Konten dari Pengguna

Kepingan Pajak: Jembatan Senyum Masyarakat Untuk Pendidikan dan Kesehatan

I Kadek Veri Sudiartana
Seorang Mahasiswa Aktif Jurusan Ekonomi dan Akuntansi di Universitas Pendidikan Ganesha
21 Juni 2024 9:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Kadek Veri Sudiartana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perpajakan Indonesia (Sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perpajakan Indonesia (Sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
“Akar dari pendidikan itu pahit, tetapi buahnya manis,
harta yang paling sejati adalah kesehatan, bukan lagi uang dan waris,
ADVERTISEMENT
pajak yang kian meningkat semakin sadis,
secercah harapan meraih pendidikan dan kesehatan tak lagi menangis.”
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa proses yang panjang untuk menikmati hasil yang terbaik dalam belajar dengan mengutamakan kesehatan di atas segalanya, meskipun terdapat tantangan nyata mengenai ekonomi orang tua. Hal ini sering kali menyebabkan pembuat kebijakan merasa dilema dalam membuat suatu peraturan. Berbagai peraturan baru disahkan selalu dinilai tidak adil di mata publik karena menyimpang dari kebutuhan masyarakat dan tidak menerapkan nilai - nilai dalam Pancasila. Sesungguhnya, pajak yang dibayar oleh masyarakat untuk negara memberikan harapan tersurat dalam mewujudkan kesejahteraan bagi bangsa dan negara. Sehingga, artikel ini akan membahas lebih mendalam mengenai permasalahan masyarakat dan manfaat yang diberikan pajak dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Bermula dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2022 mengenai perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 mengenai Pendanaan Pendidikan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat dalam memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Namun, di tahun ini justru Kemendikbud Ristek mengabaikan akan hal itu, melalui Permendikbud No. 2 Tahun 2024 memuat aturan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi para mahasiswa baru. Disinilah dilema pertama muncul, para mahasiswa baru merasa keberatan akan biaya UKT dan IPI masuk perguruan tinggi yang sangat memuncak, bahkan mencapai peningkatan 300% - 500% (Kompas, 2024).
Sekretaris Ditjen Kemendikbud Ristek berusaha untuk meluruskan hal itu, tetapi justru memberi kesan kekecewaan besar kepada anak muda karena menyampaikan bahwa “Pendidikan tinggi adalah tertiary education” yang artinya lulusan SLTA/SMK tidak wajib melanjutkan ke perguruan tinggi karena itu adalah pilihan. Hal ini berdampak pada minat siswa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi semakin rendah, hanya sebesar 22,25%. Sejalan dengan hasil penelitian Shofi (2024) menyatakan bahwa rendahnya minat siswa melanjutkan ke perguruan tinggi karena status sosial ekonomi orang tuanya sangat rendah yang tidak sebanding dengan biaya pendidikan masuk perguruan tinggi. Pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap minat siswa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yaitu sebesar 12,5% sehingga adanya perlawanan antara keinginan dan keadaan. Padahal tujuan Indonesia adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana yang termuat dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945. Pada akhirnya peraturan ini ditunda setelah adanya berbagai macam protes yang dilakukan kalangan mahasiswa di seluruh perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Hal yang serupa juga terjadi di bidang kesehatan, pemerintah tengah merencanakan kebijakan baru mengenai Iuran BPJS yang akan digabungkan menjadi satu rawat inap yang standar. Muncullah dilema kedua, dimana suatu kebijakan menjadi pro dan kontra di mata publik, terkhususnya mengenai besaran iuran yang dibayarkan dan ketersediaan kamar dalam merawat pasien.
Kebijakan pengalokasian APBN sekurang-kurangnya 20% untuk pendidikan dan sekurang-kurangnya 5% untuk kesehatan dengan tujuan utama adalah mensejahterakan masyarakat Indonesia. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Rachmatarwata (2023) yang menyatakan bahwa anak-anak merupakan aset negara di masa depan dan APBN hadir untuk turut serta dalam menjamin pendidikan dan kesehatan anak muda Indonesia.
Menjembatani Harapan Masyarakat Indonesia
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di masyarakat yang semakin menggejolak adalah dengan mengoptimalkan penerimaan pajak untuk APBN. Pengalokasian anggaran untuk pendidikan sesungguhnya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, per tahun 2023 anggaran pendidikan sebesar Rp 612,2 triliun, sedangkan di tahun 2024 mencapai Rp 660,8 triliun yang mengalami peningkatan sebesar 20%. Sama halnya di bidang kesehatan, yang menggelontorkan anggaran sebesar Rp 186,4 triliun dari APBN pada tahun 2024 yang mengalami peningkatan sebesar 8,1% dibanding tahun sebelumnya. Ini mengartikan bahwa pemerintah secara serius dan berkomitmen dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pertama, manfaat pajak untuk bidang pendidikan meliputi pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, pembayaran gaji guru dan pendidik, pemberian beasiswa bagi siswa dan mahasiswa yang berprestasi serta meningkatkan kesempatan bagi masyarakat yang kurang mampu dalam memperoleh pendidikan. Salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah dalam mendorong masyarakat yang kurang mampu adalah melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang merupakan secercah harapan anak muda untuk dapat memperoleh pendidikan secara gratis dan memansuhkan tetesan keringat orang tua. Anggaran yang sangat fantastis digelontorkan oleh pemerintah sebagai langkah strategi jangka menengah (investasi) agar dapat mewujudkan generasi muda unggul yang sesuai dengan Visi Indonesia di tahun 2045 adalah Indonesia Emas.
Kedua, manfaat pajak dalam mendorong bidang kesehatan adalah dengan menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional seperti BPJS, KIS dan sebagainya, serta pembangunan fasilitas kesehatan, seperti puskesmas juga membantu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Namun sayang, masyarakat Indonesia selalu saja memperoleh sajian berita viral mengenai kenaikan pengenaan pajak di tahun 2025 mendatang dianggap membawa kesengsaraan bagi masyarakat. Nyatanya, kenaikan pajak justru memiliki dampak lain yang tidak banyak masyarakat ketahui, mulai dari meningkatkan pendapatan negara hingga mendukung kesejahteraan masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dan pengelolaannya secara adil dan transparan. Dengan mengatasi kompleksitas ini dan menerapkan kebijakan pajak yang strategis, pemerintah dapat memanfaatkan potensi pajak untuk meningkatkan kesetaraan, kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.