduduk 6.000 jiwa atau 1.200 KK, sedangkan per 2021 jumlah penduduk wilayah Sendi hanya 668 jiwa atau sekitar 323 KK. Alhasil masyarakat hukum adat menumpang wilayah adminitrasi di desa Pacet, ibarat menjadi tamu di tanah sendiri.
Persoalan tak cukup itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 Tentang Kode Tata Wilayah Administrasi disebutkan jika Desa Sendi tidak lagi termasuk dalam 299 Desa dan 5 Kelurahan dari wilayah administrasi pemerintahan, yang menyebabkan hak atas penguasaan masyarakat adat dihapuskan yang kemudian wilayah tersebut dikuasai oleh Perhutani. Masyarakat hukum adat Sendi menutut pengakuan area hutan adat mereka yang saat ini di kelola Perhutani. Saat ini masyarakat adat berpegang pada Pemendagri No 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Padahal hutan adat ini di wariskan nenek moyang mereka dari generasi ke generasi agar tak hilang di telan peradaban, tanpa patokan yang di buat Perhutani untuk mebatasi dan melindungi hutan.
ADVERTISEMENT
Eksitensi Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat hukum adat jauh berpuluh tahun melindungi hutan, ajaran leluhur tegas menyatakan di masyarakat merusak alam maka kehidupan masyarakat sendi tidak akan sejahterah, hasilnya masyarakat hukum adat sendi dapat melestarikan hutan adat mereka berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun, adanya Perhutani justru mebatasi kewenangan masyarakat hukum adat dalam mengelola hutan adat mereka.
Belum lagi sengketa tanah antara masyarakat hukum adat dengan Perhutani, Masyarakat mengklaim berdasarkan dokumen masa kolonial dalam buku teritorial desa sendi yang di terbikan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1915, buku itu menyebutkan luas desa Sendi mencapai 62 hektare namun semenjak agresi militer belanda 1948 belanda merampas tanah masyarakat hukum adat di jadikan kebun serai, kini bekas tanah milik masyarakat adat sebagian di kelola oleh Perhutani, Sebernarnya Para pihak dari masyarakat hukum adat dan Perhutani sama-sama tahu sejarah, di pihak Perhutani menerima apa yang di mau masyarakat, seharusnya proses hukum dan pengakuan tak perlu tunggu waktu lama.
ADVERTISEMENT
Harapan
Masyarakat hukum adat yang ada dan hidup puluhan tahun bahakan ratusan tahun mengeloh mengatur kehidupan bermasyarakat di turunakan dari generasi ke generasi agar lestari keberadaan namun nyaris hilang di telan zaman karena tidak ada pengakuan dari Negara, padalah masyarakat hukum adah jauh dulu ada sebelum Negara ini lahir, masyarakat hukum adat Sendi hanya berharap pengakuan atas hak- hak mereka yang seharusnya di dapat, atas dasar ini seharusnya pemerintah lebih aktif menjaga eksistensinya sesuai pasal 18 b (2) UUD 1945, menurut penulis seharusnya pemerintah merevisi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa terutama di pasal 8 dengan menambah ketentuan khusus untuk desa adat, hal ini tidak relevan di kemudian hari karena syarat minimum yang kontra terhadap fakta di lapangan yang dimana jumlah masyarakat hukum adat kurang dari 6 rb jiwa karena berbagai faktor salah satu globalisasi di mana masyarakat adat memilih meninggalkan desa mereka, jika tidak ada tindak lanjut pemerintah dalam problematika ini bisa di pastikan lambat laun desa adat akan hilang.
ADVERTISEMENT